NovelToon NovelToon
Earth Executioner

Earth Executioner

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Perperangan / Hari Kiamat
Popularitas:548
Nilai: 5
Nama Author: Aziraa

'Ketika dunia menolak keberadaannya, Bumi sendiri memilih dia sebagai kaki tangannya'

---

Raka Adiputra hanyalah remaja yatim piatu yang lahir di tengah kerasnya jalanan Jakarta. Dihantam kemiskinan, ditelan ketidakadilan, dan diludahi oleh sistem yang rusak-hidupnya adalah potret kegagalan manusia.

Hingga suatu hari, petir menyambar tubuhnya dan suara purba dari inti bumi berbicara:
"Manusia telah menjadi parasit. Bersihkan mereka."

Dari anak jalanan yang tak dianggap, Raka berubah menjadi senjata kehancuran yang tak bisa dihentikan-algojo yang ditunjuk oleh planet itu sendiri untuk mengakhiri umat manusia.

Kini, kota demi kota menjadi medan perang. Tapi ini bukan tentang balas dendam semata. Ini tentang keadilan bagi planet yang telah mereka rusak.

Apakah Raka benar-benar pahlawan... atau awal dari akhir dunia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aziraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 10: Gelombang Kehancuran - Menelan Nusantara

Di ketinggian tiga puluh ribu meter di atas permukaan laut, Raka melayang dalam keheningan stratosfer yang dingin dan sunyi. Dari posisi ini, seperti dewa yang menatap rendah pada ciptaan yang akan dihancurkannya, seluruh kepulauan Nusantara terbentang di bawahnya-tujuh belas ribu pulau yang menjadi rumah bagi ratusan juta jiwa. Jakarta, yang telah menjadi kuburan raksasa dalam bencana awalnya, hanyalah permulaan dari penghakiman yang akan ia jatuhkan.

Mata yang dulunya manusiawi kini berkilat dengan energi primordial, memandang tanah kelahirannya bukan dengan nostalgia, melainkan dengan kemarahan yang telah mengkristal menjadi keadilan kosmik. Eva melayang di sampingnya, sosoknya yang anggun terbungkus aura keabadian. Angin stratosfer yang mampu membekukan darah manusia hanya menggerakkan rambutnya dengan lembut, seolah alam sendiri tunduk pada kehadirannya.

"Jakarta hanyalah titik pertama, Raka," bisik Eva, suaranya mengalir langsung ke pikiran tanpa perlu diucapkan keras. "Lihatlah seluruh bangsa yang telah melahirkanmu, yang kemudian menolakmu. Mereka semua telah memilih jalan kehancuran dengan tindakan mereka sendiri."

Raka mengangguk pelan, merasakan bisikan Bumi yang semakin keras di benaknya. Bukan hanya ibukota yang menjerit meminta pembalasan-seluruh nusantara ini telah menjadi parasit yang menggerogoti tubuh planet. Dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote, manusia telah mengubah keindahan alam menjadi luka yang bernanah.

"Mereka menghancurkan hutan-hutan Sumatera untuk perkebunan sawit," gumam Raka, mata terawat pada pulau besar di sebelah barat. "Mereka mencemari sungai-sungai Kalimantan dengan limbah tambang emas dan batubara. Mereka meracuni laut dengan sampah plastik dan limbah industri. Mereka membakar lahan gambut Papua untuk keserakahan sesaat."

Setiap kata yang diucapkannya bergetar dengan kemarahan yang telah tersimpan selama bertahun-tahun. Namun yang paling menyakitkan bukan hanya kerusakan lingkungan-melainkan bagaimana mereka menolaknya ketika ia mencoba menjadi bagian dari masyarakat. Wajah-wajah jijik di kantor kelurahan, tawa mengejek para remaja kaya, pandangan merendahkan dari Hendra Sutrisno dan sejenisnya. Kepedihan itu kini berubah menjadi kekuatan yang akan membentuk ulang geografi Asia Tenggara.

"Dan yang paling tidak bisa dimaafkan," Eva menambahkan dengan senyum dingin, "mereka menolakmu ketika kau mencoba menjadi bagian dari mereka. Kau, yang akan menjadi penyelamat mereka, justru mereka singkirkan seperti sampah. Sekarang, seluruh bangsa ini akan membayar hutang mereka pada Bumi."

Raka mengangkat kedua tangannya ke langit, energi primordial mengalir dari dalam tubuhnya. Bukan hanya kekuatan manusia super, melainkan kehendak Bumi itu sendiri yang termanifestasi. Di bawahnya, seluruh kepulauan Indonesia mulai bergetar, seolah planet ini sendiri bergidik menahan amarah yang akan dilepaskan.

--- Nusantara dalam Neraka

**Sumatera: Cincin Api yang Terbangun**

Gemuruh pertama datang dari Sumatera. Patahan Sumatera yang membentang sepanjang pulau tiba-tiba bergeser dengan kekuatan magnitude 9.5-gempa yang membuat tragedi Aceh 2004 tampak seperti getaran kecil. Namun gempa hanyalah pembuka. Gunung berapi yang telah tertidur selama berabad-abad mulai terbangun secara bersamaan.

Kerinci, Sinabung, Marapi, Krakatau, dan puluhan gunung api lainnya memuntahkan lahar panas dengan kekuatan yang belum pernah tercatat dalam sejarah vulkanologi. Bukan erupsi biasa-ini adalah ledakan yang mengoyak bumi, mengirimkan pilar abu dan gas beracun hingga ke atmosfer, menciptakan awan hitam yang menutupi seluruh pulau.

Medan, kota terbesar ketiga Indonesia, tenggelam dalam hujan abu setebal dua meter. Napas penduduknya tercekat, mata mereka perih, dan langit berubah menjadi kegelapan abadi. Lalu datang lahar-sungai api cair yang mengalir dengan kecepatan kereta api, menelan perkebunan sawit yang dulunya hijau, kompleks-kompleks mewah di Batam, dan desa-desa nelayan di pesisir tanpa pandang bulu.

Banda Aceh, yang telah bangkit dari kehancuran tsunami 2004, kini menghadapi malapetaka yang jauh lebih dahsyat. Gempa berkekuatan 9.5 membelah kota menjadi dua, dan ketika lautan Hindia bergolak, tsunami setinggi seratus lima puluh meter-tiga kali lipat lebih besar dari tahun 2004-melesat ke arah Selat Malaka dengan kecepatan jet tempur.

**Jawa: Jantung yang Meledak**

Pulau Jawa, yang menampung hampir separuh populasi Indonesia, merasakan murka yang paling dahsyat. Gunung Merapi, Kelud, Bromo, Semeru, dan Krakatau meletus secara bersamaan, menciptakan fenomena yang tak pernah terjadi dalam sejarah geologi-erupsi simultan yang mengubah langit menjadi kubah api.

Jakarta, yang telah menjadi reruntuhan dari serangan awal Raka, kini tenggelam sepenuhnya ketika tanah di bawahnya ambles dalam fenomena subsidensi massal. Air laut yang naik karena pergeseran tektonik menggenang permanen, menciptakan danau asin di tempat yang dulunya adalah jantung ekonomi Indonesia.

Sesar Lembang yang membentang di bawah Bandung tiba-tiba terbuka seperti mulut raksasa. Kota kembang itu terbelah dua, bangunan-bangunan pencakar langit roboh ke dalam jurang yang baru terbentuk. Universitas-universitas terkemuka, pusat-pusat perbelanjaan mewah, dan kompleks perumahan elit-semuanya tertelan dalam sekejap.

Surabaya, yang telah berjuang melawan banjir rob selama bertahun-tahun, kini benar-benar menyerah pada lautan. Tsunami dari letusan Krakatau yang diperparah mencapai kota ini bersamaan dengan naiknya permukaan laut akibat pergeseran tektonik massal. Pelabuhan Tanjung Perak, jantung ekonomi Jawa Timur, tenggelam bersama ribuan kontainer dan kapal tanker raksasa.

**Kalimantan: Rawa Maut**

Di Kalimantan, pergeseran lempeng tektonik memicu fenomena yang mengerikan. Lahan gambut yang telah dieksploitasi selama puluhan tahun tiba-tiba terbenam, menciptakan danau asam raksasa yang melepaskan gas beracun ke atmosfer. Pontianak, Banjarmasin, dan Balikpapan-kota-kota yang hidup dari eksploitasi hutan dan tambang-kini tenggelam dalam lumpur beracun yang naik dari perut bumi.

Sungai Kapuas, Mahakam, dan Barito berbalik arah alirannya karena perubahan topografi yang drastis. Air sungai yang dahulu menjadi sumber kehidupan kini membawa racun dari tambang-tambang batubara dan emas yang pecah, mencemari tanah dan meracuni segala yang hidup. Kebakaran hutan yang selama ini menjadi masalah tahunan kini berubah menjadi inferno yang tak terkendali, mengirimkan asap beracun ke seluruh Asia Tenggara.

**Sulawesi: Badai Spiral Kematian**

Sulawesi, dengan bentuknya yang unik seperti anggrek, menjadi pusat siklon tropis yang terbentuk secara supernatural. Makassar dihantam angin kencang berkecepatan empat ratus kilometer per jam-kecepatan yang tidak pernah tercatat dalam sejarah meteorologi. Bangunan-bangunan modern yang dibanggakan pemerintah daerah roboh seperti rumah kartu.

Palu, yang pernah mengalami gempa dan tsunami pada 2018, kini benar-benar terhapus dari peta. Fenomena likuifaksi terjadi dalam skala yang tak terbayangkan-seluruh kota berubah menjadi lumpur cair yang bergelombang seperti lautan, menelan segala yang pernah ada dalam hitungan menit.

**Papua: Pegunungan yang Runtuh**

Di Papua, Pegunungan Jayawijaya yang telah berdiri megah selama jutaan tahun mulai runtuh. Puncak Jaya, atap Indonesia, retak dan ambles dalam gempa berkekuatan 8.8. Longsor massal terjadi di mana-mana, menimbun tambang-tambang emas Freeport yang telah mengoyak bumi Papua selama puluhan tahun dengan batuan dan lumpur setebal ratusan meter.

Jayapura, satu-satunya kota besar di Papua, tenggelam ketika Danau Sentani meluap akibat pergeseran geologis yang dahsyat. Suku-suku pedalaman yang selama ini hidup harmonis dengan alam, yang tidak pernah berbuat salah pada Bumi, ikut menjadi korban dalam penghakiman massal ini. Di mata Raka, ini adalah pengorbanan yang diperlukan untuk pembersihan total.

--- Dampak Regional: Kepanikan Menyebar ke Tetangga

Dari ketinggian strategis, Raka menyaksikan gelombang kehancuran merambat ke negara-negara tetangga. Ini bukan lagi bencana nasional-ini adalah kataklisme regional yang akan mengubah peta Asia Tenggara selamanya.

**Malaysia dan Singapura: Dalam Cengkeraman Tsunami**

Gelombang raksasa dari Selat Malaka menghantam pantai barat Malaysia dengan kekuatan yang menghancurkan segalanya. Kuala Lumpur, yang berjarak ratusan kilometer dari pantai, merasakan getaran gempa berkekuatan 7.5 yang berasal dari Sumatera. Petronas Tower, kebanggaan Malaysia, bergoyang hebat dan retak di beberapa bagian.

Namun yang lebih mengerikan adalah tsunami. Gelombang setinggi lima puluh meter menerobos masuk melalui Selat Malaka, menghantam Penang, Ipoh, dan akhirnya mencapai Kuala Lumpur melalui aliran sungai yang terbalik. Johor Bahru tenggelam sepenuhnya, menciptakan selat baru antara Malaysia dan Singapura.

Di Singapura, Marina Bay Sands yang ikonik bergoyang hebat ketika gelombang tsunami memasuki pelabuhan. Changi Airport, salah satu bandar udara tersibuk di dunia, terendam sepenuhnya ketika air laut naik lima meter di atas permukaan normal. Kapal-kapal tanker raksasa terdampar di tengah kota, menciptakan pemandangan apokaliptik yang akan terekam dalam sejarah.

**Filipina: Gempa Berantai**

Kepulauan Filipina merasakan gempa susulan dengan magnitude 8.5 yang berasal dari pergeseran tektonik Indonesia. Manila Bay mengalami tsunami kecil, namun cukup untuk membanjiri kawasan-kawasan kumuh di sekitar pelabuhan. Pulau Mindanao, yang berbatasan langsung dengan Indonesia, merasakan dampak paling parah.

Davao mengalami kerusakan masif akibat gempa berkekuatan 8.2 dan tanah longsor yang dipicu oleh getaran berkelanjutan. Gunung berapi aktif di Filipina-Mayon, Taal, dan Pinatubo-menunjukkan tanda-tanda aktivitas yang meningkat, seolah terjangkit oleh kehancuran yang terjadi di Indonesia.

**Australia Utara: Debu dan Getaran**

Darwin merasakan gempa berkekuatan 7.2, yang cukup untuk meruntuhkan bangugan-bangunan tua dan merusak infrastruktur pelabuhan. Yang lebih mengkhawatirkan adalah awan abu vulkanik dari letusan massal gunung berapi Indonesia yang bergerak ke selatan.

Awan abu setebal kilometer menutupi langit Australia Utara selama berhari-hari, menggelapkan matahari dan membuat udara menjadi tidak layak untuk dihirup. Partikel abu yang halus meracuni udara, memaksa ribuan warga untuk mengungsi ke selatan sambil mengenakan masker dan alat pelindung diri.

---

Dari kejauhan kosmik, Raka menyaksikan ciptaannya dengan kepuasan yang dingin namun mendalam. Indonesia-negara kepulauan terbesar di dunia, yang pernah menolaknya, yang pernah membuatnya merasakan keputusasaan terdalam-kini tidak lebih dari kumpulan pulau-pulau yang terbakar, tenggelam, dan terselubung abu vulkanik.

Hampir tiga ratus juta jiwa, yang pernah hidup dalam hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari, kini hanya menjadi statistik dalam penghakiman universal. Mereka yang dulunya mengabaikan lingkungan, yang menertawakan kemiskinan, yang memilih keserakahan daripada keberlanjutan-semuanya kini menghadapi konsekuensi pilihan mereka.

"Mereka memilih untuk merusak," bisik Raka, suaranya bergema di stratosfer yang sepi. "Mereka memilih untuk serakah. Mereka memilih untuk tidak peduli pada planet yang memberi mereka kehidupan. Sekarang mereka merasakan akibatnya."

Eva melayang lebih dekat, matanya berkilat dengan kekaguman dan kepuasan. "Indah sekali, Raka. Kau telah menunjukkan kepada dunia bahwa ada konsekuensi nyata untuk setiap tindakan destruktif. Bumi tidak akan selamanya diam dan menerima penyiksaan."

Bisikan planet ini semakin keras di benak Raka-nyanyian kemenangan yang bergema dari setiap kehancuran, dari setiap gelombang tsunami, dari setiap semburan lahar, dari setiap getaran gempa. *Bagus. Bersihkan lebih banyak. Mereka semua harus membayar. Bebaskan aku dari parasit-parasit ini.*

--- Dunia dalam Kepanikan Total

Ketika berita kehancuran Indonesia dan dampaknya pada negara tetangga mulai menyebar, dunia terguncang dalam kepanikan yang tak terbayangkan. Ini bukan lagi bencana lokal yang bisa diabaikan atau ditangani dengan bantuan kemanusiaan biasa-ini adalah ancaman eksistensial terhadap peradaban manusia.

Di CNN International, Anderson Cooper berusaha menjaga komposur profesionalnya, namun suaranya bergetar ketika melaporkan: "Kami menerima konfirmasi yang mengerikan... seluruh Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan hampir tiga ratus juta penduduk, telah lenyap dari peta dalam hitungan jam. Malaysia, Singapura, Filipina, dan Australia Utara mengalami kerusakan masif akibat dampak regional. Ini adalah bencana terbesar dalam sejarah manusia."

Layar di belakangnya menampilkan citra satelit yang membuat penonton di seluruh dunia terdiam-kepulauan Indonesia yang dulunya hijau dan biru kini berubah menjadi massa abu abu dan api kemerahan.

Di Pentagon, jenderal-jenderal senior Amerika berkumpul dalam keadaan panik total. "Ini bukan bencana alam," tegas seorang ahli geologi militer dengan suara bergetar. "Tidak ada fenomena alami yang bisa menyebabkan erupsi vulkanik simultan di seluruh kepulauan, ditambah gempa massal, tsunami, dan badai dalam pola yang begitu terkoordinasi."

"Jadi apa ini?" tanya Menteri Pertahanan dengan wajah pucat.

"Ini adalah senjata, sir. Senjata yang kekuatannya melebihi seluruh arsenal nuklir kita. Siapa pun yang memilikinya... mereka bisa menghancurkan peradaban."

Di Beijing, Politbiro Tiongkok menggelar rapat darurat tertutup yang berlangsung sepanjang malam. Keruntuhan Lin Wei belum terlupakan, dan kini mereka menghadapi ancaman yang jauh lebih nyata dan terukur. "Jika kekuatan ini bisa menghancurkan Indonesia-negara kepulauan dengan ratusan juta penduduk-dalam hitungan jam, mereka juga bisa menghancurkan kita," kata seorang jenderal dengan wajah pucat dan berkeringat dingin.

Di London, Perdana Menteri Inggris memimpin rapat kabinet darurat yang berlangsung dalam suasana mencekam. "Bursa saham global telah anjlok tujuh puluh persen. Jalur perdagangan Asia-Pasifik lumpuh total. Pasokan minyak dari Indonesia terputus sepenuhnya. Jika ini terus berlanjut, ekonomi dunia akan kolaps dalam hitungan hari, bukan bulan."

Di Moscow, Kremlin diselubungi paranoid yang luar biasa. "Apakah ini serangan Amerika? Teknologi Tiongkok? Atau sesuatu yang lebih mengerikan?" Para ahli intelijen Rusia bertanya-tanya dengan frustasi yang mencapai puncak. Satu hal yang mereka yakini: ada dalang di balik semua ini, dan mereka harus ditemukan sebelum giliran Rusia tiba.

---

Eva menatap Raka dengan senyum yang menawan namun mengerikan, matanya berkilat dengan antisipasi. "Dunia telah melihat kekuatanmu, Raka. Mereka tahu bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari pemahaman mereka. Mereka merasakan ketakutan yang sesungguhnya. Sekarang saatnya untuk melanjutkan pembersihan ke skala yang lebih besar."

Raka mengangguk, merasakan energi planet yang mengalir dalam darahnya seperti lava panas. Indonesia hanyalah permulaan-sebuah demonstrasi kekuatan untuk membangunkan dunia dari ketidakpedulian mereka. Masih ada benua-benua lain yang harus dibersihkan, miliaran parasit lain yang harus dimusnahkan agar Bumi bisa kembali ke keseimbangan alaminya.

"Kemana selanjutnya?" tanya Raka, suaranya beresonansi dengan kekuatan yang baru saja dilepaskannya.

Eva menunjuk ke arah barat, ke arah cahaya-cahaya yang berkedip di kejauhan-benua tua yang telah mengeksploitasi dunia selama berabad-abad. "Eropa. Mereka yang memulai era kolonialisme dan eksploitasi global. Mereka akan menjadi pelajaran berikutnya bagi umat manusia tentang apa artinya bertanggung jawab atas tindakan mereka."

Ketika mereka mulai bergerak melintasi atmosfer dengan kecepatan yang melampaui jet tempur tercepat, meninggalkan kepulauan Indonesia yang kini tenggelam dalam api, abu, dan air, Raka merasakan perubahan fundamental dalam dirinya. Ia bukan lagi manusia yang pernah mencari tempat di dunia ini. Ia adalah instrumen penghakiman planet, pembawa keadilan kosmik yang akan memastikan keseimbangan dikembalikan pada tempatnya.

Di belakang mereka, asap dari ribuan kebakaran dan letusan gunung berapi membentuk awan hitam yang menutupi seluruh Asia Tenggara. Matahari terbenam dengan warna merah darah, seolah langit sendiri berkabung atas kehancuran yang telah terjadi-atau mungkin merayakan dimulainya era pembersihan.

Namun bagi Raka, ini bukanlah akhir yang menyedihkan. Ini adalah awal dari era baru-era dimana Bumi akan mengambil kembali haknya dari para parasit yang telah menggerogotinya terlalu lama. Gelombang kehancuran global baru saja dimulai, dan tidak ada kekuatan di Bumi yang bisa menghentikannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!