Keluarga Yang Tak Dirindukan

Keramaian jalanan di kota yang tak pernah tidur itu terjadi bahkan saat langit sudah sangat gelap. Meskipun sudah malam, masih saja tetap banyak kendaraan yang berlalu lalang entah untuk berkerja atau sekedar mencari angin segar. Dan diantara banyaknya kendaraan itu, ada salah satu mobil yang dikendarai seorang pemuda yang masih mengenakan seragam SMA dia sedang berhenti di lampu merah menunggu lampu hijau menyala.

Sambil menunggu, pemuda tersebut menyalakan radio mobilnya untuk menghilangkan rasa jenuh yang mengganggunya. Ya, bagi kebanyakan orang menunggu adalah hal yang sangat membosankan.

"Papa..." Ucap pemuda itu saat dia menoleh ke samping kanan dan melihat mobil yang ternyata mobil Papanya.

"Ah, pasti Papa mau pulang juga." Pikir pemuda tersebut sambil tersenyum tipis.

Saat pemuda itu hendak membuka kaca mobilnya dan memanggil Papanya dari dalam mobil, lampu hijau yang ditunggunya akhirnya menyala dan membuat dia mengurungkan niatnya, tapi ada satu hal yang membuatnya merasa penasaran.

"Kenapa Papa nggak lewat jalan pulang? Papa mau kemana jam segini?" Tanya pemuda itu kepada dirinya sendiri yang merasa heran.

Pemuda itu masih memandangi mobil yang dikendarai Papanya hingga hilang dari pandangan, sebelum dikagetkan oleh suara klakson dari kendaraan lain yang belum bisa berjalan karena terhalang oleh mobil pemuda tersebut. Pemuda itu buru-buru sadar dan melajukan mobilnya, tapi pikirannya masih dipenuhi rasa penasaran.

***

Anika sedang duduk santai di ruang bacanya sambil membaca novel, dia memang wanita yang senang membaca apalagi membaca novel yang bergenre romantis dia bahkan bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membaca novel kesukaannya. Dengan mengenakan kacamata bulatnya, Anika terlihat cantik dan muda.

Saat dia membuka ke halaman berikutnya, tiba-tiba sesuatu jatuh dari sana. Sesuatu yang terlihat sangat lusuh dan warnanya pun sudah sedikit memudar.

"Apa ini?" Anika memungut sesuatu yang jatuh itu sambil memperhatikan dengan seksama. Senyuman tipis pun terukir di bibirnya ketika mengetahui itu adalah sebuah foto lama.

"Ah ini ya, ternyata masih ada walaupun sudah lusuh." Katanya sambil memandangi foto yang kini ada ditangannya.

Foto tersebut adalah foto yang sudah bertahun-tahun lamanya, foto dimana Anika sedang hamil besar dan Rendra menirukan gaya orang yang sedang mengandung, perutnya dibuat buncit dengan di masukan sesuatu dari balik kaosnya. Mereka berpose dengan saling memunggungi dan tertawa lepas, terlihat jelas mereka sangat bahagia di foto tersebut.

"Kenapa aku tidak ingat punya foto ini, dan sejak kapan aku memasukkannya ke dalam novel ini?" Anika bertanya kepada dirinya sendiri.

Anika mengusap-usap foto tersebut, dia tersenyum tapi air matanya perlahan menetes. Dia ingat kenangan lama saat-saat dirinya merasa sebagai wanita paling beruntung bisa menikah dengan Rendra.

"Apa kamu masih ingat ini Rendra? Dimana kamu sangat menjagaku saat aku tengah hamil. Aku tidak boleh ini aku tidak boleh itu, Ah! Banyak aturan yang kamu buat sampai membuatku ingin melahirkan dengan cepat saat itu."

"Ah lihat, kamu bahkan menirukan gayaku, sampai kau niat sekali memasang balon di perutmu agar terlihat seperti orang hamil. Tidak, bukan hanya itu, kamu bahkan ikut memanjangkan rambutmu hahaha." Anika terus saja berbicara walaupun sadar dia sedang sendirian dan tak ada yang mendengarkannya di ruangan itu.

"Apa kita bisa seperti ini lagi? Walaupun aku ini sudah tua, tapi jangan berpikir aku nggak bisa hamil lagi, justru di usiaku yang sekarang aku bisa mengandung dua sampai tiga bayi sekaligus." Lagi-lagi Anika berbicara sendirian. Dia berbicara dengan menangis dan tertawa secara bersamaan.

"Ah tapi rasanya tidak mungkin ya... Walaupun aku bisa hamil lagi, tapi momen seperti ini tidak bisa di ulang kembali kamu kan sudah berubah dan tidak lagi mencintaiku." Bibirnya bergetar saat mengucapkan kalimat itu, dia mulai menangis sesenggukan.

Anika menangis keras saat sadar dirinya sudah tidak lagi diharapkan sudah tidak lagi mendapatkan tempat di hati Rendra, yang lebih parah bahkan keberadaannya sudah tak dianggap lagi oleh Rendra. Anika terus menangis diatas meja, saat tangisannya mulai mereda dia dikagetkan oleh sebuah suara seseorang.

"Ma... Mama kenapa?" Ya, itu adalah suara Kaisar yang tiba-tiba sudah berada di ruang baca.

Mendengar pertanyaan anaknya, Anika refleks menghapus air mata lalu mendongakkan kepala dan melihat ke arah Kaisar, "Ya ampun! Kalo mau masuk itu ketuk pintu dulu nak, Mama kaget tau."

"Mama berarti yang gak denger, tadi Kai udah salam tapi gak ada yang jawab, Kai panggil-panggil Mama tapi gak nyaut juga. Lihat pintu ruangan ini kebuka ya Kai kesini aja udah ketuk pintu lho tadi Kai Ma."

Mendengar putranya berbicara terus membuat Anika tersenyum dan melupakan kesedihannya. Dia mengelus tangan anaknya kemudian berkata, "Baru pulang sayang? Pasti tadi gak langsung ngerjain tugas ya main dulu nih pasti."

Kenapa setiap kita melakukan kesalahan, pertanyaan orang tua selalu tepat sasaran. Rasanya seperti mereka memasang cctv di tubuh kita, sehingga mereka tau apa yang kita lakukan.

"Hehe, main bentar kok Ma." Jawab Kaisar sambil mengusap bagian belakang lehernya.

"Eh, mata Mama kenapa sembab gitu? Mama nangis? Kenapa Ma, Mama nangis kenapa siapa yang udah nyakitin Mama?" Lanjut Kaisar dengan melemparkan beberapa pertanyaan ke arah Anika, kedua tangannya memegang kedua tangan Anika.

Anika tersenyum mendengar pertanyaan Kaisar sebelum menunjukkan foto di atas meja dan berkata, "Mama nangis karena ini sayang, Mama teringat masa-masa bahagia dulu jadi Mama nangis terharu aja, bersyukur rumah tangga kita sudah bertahan sejauh ini."

"Beneran? Mama nggak lagi bohong kan?"

"Bener sayang, Mama nggak bohong, buat apa bohong? Lagian siapa sih yang berani nyakitin Mama, kalo ada kamu yang berani ini." Jawab Anika dengan sedikit candaan.

"Ah Mama... Kai kira kenapa." Kaisar berkata sambil memeluk erat Mamanya, pelukan hangat yang mampu menenangkan hati Anika.

"Papa belum pulang ya Ma?" Lanjut Kaisar yang masih belum melepaskan pelukannya.

"Belum nak, Papa lembur mungkin pulangnya ntar malam kalo nggak ya besok, kenapa?" Jawab Anika

"Nggak kenapa-kenapa si Ma, tadi di jalan Kaisar kayak liat mobil Papa."

"Hm? Dimana sayang?"

"Tadi di lampu merah sana tapi Papa..." Kaisar mengentikan kalimatnya seperti ragu ingin memberitahu Mamanya.

"Tapi kenapa sayang?" Tanya Anika penasaran sambil melirik ke arah Kaisar.

"Enggak deng Ma, mungkin Kai yang salah liat hehe." Jawab Kaisar sambil melepaskan pelukannya.

"Yaudah Ma, Kaisar ke kamar dulu ya mau mandi habis itu langsung tidur. Rasanya badan pegel semua ini." Lanjut Kaisar dengan merenggangkan seluruh badannya.

"Iya, mandinya pake air anget jangan dingin ya nanti masuk angin lagi." Anika mengingatkan dengan lembut kepada Kaisar.

"Siap bos!" Jawab Kaisar yang langsung pergi ke kamarnya.

Bersambung...

Jangan lupa klik like dan favorit ya 🐣🐣🐣