Davina memergoki pacarnya bercinta dengan sahabatnya. Untuk membalas dendam, Davina sengaja berpakaian seksi dan pergi ke bar. Di sana dia bertemu dengan seorang Om tampan dan memintanya berpura-pura menjadi pacar barunya.
Awalnya Davina mengira tidak akan bertemu lagi dengan Om tersebut, tidak sangka dia malah menjadi pamannya!
Saat Davina menyadari hal ini, keduanya ternyata sudah saling jatuh cinta.Namun, Dave tidak pernah mau mengakui Davina sebagai pacarnya.
Hingga suatu hari Davina melihat seorang wanita cantik turun dari mobil Dave, dan fakta mengejutkan terkuak ternyata Dave sudah memiliki tunangan!
Jadi, selama ini Dave sengaja membohongi Davina atau ada hal lain yang disembunyikannya?
Davina dan Dave akhirnya membangun rumah tangga, tetapi beberapa hari setelah menikah, ayahnya menyuruh Davina untuk bercerai. Dia lebih memilih putrinya menjadi janda dari pada harus menjadi istri Dave?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Davina Pov
Dalam keadaan jantung yang masih berdetak kencang, aku turun dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk memakai dress ku dan membersihkan diri.
Aku masih saja membayangkan bagaimana Om Dave melepaskan dress ku. Benarkah dia tak tertarik sedikitpun dengan tubuh seksi ini.?
Entah kenapa aku yakin kalau Om Dave sebenarnya tertarik, namun tak mau mengakuinya.
Sebagai laki-laki, mana mungkin Om Dave biasa saja melihat tubuhku yang hampir telanjang bulat ini.? Bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Sedangkan Arga saja tak tahan untuk menyentuh tubuhku, walaupun aku tak pernah memperlihatkan sedikitpun bagian dalam tubuhku.
Apa Om Dave tak tertarik dengan wanita.?
Aku mulai bertanya-tanya. Tapi bagaimana bisa laki-laki setampan Om Dave tak tertarik pada wanita.?
Lalu untuk apa malam itu Om Dave memesan kamar dengan 3 tiga wanita di dalamnya.?
Kalau memang Om Dave tak tertarik dengan wanita, rasanya tak mungkin Om Dave akan memanggil 3 wanita sekaligus untuk menemaninya.
Ahh,, peduli apa tentang hal itu. Aku akan tetap mencari cara untuk membuat Om Dave tertarik padaku. Akan ku buat Om Dave jatuh cinta padaku. Aku harus memilikinya untuk membuktikan pada Bianca dan Arga bahwa aku bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih sempurna.
Keluar dari kamar, aku segera mencari keberadaan Om Dave.
Aku baru saja mengecek ponselku yang tergeletak di atas meja. Rupanya semalam Om Dave mengirimkan pesan pada Papa menggunakan ponselku. Mengatakan pada Papa kalau aku tak pulang karna menginap di rumah temanku.
Sudut bibirku mengembang sempurna, aku tersenyum lebar melihat Om yang tengah duduk di balkon dengan sebatang rokok di tangannya.
"Pagi Om,,," Sapa ku ramah. Peduli apa dengan kejadian tadi malam, aku tak mau memikirkannya karna hanya akan membuatmu malu.
Tanpa di suruh, aku langsung duduk di samping Om Dave. Dia sedang asik menghisap rokok di tangannya, hanya melirik tajam ke arahku.
"Cepat pulang.! Jangan buat saya emosi lagi." Usir Om Dave ketus.
Laki-laki dewasa ini benar-benar menjengkelkan, kenapa dia bersikap dingin begitu dengan wanita secantik dan selucu diriku.
"Maaf Om,, aku nggak ada niatan buat Om Dave kesal sama aku." Ku buat suaraku sedikit merengek manja.
"Aku benar-benar minta maaf kalau udah buat Om Dave kesal."
"Aku janji nggak akan buat ulah lagi." Ku dekatkan wajahku padanya, lalu memamerkan senyum manis padanya.
"Pleaseee,,, maafin aku ya Om." Aku mengatupkan kedua tangan di depan wajah sembari menatap memelas.
"Om Dave yang tampan dan baik hati, mau kan maafin calon keponakannya.?" Bujukku lagi. Aku terus menatap lekat wajahnya, namun Om tak bergeming sedikitpun. Dia hanya memasang wajah masam.
"Ck.!!" Om Dave berdecak kesal.
"Jangan harap saya mau mengakui kamu sebagai keponakan walaupun Kakak saya menikah dengan Papamu.!" Ketusnya.
"Iiihh,,, jahat banget sih Om.!" Ku pukul pelan lengannya.
"Farrel aja mau terima aku sebagai adiknya, masa Om nggak mau.!" Protes ku merajuk.
"Saya nggak punya keponakan bodoh dan menjengkelkan kaya kamu.!"
"Om Daveee,,," Aku bergelayut di lengannya dan menggoncang lengannya berulang kali.
"Jahat banget sama aku.!" Rengekku.
"Kau itu berisik sekali.! Cepat pulang sana.!" Om Dave menyingkirkan tanganku. Dia beranjak dan menarik tanganku.
"Kepala saya bisa pecah kalau terus-terusan dengar suara kamu.!" Katanya sembari menarikmu pergi dari balkon.
"Nggak mau Om, aku nggak mau pulang sekarang.!" Tolak ku.
Mana mungkin aku pulang begitu saja sebelum melakukan sesuatu untuk membuat Om Dave tertarik padaku. Setidaknya aku harus lebih lama lagi berada di apartemennya. Bukankah lamanya kebersamaan bisa membuat saling tertarik.?
Dulu aku dan Arga juga seperti itu. Kita sering bertemu dan bersama walaupun dia seniorku.
"Aku kan mau jadi keponakan Om, anggap saja sekarang keponakan Om lain maen disini." Bujukku lagi.
"Boleh ya Om.?"
"Lagian aku bosan di rumah nggak ada temen. Hari ini Papa dan Tante Sandra juga sudah mulai menyiapkan pernikahan mereka, jadi Papa bakal nggak ada di rumah."
Om Dave masih cuek saja walaupun aku sudah memberikan alasan panjang lebar. Dia terus menggandeng tanganku menuju pintu keluar.
"Ayolah Om,,, emangnya Om nggak mau di temenin sama aku.? Daripada Om sendirian juga disini." Aku menyengir kuda. Om Dave malah menatap tajam.
"Lebih baik saya sendirian daripada sama kamu disini.!" Balasnya ketus.
Aku langsung mengulum senyum penuh arti. Segera ku kalungkan tangan di leher Om Dave, lalu ku cium lembut bibir seksinya yang penuh.
Cukup lama menciumnya, Om Dave tak menolak namun tak membalasnya juga.
Ku lepaskan ciuman setelah puas kembali merasakan manisnya bibir Om Dave yang sejak malam itu terus terngiang-ngiang di kepala.
"Kok diam aja sih Om.? Kenapa nggak balas ciuman aku.?" Tanyaku dengan kedua tangan yang masih melingkar di lehernya.
Om Dave memasang wajah datar, tapi aku bisa melihat sorot matanya yang mulai berubah. Tatapan matanya membuat bulu kuduk ku tiba-tiba meremang. Aku sampai mengalihkan pandangan karna tatapan itu semakin dalam dan tajam.
"Kamu yang minta, jangan salahin saya setelah ini." Tegas Om Dave. Dia tak jadi menyuruhku keluar dan malah menarik tanganku ke ruang keluarga.
Jantungku dibuat bergemuruh, padahal aku sendiri yang meminta Om Dave membalas ciumanku, tapi kenapa sekarang jadi tidak karuan begini saat Om Dave menyanggupinya.
Entah apa yang akan di lakukan Om Dave sampai dia menggiring ku ke ruang keluarga. Padahal bisa saja Om Dave membalas ciumanku di tempat kami berdiri tadi tanpa harus pindah ke tempat lain.
Om Dave melepaskan tanganku dan duduk begitu saja di sofa. Sedangkan aku menatap bingung berdiri di depannya.
"Cepat naik.!" Serunya dengan nada memerintah.
"Naik.? Naik kemana Om.?" aku dibuat semakin bingung olehnya.
"Maksud Om, duduk di sofa gitu.?" Tanyaku memastikan. Tapi Om Dave malah melotot kesal padaku.
"Apa kamu tau, polos dan bodoh itu beda tipis.!" Ketusnya.
Apa maksudnya bicara seperti itu.?
"Naik di sini.!" Om Dave menepuk pahanya, lalu menarik tanganku dan memaksaku duduk di sana.
Aku melongo, rupanya Om Dave memintaku naik ke pangkuannya. Kenapa tidak memperjelas perintahnya dan hanya menyuruhku naik saja. Aku mana paham begitu.!
"Ya ampun Om, tinggal bilang naik kepangkuanku apa susahnya.?"
"Jangan banyak bicara kamu.!" Om Dave malah menegur ku. Dia membenarkan posisiku di atas pangkuannya agar saling berhadapan.
Posisi seperti ini membuat kedua mataku semakin jelas melihat wajah tampan Om Dave yang mempesona. Bagaimana bisa Om Dave terlahir dengan wajah yang sangat sempurna.?
Semua yang ada di wajahnya adalah impian para laki-laki karna akan membuat banyak wanita tergila-gila.
Aku kembali mengalungkan tanganku di lehernya. Peduli apa soal malu,? Aku hanya ingin semakin dekat dengan Om Dave dengan cara seperti ini.
"Om,, aku,,
Belum sempat menyelesaikan ucapanku, Om Dave sudah menyerang ku dengan ciuman panasnya yang penuh nafsu. Aku tak di beri kesempatan untuk membalas ciumannya. Lidahnya mulai menerobos masuk dan mengabsen setiap inci rongga mulutku, sesekali meny- nye'sap nya kuat.
Aku hanya pasrah saja menerima ciumannya, diam dan mulai menikmati. Memejamkan mata dan merasakan bibir serta lidah Om Dave yang menyatu dengan bibirku. Membuatku tak rela jika Om Dave mengakhiri ciuman ini.