Niara yang sangat percaya dengan cinta dan kesetiaan kekasihnya Reino, sangat terkejut ketika mendapati kabar jika kekasihnya akan menikahi wanita lain. Kata putus yang selalu jadi ucapan Niara ketika keduanya bertengkar, menjadi boomerang untuk dirinya sendiri. Reino yang di paksa nikah, ternyata masih sangat mencintai Niara.
Sedangkan, Niara menerima lamaran seorang Pria yang sudah ia kenal sejak lama untuk melupakan Reino. Namun, sebuah tragedi terjadi ketika Reino datang ke acara pernikahan Niara. Reino menunjukkan beberapa video tak pantas saat menjalin hubungan bersama Niara di masa lalu. Bahkan, mengancam akan bunuh diri di tempat Pernikahan.
Akankah calon suami Niara masih mempertahankan pernikahan ini?
🍁jangan lupa like, coment, vote dan bintang 🌟🌟🌟🌟🌟 ya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Badannya yang tinggi, tegap serta punggungnya yang lebar. Aku berani menatapnya lama hanya dari belakang. Mataku berkeliling melihat sorotan setiap pengunjung yang lewat di depan kami. Untuk pertama kalinya, aku menggenggam tangan Pak Ridwan terlebih dahulu. Aku hanya ingin menghentikan pandangan buruk dari semua orang. “Sudah, ayo kita pulang!” ujarku.
BAB 15 ( Kelurga Kecil )
Aku kembali ke meja, meneguk air. Meredakan emosiku yang tidak bisa aku luapkan. Pak Ridwan masih sibuk mengetik pesan di ponselnya.
“Mau main kerumah?” tanya Pak Ridwan. Aku menatapnya sesaat. Aku melihat wajah lelah di raut mukanya. Aku mengangguk, kemudian menundukkan kepalaku. Aku mencoba menghilangkan perasaan bimbang di hati.
Kami bangkit dari tempat duduk. Pak Ridwan menggenggam tanganku, dan kami berjalan berdampingan menuju pintu keluar. ‘Kenapa aku jadi wanita gampangan seperti ini?’ aku menanyakan keraguan itu terus, namun aku tidak mengelak ketika dia semakin erat menggenggam tanganku.
Perjalanan menuju rumahnya membuatku berdebar-debar. Untuk pertama kalinya ada niatan kesana dan bertemu dengan kedua anaknya.
“Hadiah itu semua untuk siapa?” aku memulai pembicaraan, mencairkan suasana yang sebelumnya dingin dan hening.
“Ah, hari ini ulang tahun Chika,” jawab Pak Ridwan. Aku langsung menepuk betis Pak Ridwan dengan tasku. Kesal dengan sikapnya yang malah makan malam denganku dan bukan segera pulang menemani anaknya yang sedang berulang tahun.
“Bisa-bisanya, pantas dia menangis.”
Pak Ridwan hanya melempar senyum mendengar omelanku.
“Iya, iya ini kan pulang,” balasnya, lalu mengusap kepalaku lembut.
Tiba di depan pagar rumahnya, suara rengekan Chika terdengar keras. Aku merasa bersalah kepada anak kecil itu.
“Tolong bantu bawa beberapa ya!”
Pak Ridwan membuka pintu dan bagasi belakang mobil. Puluhan hadiah terbungkus rapi, bertumpuk di dalam. Seorang penjaga rumah ikut membantu membawa masuk hadiah untuk Chika.
“Surprise!” teriak Pak Ridwan di depan pintu rumah. Aku menahan senyum melihat tingkah Pak Ridwan. Chika berlari ke arah Ayahnya dengan air mata yang tumpah. Mukanya memerah, rambutnya berantakan. Saat sampai di pelukan Ayahnya, gadis kecil itu lantas langsung memukul punggung Pak Ridwan dengan kesal berulang kali.
“Ah, Papa menyebalkan! menyebalkan!” gerutu Chika. Pak Ridwan hanya tersenyum menerima amukan putri sulungnya. Langkah kecil satu lagi berlari ke arah Pak Ridwan, namun berbeda dengan kakaknya dia berlari dengan wajah tawa mengembang. Tanpa aku sadar, air mata haruku menetes melihat keluarga kecil di depanku.
“Lihat nih! semua hadiah ini dari Tante Niara yang beli buat kalian.” ucap Pak Ridwan, sambil mengedipkan matanya ke arahku. Dia berbohong agar anaknya menyukaiku. Aku hanya tersenyum tipis, meraih Nael yang berlari ke arahku.
“Terimakasih,” ucap lirih Chika menatapku sebentar, kemudian membuang muka. Aku melihat hati yang cemburu denganku. Aku mendekat dan membantunya membuka satu persatu hadiah yang terbungkus kertas warna-warni itu. Pak Ridwan meninggalkanku di ruang tamu bersama Chika dan Nael.
“Kamu suka yang mana, Chika?” tanyaku, menatapnya. Chika mendongak sesaat, menundukkan kepalanya dan menunjuk satu boneka yang ada disampingku.
“Wah, cantik ya bonekanya. Kita kasih nama siapa ya?” ucapku, mencoba masuk ke dalam kebahagiaan Chika.
“Entahlah,” balas Chika jutek. ‘Astaga, sikap dingin Ayahnya menurun padanya’ batinku yang masih mencoba tersenyum melihat wajah masam Chika.
“Ah, selamat ulang tahun ya, semoga Chika semakin bahagia.” Aku masih mencoba menghiburnya. “Ya, terima kasih.” ketus Chika.
Akupun mengalihkan pandanganku ke arah Nael, membantunya membuka hadiah. Nael berjingkrak bahagia ketika mendapat mainan pistol air. Dia lalu memelukku dengan erat. Aku merasa sangat luluh terhadapnya. Tangan kecilnya menghangatkan suasana hatiku yang lelah.
Pak Ridwan keluar menuruni tangga dengan membawa lilin-lilin kecil yang mengitari kue ulang tahun. Ayah dengan dua anak itu menyanyikan lagu ulang tahun dengan penuh kebahagiaan. Kemudian, berjongkok meminta Chika meniup lilin-lilin itu.
Fuh..
Api di lilin sudah padam, Chika memejamkan mata meminta harapan.
“Ayo kita makan kue,” ucap Pak Ridwan, memotong kue itu menjadi beberapa. Suapan pertama diberikan pada Chika, lalu ke arahku. Aku menggelengkan kepala, menolak. Namun, Pak Ridwan cemberut seperti anak kecil yang memaksaku. Suapan terakhir di berikan pada Nael.
“Yeyyy, selamat ulang tahun Chika,” ucap Pak Ridwan dengan keras dan bahagia. Kemudian, mengambil krim di kue dan dioleskan di kedua pipi Chika.
“Ah Papah, nyebelin!” gerutu Chika. Aku tersenyum melihat cinta diantara mereka.
Setelah lelah dengan membuka hadiah, Chika diantar babysitter nya ke kamarnya, begitupun Nael yang sudah terlelap langsung di gendong babysitternya. Pak Ridwan menatapku dengan senyum. Menarik tanganku ke halaman belakang rumahnya.
Aku melihat taman kecil di sekitarnya, dan tempat bermain untuk kedua anaknya. Kami duduk di gazebo, di temani dua gelas anggur. Tidak ada obrolan di antara kami berdua. Aku yang tidak mudah memulai percakapan sedang Pak Ridwan tampak terlihat lelah hari ini.
“Apa aku pulang naik taksi saja?” tanyaku lirih.
“Enggak usah, tunggu bentar. Jam 11 aku antar.” balasnya. Dia memandangku cukup lama, hingga membuatku salah tingkah.
“Apa…? Apa Chika akan menerimaku nantinya,” celetukku. Aku langsung menutup mulutku rapat-rapat karena keceplosan menanyakan hal yang seharusnya tidak ku katakan.
Pak Ridwan tersenyum, lalu menyentuh tanganku. Menggenggam jari-jari tangan kananku satu persatu.
“Aku harap kamu bisa menyayangi Chika, jika tidak sebagai anakmu mungkin sebagai temanmu. Dia anak yang baik dan lembut, mungkin karena kalian belum kenal saja,” ucap Pak Ridwan. Aku mendengus, mengatur nafasku perlahan. Setelah keluar dari percobaan meluluhkan hati orang tua Reino, sekarang harus mencoba meluluhkan hati anaknya Pak Ridwan.
“Tapi kan, aku belum bilang mau jadi istri, Bapak!” gerutuku.
“Aku harap kamu mau,” balas Pak Ridwan, dia menyandarkan kepalanya di bahuku, hingga aku bisa mencium wangi aroma rambutnya.
“Jika tidak denganmu, aku tidak mau yang lain,” ucap Pak Ridwan lirih. Tangannya mengutak-atik jari-jariku.
“Kenapa harus aku? aku tidak cukup baik,” jawabku.
“Entahlah,” ujarnya.
Aku diam tak menyahut jawabannya yang absurd. Aku merasa terbawa suasana malam ini. Tangannya yang hangat menyentuh jari-jariku yang dingin, begitu juga hatiku yang dingin. Aku bisa mendengar suara hembusan nafasnya dan detak jantungnya. Aku sulit memahami, kenapa aku begitu cepat dekat dengannya. Padahal sebelumnya aku banyak mengumpat tentangnya saat bekerja.
“Aku bukan wanita baik seperti yang Bapak pikirkan,” ucapku. Pak Ridwan menegakkan tubuhnya dan menatapku.
“aku.. mungkin tidak pantas untuk menjadi ibu mereka,” imbuhku. Aku berusaha jujur dengannya.
Pak Ridwan mengangkat daguku.
“Tapi aku sangat menyukai kamu, apapun itu. Kita bisa mulai dari awal,” ucap Pak Ridwan. Tatapan mata kami saling berdekatan. Bibirnya menyentuh bibirku perlahan. Aku terbawa suasana dengan itu semua, seakan menikmati rasa cinta yang dia berikan padaku.
mana main!!!!
tarik atuh!
nanti giliran di tinggal istri baru sesak nafas.
Kau yang lebih terluka.
gak bisa diginiin:(
bunga for you nael
btw bikin Reno mati atuh Thor
Thor...bawa reoni kesini!!
gak bisa gak bisa!
apaan baru baca udah ada yang mati:>
ihh pengen cubit ginjal nya
thor cerita mu tak bisa d tebak.
kerenn bangeettt 👍👍👍