Zia Nafiza Faraz Shaikh gadis cantik bak Barbie dengan perawakan tinggi langsing berkulit putih mulus tanpa cacat cela yang kini berusia 17th dan tengah duduk di bangku kelas 2 SMA sangat tergila-gila dengan DUDA yang usianya 21th lebih tua darinya.
Zia tidak segan-segan untuk menunjukan rasa cintanya hingga mengungkapkan perasaannya pada Om Bryan yang tak lain adalah Teman Papanya sendiri.
Akankah Om Duda membalas cinta gadis kecil sepertinya?
Lalu bagaimana dengan Papa Faraz? Akankah Ia menyetujui hubungan putrinya dan Temannya sendiri?
Novel ini adalah sekuel dari novel romantis "Perjalanan Cinta Sang Duda" yang akan berkisah tentang kehidupan Zia MENGEJAR DUDA TEMAN PAPA.
follow FB Author @i'tsmenoor
Instagran / Tiktok @_itsmenoor
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noor Hidayati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin Mesra
Keesokan harinya.
Faraz yang sedang mengambil raport, Di manfaatkan oleh Zia untuk bertemu dengan Om Bryan yang memang sudah menunggu di kantornya.
Dengan langkah penuh semangat Zia berlari masuk memeluk Om Bryan yang sudah berdiri menyambutnya.
"Zia kangen Om."
"Om juga Sayang." Bryan memberi kecupan sesat di kepala Zia dengan penuh kasih sayang.
Mereka membiarkan pelukannya satu sama lain, Saling merasakan debaran jantung yang terasa begitu cepat Mereka rasakan.
Rasa cinta di hati keduanya yang tengah tumbuh subur membuat keduanya terus ingin bersama dan mengekspresikan perasaannya satu sama lain.
"Bagaimana, Om sudah mengatakan pada putri Om tentang hubungan kita?"
Om Bryan menarik nafas dalam-dalam dan mengurangi pelukannya.
"Sabar ya sayang, Om belum berhasil menjelaskan, Tapi Om janji akan terus meyakinkannya agar Dia mau menerimamu sebagai Ibu sekaligus sahabat untuknya."
"Lucu nggak sih Om Aku jadi Ibu dari Anak yang usianya lebih tua dari ku?"
"Lucu nggak sih, Gadis kecil yang pantas jadi Anak Om, Mencintai Om? Hemmm." dengan gemas Om Bryan mencubit pipinya.
"Hehehe, Abis Om ganteng banget."
"Jadi karena ganteng doang?"
"Tidak juga, Saat bersama Om, Zia merasa sangat aman dan nyaman, Selama ini Zia selalu memimpikan memiliki kekasih dan suami yang lebih dewasa yang setia dan bucin kaya Papa." ucap Zia tertawa.
"Oh ya, Jadi Papa Faraz Bucin?" Bryan mempopong tubuh Zia dan membuatnya duduk di mejanya.
"Sangat, Bahkan sampai sekarang Papa masih terus bersikap mesra dan romantis pada Mama."
"Benarkah? Kasih tau Om bagaimana Papa Faraz bersikap mesra? Apakah seperti ini?" Bryan mengecup bibir Zia sekilas.
"Apakah seperti ini? Seperti ini, Seperti ini?" Bryan terus memberikan kecupan bertubi-tubi di sela-sela pertanyaannya.
"Om... Hhhh..." dengan nafas memburu Keduanya terus beradu bibir hingga Zia di kagetkan oleh bunyi ponselnya.
Om Bryan melepaskan pagutannya dan membiarkan Zia mengangkat ponselnya.
"Zia kamu dimana? Papa dah pulang nih."
"Bentar lagi Zia pulang Om, Eh Pa." Zia memukul keningnya sendiri karena salah sebut.
"Om? Kok bisa-bisanya Kamu panggil Papa Om?"
"Hanya salah bicara saja Pa, Jangan di bahas, Sekarang katakan Zia rengking berapa?"
"Selamat sayang kali ini Kamu bergasil meraih rengking pertama."
"Hah! benarkah Pa?" Zia yang seakan tak percaya menggenggam tangan Om Bryan yang berdiri menatapnya.
"Benar sayang, Selamat ya, Papa bangga padamu."
"Terimakasih Pa." Zia pun mengakhiri panggilannya dan memeluk Om Bryan dengan bahagia.
"Aku dapat rengking satu Om." ucapnya bahagia
"Benarkah?"
Zia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Selamat untuk mu sayang."
"Om bisa liat kan, Meskipun Zia selalu datang menemui Om, Tapi Zia bisa mengimbangi dengan pelajaran, Bahkan bisa rengking satu."
"Iya, Om ikut bahagia, Karena kehadiran Om tidak menggangu sekolahmu."
"Om adalah penyemangat dan kebahagiaan ku, Aku ingin segera selesai sekolah dan bisa terus bersama Om." Zia mengalungkan kedua tangannya ke leher Om Bryan dan kembali menautkan bibirnya.
Setelah puas bercum'bu Bryan melepaskan pagutannya dan menatap kekasih kecilnya dari jarak yang sangat dekat.
Zia terseyum malu-malu menatap Om Bryan yang masih mengungkung dirinya dengan bertumpu kepada kedua tangan di sebelah kanan kiri Zia.
"Om liatin Zianya begitu sih."
"Kenapa, Apa kamu malu?" goda Om Bryan.
Zia hanya menepis wajah Om Bryan menjauh dari wajahnya.
"Oh ya, Liburan ini Zia mau kemana?"
"Gak tau, Papa belum membicarakan tentang liburan."
"Kasih tau Om kalau Zia liburan."
"Jadi inget liburan di Bali," ucap Zia mengalungkan kedua tangannya di leher Om Bryan.
"Apa yang Zia ingat?"
"Saat pertama kali ketemu dan saat melihat Om di pantai."
"Benarkah?"
"Ya, Om begitu menawan saat tidak mengenakan pakaian di tepi pantai."
"Kamu ingin melihatnya lagi?" tanya Om Bryan sembari membuka kancing kemejanya.
"Nggak Om, Jangan." Zia memegang tangan Om Bryan untuk menghentikan tangan Om Bryan yang sedang membuka bajunya.
Om Bryan tertawa menggelengkan kepalanya.
"Apa Kamu takut tidak bisa menahan dirimu?" dengan gemasnya Om Bryan menarik tubuh Zia hingga posisi Om Bryan di antara dua paha Zia yang terbuka lebar.
"Om..." Zia menelan sali.dan merasa miliknya berdenyut di sertai desiran aneh dalam tubuhnya.
Om Bryan terseyum menggoda dan membopong tubuh mungil kekasih kecilnya turun dari meja.
"Om antar pulang yuk."
Zia menganggukkan kepalanya dan di gandeng mesra oleh Om Bryan meninggalkan ruangannya.
Bersambung...