Alzahro adalah pria miskin dan hanya bekerja serabutan. Awalnya pernikahan itu terjadi karena kecelakaan kecil, ya itu Saat Genisa hendak menikah, tunangan Genisa kabur di hari pernikahannya. kebetulan Alzahro sedang lewat ia pun di tarik oleh Genisa sebagai pengganti pengantin pria.
Selama hidupnya di rumah keluarga Genisa, ia tidak pernah di anggap sebagai keluarga, melainkan seorang pembantu di rumah itu, tapi meskipun Genisa tidak mencintainya, Genisa juga tidak membencinya. Hanya Genisa yang baik padanya di rumah itu.
Berkali-kali Ibu Genisa minta Alzahro bercerai dengan Genisa, tapi Alzahro selalu menolaknya, hingga akhirnya Ibu mertuanya itu pun melakukan sesuatu padanya, memukulnya dengan kayu hingga ia sekarat.
Di saat ia sekarat, ia mendapatkan sebuah berkah, yaitu sistem yang mengubah hidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Misi cadangan
......❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️......
Setelah melaju mobil beberapa saat, Alzahro menekuk alisnya karena melihat mobil penculikan itu berhenti di sebuah gang.
"itu kan mobil..." Alzahro penasaran dengan mobil itu dan melihat secara saksama agar tidak salah mobil.
Ting
[Misi Cadangan]
[Memburu penculikan]
[Status misi sedang berlangsung]
Alzahro, dengan mata tajamnya, mengenali mobil hitam yang melaju pelan di depan mereka – mobil yang sama yang beberapa waktu lalu ia lihat menculik seorang anak di dekat sekolah.
"Ternyata benar, itu mobil penculik itu," bisik Alzahro, suaranya sedikit bergetar. Detak jantungnya berdebar kencang. Ia melirik Genisa yang duduk di sampingnya, tangannya menggenggam erat tangan Alzahro. Kecemasan terpancar jelas dari wajah kekasihnya itu.
"Sayang, kamu tunggu di mobil ya," pinta Alzahro, suaranya terdengar tegas meski di dalam hatinya rasa takut bercampur aduk. "Itu adalah mobil penculikan anak. Aku harus menyelamatkan anak-anak yang mungkin akan menjadi korban berikutnya." Ia merasakan tanggung jawab yang begitu besar, dorongan kuat untuk menghentikan kejahatan itu.
Genisa, dengan air mata yang mengancam jatuh, menggenggam tangan Alzahro lebih erat. "Kamu harus hati-hati ya," ucapnya, suaranya bergetar menahan isak. "Aku... Aku nggak mau kamu kenapa-kenapa." Kekhawatirannya begitu kentara, namun ia juga memahami tekad Alzahro.
Alzahro tersenyum, sebuah senyuman yang berusaha membuat istrinya tenang. Ia menggenggam tangan Genisa lebih erat, memberikan ketenangan.
"Percayalah padaku," katanya, suaranya terdengar lebih tenang. "Jika aku akan baik-baik saja. Jangan lupa berdoa untukku, dan segera telepon polisi, ya. Aku akan mengintai mereka." Ia berusaha meyakinkan Genisa, sekaligus memberikan instruksi yang jelas.
Genisa, dengan perasaan cemas yang dalam, melepaskan tangan Alzahro. Melihat Alzahro berjalan menjauh, menuju mobil mencurigakan yang terparkir di tepi gang yang agak masuk ke dalam itu. Ia berharap jika istrinya segera menghubungi nomor darurat polisi.
Alzahro, dengan cepat mendekati mobil hitam itu dengan hati-hati. Ia mengintip dari balik jendela, memastikan tak ada seorang pun di dalam. Mobil itu tampak kosong.
Sebuah ide nekat muncul di benaknya. Dengan hati-hati, ia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, merangkak masuk ke bawah kursi, bersembunyi. Ia menunggu kedatangan para penculik.
Bau apak dan debu memenuhi hidungnya, menambah rasa tegang yang sudah memenuhi dirinya. Ini adalah perjuangan yang mungkin sangat berbahaya, tetapi demi menyelamatkan anak-anak yang mungkin menjadi korban.
Tak lama kemudian, dua orang pria berbadan tegap, wajahnya dipenuhi dengan ketegangan, bergegas menuju mobil. Mereka membawa dua karung goni besar yang tampak berat, langkah kaki mereka terburu-buru, penuh dengan kegelisahan yang tersirat. Alzahro, yang bersembunyi di bawah kursi, menahan napas agar tidak ketahuan.
Dengan kasar, salah satu pria itu melemparkan karung-karung itu ke dalam bagasi mobil. Gerakannya cepat dan tak kenal ampun. Kemudian, pria itu membuka salah satu karung. Alzahro, dengan hati yang remuk, mendengar suara tangis kecil yang pilu dari dalam karung. Ia mengintip sedikit, melihat dua sosok mungil, dua anak perempuan berusia sekitar tiga dan lima tahun, wajah mereka penuh dengan air mata dan ketakutan. Mereka tampak ketakutan dan lemas.
"Akhirnya," desis salah satu pria itu, suaranya berat dan serak, penuh dengan kepuasan yang mengerikan. "Kita mendapat mangsa juga setelah seminggu ini berkeliaran di sini." Ia tersenyum sinis, sebuah senyuman yang membuat bulu kuduk Alzahro merinding.
Pria itu kemudian meletakkan karung berisi anak-anak itu di jok belakang, suara tangis mereka semakin jelas terdengar. Kekejaman mereka membuat Alzahro marah.
......❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️......