NovelToon NovelToon
Obsesi CEO Psikopat

Obsesi CEO Psikopat

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / CEO / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mantan Perawat

Aluna gadis yatim piatu berusia 21 tahun, menjalani hidupnya dengan damai sebagai karyawan toko buku. Namun hidupnya berubah setelah suatu malam saat hujan deras, ia tanpa sengaja menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya. Di sebuah gang kecil ia melihat sosok pria berpakaian serba hitam bernama Darren seorang CEO berusia 35 tahun yang telah melenyapkan seorang pengkhianat. Bukannya melenyapkan Aluna yang menjadi saksi kekejiannya, Darren justru membiarkannya hidup bahkan mengantarnya pulang.

Tatapan penuh ketakutan Aluna dibalik mata polos yang jernih menyalakan api obsesi dalam diri Darren, baginya sejak malam itu Aluna adalah miliknya. Tak ada yang boleh menyentuh dan menyakitinya. Darren tak ragu melenyapkan semua yang pernah menyakiti Aluna, entah itu saat sekarang ataupun dari masa lalunya.

Ketika Aluna perlahan menyadari siapa Darren, akankah ia lari atau terjatuh dalam pesona gelap Darren ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mantan Perawat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.15

©Di Dalam Villa: Malam di Balkon©

Setelah makan malam selesai, Darren menyandarkan punggungnya ke kursi, memperhatikan Aluna yang masih menggenggam garpunya. Matanya menyapu wajah gadis itu, menangkap raut canggung yang berusaha disembunyikan.

"Kenyang?" tanyanya santai.

Aluna mengangguk pelan. "I-iya... makanannya enak sekali, kak Darren."

"Tentu saja," Darren tersenyum tipis, lalu meletakkan serbetnya di atas meja. "Sekarang, ikut aku."

Aluna memandangnya bingung. "Ke-kemana?"

Darren bangkit dari kursinya. "Ke tempat yang pasti kau suka."

Aluna masih ragu, tetapi Darren sudah lebih dulu menggenggam tangannya, membimbingnya keluar dari ruang makan menuju sebuah pintu kaca besar. Begitu pintu itu terbuka, hembusan angin laut yang sejuk menyambut mereka.

Balkon villa itu sangat luas, menghadap langsung ke arah laut. Cahaya bulan memantul lembut di permukaan air, sementara suara debur ombak mengisi keheningan malam.

Aluna terdiam, matanya membulat kagum. "Indah sekali..." bisiknya tanpa sadar.

Darren bersandar santai pada tiang balkon, menatap Aluna tanpa berkedip. "Tempat ini cocok untukmu."

Aluna menoleh. "Untukku?"

"Kau butuh tempat yang tenang untuk menenangkan diri." Suara Darren rendah, tetapi tajam. "Setidaknya, untuk melupakan kejadian di gudang toko buku."

Aluna tercekat. Sebuah kilasan kejadian itu kembali menghantam kepalanya,tangan kasar yang menariknya, pisau yang hampir mengenai lehernya, dan Darren yang tiba-tiba muncul, menghajar pria-pria itu dengan brutal.

Tapi saat ini, di bawah langit malam yang terang, semuanya terasa jauh. Sejenak, Aluna bisa bernapas lega.Ia menengadah, menatap bintang-bintang yang bertaburan di langit. Perlahan, tangannya terangkat seolah ingin meraihnya. Bibirnya melengkung dalam senyum kecil.

Darren tetap menatapnya. Dalam hatinya, ini adalah bagian dari rencana. Perlahan tapi pasti, ia akan membuat Aluna terbiasa dengannya, semakin dekat, semakin bergantung.

Aluna menurunkan tangannya dan menoleh ke Darren. "Kak Darren..."

"Hm?"

Aluna menggigit bibirnya ragu sebelum akhirnya berkata dengan suara lembut, "Terima kasih..."

Darren menaikkan satu alisnya. "Untuk apa?"

"Untuk... menyelamatkan aku tadi," jawab Aluna pelan. "Dan... mengajakku ke sini. Rasanya aku sudah terlalu merepotkan. Diselamatkan saja rasanya sudah cukup, tapi kak Darren malah.....,"

"Aluna," potong Darren, melangkah mendekat.

Aluna reflek mundur, tapi Darren terus melangkah hingga akhirnya membungkuk sedikit, menyamakan tinggi mereka. Wajahnya begitu dekat hingga hidung mereka nyaris bersentuhan.

"Aku tidak keberatan," bisiknya. "Mulai hari ini, sejak aku menyelamatkan Baby Chubby-ku..." Jemarinya terulur, mencubit pipi Aluna pelan. "...kita akan sering bertemu."

Aluna mengerjap cepat. "Eh?"

"Kalau kau menyukai tempat ini," lanjut Darren dengan nada santai, "aku akan sering mengajakmu kemari. Apalagi, kau punya waktu dua hari untuk istirahat dari toko buku, bukan?"

Aluna menunduk. "Tapi aku tidak ingin merepotkan kak Darren..."

Darren terkekeh pelan, lalu meraih dagu Aluna, mengangkatnya sedikit hingga gadis itu kembali menatapnya."Anggap saja ini timbal balik," katanya tenang. "Sebagai rasa terima kasih karena aku sudah menyelamatkanmu. Lagipula..." Ia menatap Aluna lebih dalam. "Aku ingin terus melihatmu. Terutama pipimu yang bulat ini."

Sebelum Aluna bisa merespons, Darren mencubit kedua pipinya dengan sedikit lebih kencang.

"K-Kak Darren!" Aluna meringis, mengusap pipinya yang memerah.

Darren tertawa kecil, menikmati ekspresi kesal gadis itu. "Kau lucu," katanya tanpa ragu. "Dengan piyama beruang dan bando seperti itu, kau benar-benar seperti anak kecil. Bayi kecil."

Aluna membelalak,wajahnya memerah karena kesal juga malu. "Aku bukan anak kecil!"

Darren mengangkat satu alisnya. "Oh ya?"

"Iya!" Aluna mengembungkan pipinya. "Aku sudah 21 tahun!"

Darren hanya menyeringai. Ia meraih tangan Aluna, menggenggamnya dengan kuat. "Baiklah. Kalau begitu, sekarang saatnya aku mengantarmu pulang."

Aluna ingin melepaskan genggamannya, tapi Darren semakin mengeratkan cengkeramannya. Ia hanya bisa pasrah saat pria itu menariknya menuju mobil.

Di depan mobil, kepala pelayan sudah menunggu. Ia menyerahkan mantel milik Darren dengan hormat.

" Ini,Tuan."

Darren menerimanya, lalu dengan tenang menyampirkan mantel itu kembali ke bahu Aluna.

"K-Kak Darren..."

"Dingin di luar." Darren membuka pintu mobil di sisi penumpang. "Masuklah."

Aluna menurut. Setelah memastikan gadis itu duduk dengan benar, Darren menutup pintu, lalu masuk ke kursi kemudi. Mesin mobil menyala, dan mereka pun melaju meninggalkan villa.

©Di Dalam Villa: Bisikan Iri©

Begitu mobil Darren menghilang di kejauhan, seorang pelayan wanita yang sejak tadi mengamati dari balik pilar akhirnya membuka mulut.

"Masih tidak percaya..." gumamnya. "Apa yang dilakukan gadis kecil itu sampai bisa menarik perhatian Tuan Darren?"

Ia melipat tangan di dada, nada suaranya penuh skeptisisme. "Apa mungkin gadis itu melakukan sesuatu yang menjijikkan?"

Seseorang mendengus di belakangnya.

"Layla."

Pelayan bernama Layla tersentak. Ia menoleh dan menemukan Zevan,salah satu orang kepercayaan Darren,berdiri di belakangnya dengan ekspresi tajam.

Zevan menyipitkan mata. "Bukankah kepala pelayan sudah memperingatkanmu?"

"A-aku hanya..."

"Jangan mencampuri urusan pribadi Tuan Darren," Zevan memperingatkan dengan dingin. "Dan berhentilah berbicara kotor."

Layla mengepal jemarinya. "Tapi...,"

"Kalau sampai Tuan Darren tahu..." Zevan mendekat, suaranya merendah. "...bukan hanya kau yang habis, tapi juga keluargamu."

Layla menegang. Rasa takut menjalari tubuhnya.

"Sebaiknya jaga ucapanmu," lanjut Zevan, sebelum berbalik pergi, meninggalkan Layla yang kini pucat dan terdiam.

© Kos: Rayyan, Reta & Yumna, Strategi Merebut Aluna ©

Di dalam kamar kosnya, Rayyan duduk bersandar di tembok dengan wajah murung.

Rasanya dada ini panas. Bukan karena cuaca, bukan juga karena kepanasan di kamar kos sempit ini, tapi karena ucapan Reta dan Yumna tadi.

"Kami cewek, kami berpihak pada kebenaran dan ketampanan."

Rayyan mendengus kesal mengingatnya. Seolah-olah dirinya ini bukan opsi yang layak untuk Aluna.Dan yang lebih menyakitkan...

"Aluna dapet jackpot hidup! CEO tampan, kaya raya, aura bos kuat!"

Jackpot hidup? Hah. Kalau begitu, selama ini dia apa? Butiran debu?

Rayyan menggeram kecil, lalu meraih ponselnya. Jarinya lincah mengetik nama Darren Arvanindra di Google. Dalam hitungan detik, informasi tentang CEO besar itu muncul.

"Arvan Corporation... banyak cabang... jumlah kekayaan fantastis... 35 tahun..." gumamnya sambil membaca satu per satu informasi yang terpampang.

Matanya mengerut begitu menyadari sesuatu. Usia 35 tahun.Sementara Aluna? Baru 21 tahun.

"Beda 14 tahun? Kok Aluna bisa suka sama pria setua itu?" desisnya sendiri.

Seketika, rasa minder menyergap. Rayyan memang bukan CEO kaya raya, tapi dia masih 30 tahun. Tidak jauh dari Aluna. Seharusnya, kalau Aluna memang suka pria lebih dewasa, dia masih lebih masuk akal, kan?

Tapi kenapa selalu ditolak?

Kenapa?

Tiba-tiba, dia bangkit berdiri. Perasaan gelisah makin menyesakkan dadanya. Dengan langkah berat, dia keluar dari kamar, menuju balkon lantai dua. Malam sudah gelap, hanya lampu jalan yang menerangi kompleks kos-kosan mereka.

Rayyan menyandarkan tangan di pagar besi, memandang ke bawah. Bukan untuk menikmati pemandangan malam, tapi menunggu satu orang.

Aluna.

Sudah pukul 21:30, tapi gadis itu belum pulang.

Rayyan mendecak, lalu merogoh sakunya dan mengambil rokok. Dia menyalakannya dan menarik napas dalam. Entah kenapa, kepulan asap yang keluar tidak membuatnya tenang.

Dia masih kesal. Masih terbakar.

©Sementara Itu, Di Lantai Satu…©

Di dalam kamar kosnya, Reta dan Yumna masih asyik membahas Darren.

"Aku masih nggak percaya, Lun-Lun kita akhirnya dapet cowok level Sultan!" ujar

Yumna sambil memeluk bantal dengan ekspresi berbinar-binar.

"INI GILA SIH. Biasanya skenario gini cuma ada di Novel Premium, Yum!" sahut Reta heboh.

Yumna mengangguk. "Btw, tadi Rayyan keliatan cemburu nggak sih?"

Reta tertawa. "Bukan cuma cemburu, Yum. Itu muka cowok hampir kayak kompor meledak!"

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak.

"Tapi ya," Yumna menambahkan, "aku rasa Rayyan bakal nyoba lagi deh. Liat aja besok, pasti dia ngajak Aluna jalan lagi.Rayyan emang keras kepala,lagian suka maksa jadi wajar sih kalau Luna menolak."

Reta mengangkat bahu. "Mau ngajak jalan, mau adu kekayaan, Rayyan tetep bukan CEO. Hahaha!"

Yumna ikut tertawa, sebelum tiba-tiba mengingat sesuatu. "Eh, Aluna belum pulang, ya?"

Reta melirik jam dinding. "Iya, udah setengah sepuluh..."

Mereka saling pandang.

"Jadi... kita kepoin atau santai aja?" tanya Yumna.

Reta mengangguk mantap. "Kepoin, dong. Ini drama menarik!"

©Balkon Lantai Dua Kos : Rencana Rayyan Tak Menyerah ©

21.33

Di balkon lantai dua, Rayyan masih berdiri dengan tatapan tajam ke arah jalanan,menghisap sisa rokok yang masih tersisa di tangannya.Hatinya benar-benar bergemuruh malam ini.

Motor dan mobil sesekali melintas, tapi tak ada tanda-tanda Aluna.Pikirannya masih berkecamuk.

"Besok sore, aku bakal ajak dia jalan lagi. Kali ini, dia nggak boleh nolak."

Matanya masih terus mengawasi jalanan di depan. Kalau Aluna pulang, berarti Darren akan mengantarnya. Itu kesempatan bagus untuk melihat wajah pria itu lebih jelas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!