Seorang gadis yang menikah dengan seorang Ustadz paling populer di pesantren nya, Dia begitu tidak menyukai dengan pernikahnya itu di karenakan ia masih belum ingin membina rumah tangga, dialah Siti Maura Mubarokah, yang lebih akrab di sapa Sima, singakatan dari Siti Maura.
Akan kah dia bisa ikhlas menjalani dan menerima pernikahanya, atau kah dia memilih mangakhiri saja hubungan pernikahan nya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shuci Icuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amplop
"Perkenalkan, nama saya Bejo, saya Dosen pengganti Ustadz Ali, kita langsung saja mulai materinya." Bejo membuat semua Mahasiswa perempuan tersenyum senyum sendiri.
Sementara yang laki laki berceletuk.
"Bejo boentang toejoe," ucap salah satu mahasiswa laki laki membuat gaduh yang lain.
"kayak jamu tuh," ucap yang lain.
Tetapi hanya sesama mahasisiwa laki laki saja yang ikut tertawa dan mereka malah mendapat tatapan tajam dari mahasiswa perempuan.
Kelas yang di dominasi perempuan itu tentunya membuat mahasiswa laki laki kalah jumlah, dan memilih diam kemudian.
"Baiklah, silahkan mencoba latihan soal halaman tiga puluh tujuh, dalam modul satu." Perintah Bejo yang mengabaikan kebisingan Kelas yang sudah mulai reda.
Seketika semua nya langsung membuka modulnya masing masing.
Ketepatan saat itu Maura tidak membawa modulnya karena lupa, tiba tiba saja Bejo meletakkan modul miliknya di atas meja Maura.
Tentu saja Maura kaget akan hal itu sampai ia memelototi modul yang sudah berada di atas mejanya.
Ditolehkannya wajahnya memandang Bejo, yang kini berekspresi datar, "saya tau kamu tdak membawa modul, buka dan kerjakan," ucap Bejo dengan ekpresi datarnya.
"Terima kamsih pak," ucap Maura yang kemudian menunduk. Dan kemudian membuka modul tersebut.
Betepa terkejunya ia ketika menemukan amplop putih berukuran sedang, bernamakan dirinya.
Maura menoleh lagi pada Bejo dan Bejo pun tengah memandang dirinya.
"Sepuluh menit lagi lembar kerjanya di kumpulkan ke depan saya ingin tau seberapa kemampuan kalian," ucap Bejo dengan lantang kemudian melangkahkan kakinya menuju meja miliknya.
"Apa apaan dia, kasih amplop begini, surat kah ini, duh hidup jaman apa sih dia, masih pakai surat, telpon kek." Batin Maura yang menggerutu pada Bejo.
"Eh kami kan belum bertukar nomor ponsel, gimana dia mau menghubungi ku. Ck kamu ini Ra, kenapa lupa sih." Lanjut Maura dalam hati.
tidak mau memikirkannya Maura langsung memasukkan amplop itu ke dalam sakunya, dan akan ia buka nanti waktu di kamar mandi. Lalu mengerjakan soal yang Bejo tugaskan tadi.
Bejo yang diam diam memperhatikannya sedari tadi, tersenyum di dalam hatinya, mendapati Maura memasukkan amplop pemberiannya ke dalam sakunya.
Bejo memang kelupaan, memberikan sesuatu yang seharusnya dari seusai menikah ia berikan pada Maura, tetapi masalah yang tiba tiba datang membuatnya lupa.
Kelas berjalan dengan lancar, semua mahasiswa pun mulai tertip dan mendengarkan semua penjelasan Bejo yang menurut mereka mudah di pahami dan kelas pun usai.
Amel dan Nada pun langsung mengambil modul Bejo yang ada di meja Maura untuk mengembalikannya.
Maura hanya terbengong saja, melihat kedua temannya itu berebut modul milik suaminya.
Dengan muka garang, maura mengambil modul tersebut, takut kalau buku tersebut sobek di buat tarik tarikan dua temannya.
Bejo pun yang tengah menunggu modulnya pun ikut terbengong.
"Kalian ini, gak malu dialatin sama yang punya Modul." tatap Maura tajam pada Nada dan Amel bergantian.
"Ini, Pak terimakasih sudah meminjamkannya pada saya," ucap Maura tanpa senyum.
"Sama sama." Bejo hendak melangkah pergi tetapi terhenti dengan panggilan Nada dan Amel yang berbarenagn itu.
"Tunggu Ustadz,"
"Iya, ada apa?" tanya Bejo heran.
"Em, perkenalkan saya Nada,"
"Saya Amel Ustadz,"
Bejo menatap ke tiganya bingung.
"Em dan dia, Maura teman kita, yang penasaran sama Ustadz loh," ucap Nada.
Maura langsung membekap mulut Nada tetapi ia tidak bisa melakukannya pada Amel.
"Penasaran kenapa?" tanya Bejo yang juga penasaran.
"Kita kan murid ngaji Ustadz, tapi Maura ini gak pernah ikut pengajiannya Ustadz karena banyak kegiatan yang mengahalangi makanya dia penasaran dengan wajah Ustad Yang ganteng." Terang Amel yang membuat Maura melotot dengan menggelengkan kepalanya.
" Kampret nih dua teman laknat, bisa bisanya dia ngomong begitu sama dia, dia pasti merasa GR tuh nanti, aih..." Batin Maura kesal.
"Oh, saya rasa itu sudah tidak membuat penasaran lagi, kalau tidak ada yang penting saya pergi." Uangkap Bejo dengan ekspresi datarnya.
Tetapi saat membalikkan badanya bibirnya menyunggingkan senyuman, merasa senang mengetahui hal baru.
"Jadi selama ini dia penasaran dengan ku, pantas saja dia bilang gak pernah ikut pengajian ku, jawabanya waktu itu tidak bohong ternyata." Batin Bejo yang melangkah dengan hati yang senang.
Sementara itu Maura masih saja mendiam kan kedua temannya yang membocorkan rasa penasarannya pada Bejo. Padahalkan dia udah gak penasaran lagi, lah wong Bejo sudah jadi suaminya.
"Sudah dong Ra, jangn marah lagi kita kan cuma mau ngenalin dia sama kamu, kamu kan gak pernah lihat dan merasa penasara kan makanya kita lakukan hal tadi, siapa tahu kamu jodoh juga sama ustadz Bejo." Terang Amel.
"Aku emang da jodoh sama dia Mel, kan aku dah nikah sama dia," jawab Maura dalam hatinya. Mana mungkin Maura berani mengatakanya secara lantang bisa bisa Maura terkena bulian se asrama putri.
"Udah, aku gak mau tau, aku masih marah sama kalian, awas minggir aku mau ke kamar mandi." Maura mendorong ke dua temannya itu minggir, hingga Maura bisa bebas melewatinya.
Nada dan Amel langsung masuk kedalam kamar sepeninggal Maura, untuk meletakkan tas dan buju kuliahnya.
Sementar itu Maura tengah membuka amplop yang di beri oleh Bejo tadi.
Maura menutup mulutnya saat melihat apa yang ada di dalamnya, sebenarnya Maura sudah mengira jika isinya adalah uang tetapi ia tidak mengira jika ada ATMnya juga di dalam sekaligus pinnya dan juga surat.
Maura mulai membaca pesan singkat yang tertulis disana.
"Maaf saya lupa untuk memberikan ini secara langsung ke kamu, seharusnya sebelum kamu pergi ke asrama aku memberikanya, ini nafkah pertama yang aku berikan padamu, karen kamu tidak mau orang oarang mengetahui pernikahan kita, aku bawakan ATM agar aku mudah untuk memberimu uang nafkah, tanpa membuatmu kesuliatan untuk menemui ku, di dalamnya hanya ada sisa satu juta saja.
Maaf nafkah pertama hanya dua juta jika kurang kamu bisa menelpon ke nomor ini, jangan sungkan karena aku adalah suami mu, yang bertanggung jawab atas dirimu."
"Gila dia sekaya apa kasih aku nafkah dua juta, cash lagi, di tambah satu juta di dalam kartu ini berarti tiga juta, wah bisa buat jajan berbulan bulan dong," Gumam Maura sebelum melanjutkan membaca suaratnya.
"Oh ya, kamu tidak perlu memikirkan masalah uang kuliah dan makan pesatren, semuanya aku yang akan membayarnya, jadi uang itu kamu simpan untuk dirimu sendiri, dariku Bejo suami mu."
"Apa Ummi sudah menarik semua biaya kuliah dan pesantren ku yang di berikan Abah," gumam Maura masam.
"Ya, sudahlah, tidak papa, mungkin Ummi juga sudah memikirkan semuanya, karena aku sudah bersuami aku harus menjadi lebih mandiri.
Aku tidak boleh boros, uang ini lebih baik aku simpan, dan aku gunakan seperlunya saja,
Ternyata enak juga punya suami, gak minta di kasih, pengertian juga dia, tapi ngomong ngomong dapat uang dari mana dia sebanyak ini." Pikir Maura yang mulai menerka nerka.