Khanza dan Roland, sepasang insan yang saling mencintai, Karena Fitnah, Roland menyakiti Khanza, saat Roland menyadari kesalahannya, dia sudah terlambat, Khanza telah pergi meninggalkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Darmaiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunda Dian
Assalamualaikum
Author datang lebih awal
Semoga para readers tambah semangat bacanya ya.
"Jika ingin diperlakukan baik, maka perlakukan orang lain dengan baik, apa yang kita buat, itu yang kita dapat."
By Rajuk Rindu
💖💖💖💖💖
“Pak Jay! Singgah sebentar di mini market simpang jalan itu ya.” Ujar Khanza seraya menunjuk ke depan.
"Dekat lampu merah itu. Pak." ujarnya lagi.
“Baik nyonya.”
Jay menghentikan mobil tepat di depan sebuah mini market, sesuai dengan permintaan Khanza, Khanza turun diikuti Zila.
"Mas! turun! siapa yang bauarin belanjaan aku?" ucap Khanza seraya menarik tangan Roland.
"Aku turun, nggak banget." batin Roland dalam hati, seumur-umur mana pernah Roland berkeliaran di mini market.
"Ini, pinnya 200120." kata Roland seraya menyerahkan ATM tanpa batas.
"200120, itukan tanggal lahir aku, 20 januari 2000." batin Khanza sambil meraih kartu ATM di tangan Roland.
"Terima kasih." Khanza dan Zila pun berlalu.
“Dik, saya mau milo kotak kecilnya enam dus, susu milku rasa coklat juga enam dus.”
“Untuk siapa, kakak beli sebanyak itu?” Tanya Zila heran.
“Untuk adik-adik kakak di panti.”
“Oh.” Hanya itu yang keluar dari mulut Zila.
Setelah membayar pesananya, Khanza meminta pelayan mini market untuk membawa belanjaannya ke mobil. Roland yang melihat Khanza membeli dua belas dus minuman, dan beberapa makan ringan, hanya menatap heran, namun dia tak berminat bertanya.
Seorang kurir sudah stanby membawa minuman-minuman dan barang belanjaan lainnya.
"Di depan sana ada panti asuhan Kasih Bunda, tolong antarkan ke sana, saya akan memyusul di belakang." ujar Khanza, sang kurir pun melaju.
"Pak Jay, ikuti kurir di depan ya." ujar Khanza, diiringi anggukkan Jay.
"Mau ke mana Khanza? sial! kenapa aku terjebak dalam suasana ini." gerutu Roland dalam hati, wajahnya terlihat kesal.
"Terima kasih. Sayang!." Ucap Khanza menyerah ATM, begitu mereka sudsh berada di mobil, Roland menerima ATMnya kembali, tanpa bicara sepayah pun.
"Dua kosong." batin Khanza tersenyum.
Petang semakin menanjak tinggi, jam di tangan Khanza sudah menunjukkan pukul enam pas, sudah memasuki senja, beberapa menit lagi akan masuk waktu magrib. Mobil yang di membawa mereka dipacu Jay semakin kencang.
“Pak, shalat magribnya, kita singgah ke panti kasih bunda di depan itu ya.” Kata Khanza di menunjuk ke depan beberapa meter.
‘Di tempat kurir, singgah itu ya. Nya!” Tanya Jay ragu. Khanza hanya mengangguk, dia pun turun begitu mobil telah terparkir.
Melihat mobil terparkir di depan panti asuhan, beberapa anak usia dua belas tahun ke bawah, ke luar dan melongokan kepalanya, mereka terlihat sudah bersiap-siap dengan kain sarung dan songkok di kepala, sementara anak perempuan sudah ada yang menggunakan mukena.
“Kak Khanza!” Teriak anak-anak itu, begitu melihat Khanza turun dari mobil.
“Mario! Dion! Doni! tolong bawa masuk kardus-kardusnya.” seru Khanza, anak-anak itu pun begeges mengambil barang belanjaan Khanza.
Melihat anak-anak panti, Zila ikutan turun dan dia menyalami anak-anak panti itu satu persatu, sejatinya Zila juga sangat senang dengan anak-anak.
“Ini adik-adik kakak, di panti ini kakak pernah tinggal.” Kata Khanza, dia mengenang kembali masa bahagianya di sini.
“Mas! turun dulu, kita shalat magrib di sini.” Ajak Khanza saat melihat Roland tidak beranjak dari dalam mobil. Raut wajah Roland terlihat datar, dia bergeming.
“Ternyata Khanza berasal dari tempat ini, pantas! Wanita tak berkelas, hingga kelakukannya bobrok.” Batin Roland.
Mata Roland memindai seluruh penjuru panti dari balik kaca mobil, dia tidak berminat turun, dari dalam mobil dia melihat dua bangunan yang sudah terlihat tua, dan di tengah-tengah berdiri musalla yang sederhana.
“Assalamualaikum, bunda.” Sapa Khanza pada wanita paroh baya pemilik panti. Yang baru ke luar, karena mendengar suara bising anak-anak.
“Waalaikumsalam, Khanza, kamu apa kabar sayang.” Wanita itu memeluk erat tubuh Khanza.
“Khanza baik bunda, maaf kalau udah lama tak mengabari bunda, hiks, hiks, hiks.” Seketika ada embun memanas di sudut mata Khanza, dia tidak bisa menahan rasa haru, saat bertemu dengan Bunda Dian yang sudah merawatnya dari bayi, hingga dia berumur enam tahun dan dipertemukan mama Ranti.
“Nggak apa-apa sayang, bunda tahu, kalau kamu sekarang sibuk, wanita karir sekaligus nyonyan tuan Roland pengusaha sukses.” Ujar Dian memegang kedua bahu Khanza.
“Oh iya bunda, ini Zila, adik ipar Khanza.” Ujar Khanza memperkenalkan Zila.
“Aku Zila bunda, senang bisa bertemu adik-adik di sini.” Ujar Zila meraih tangan Dian, kemudian mencium punggung tangan itu, Dian tersenyum, ternyata karakter Zila sama dengan Khanza, walaupun berada di kalangan keluarga bangsawan dan kaya, tapi tidak memilih dengan siapa bergaul.
“Ayok, silahkan masuk, apa kalian mau ikut shalat magrib berjama’ah?” Tanya Dian, dijawab anggukan Khanza.
Langkah kaki Khanza bergerak keluar panti, dia mencari sosok Roland, benar dugaannya kalau Roland masih di mobil. Khanza mendekatinya.
“Mas! Ayok turun, shalat magrib dulu.”
“Pergi san…” Roland menggantung ucapannya, saat melihat Zila dan ibu pemilik panti ikutan keluar secara beriringan.
“Mas! Ngapain masih di mobil, sudah azan.” Seru Zila, meminta masnya segera ikut ke musalla.
Helaan napas Roland terdengar kasar, kerena dia memang lagi kesal, Dengan berat hati dia pun turun, mengikuti langkah Jay yang sudah berada di depannya, dia melangkah tanpa memperdulikan Khanza yang dari tadi menunggunya ke luar mobil.
Melihat Roland melangkah menuju musalla, Khanza mengikutinya dari belakang, lalu ke toilet dan ketempat wudhu perempuan. Meraka pun melaksanakan shalat magrib berjama’ah.
“Masuk dulu ke panti, nak.” Ajak Dian, Dian sudah mengenal kalau Roland adalah suami putri asuhnya itu, namun Roland berusaha mengingat di mana pernah bertemu dengan wanita itu.
Demi menghormati pemilik panti, Roland pun mengikuti langkah Dian, dia masuk ke sebuah ruangan yang cukup besar, di sana anak-anak panti sudah duduk rapi, sementara Khanza dan Zila sibuk membagi jatah makan mereka.
Setelah mendapat jatah dan porsi makan malam, salah satu dari mereka membaca do’a, kemudian anak-anak itu makan dengan tertib.
Sementara Dian dan dua orang asisten yang membantunya menyiapkan menu makan malam di meja makan. Begitu menu surah terhidang, Dian menjemput Khanza, Zila dan Roland di ruang makan anak-anak.
“Ayok silakan, hanya ini menu yang bisa kami suguhkan.” Ujar Dian.
“Kami jadi merepotkan bunda.” Sela Roland, sambil mendudukan bokongnya di kursi.
“Untuk anak-anak bunda, tidak ada yang merasa direpotkan, nak!" ucap Dian seraya tersenyum.
“Ini sayur asem, kesukaan Khanza.” Kata Dian seraya menyodorkan sebuah mangkok yang berisi sayur asem.
“Pasti enak nih, sudah lama nggak makan di sini.” Ujar Khanza langsung menyendok sayur asemnya.
“Ini ikan bakar gurami, menu andalan bunda.” Khanza menyodorkan ikan bakar ke hadapan adik iparnya.
“Hemmm, enak sekali ikan, renyah dan segar rasanya.” Puji Zila, seraya memasukkan potongan ikan ke mulutnya.
“Mas mau?” Tanya Zila, saat Roland menatapnya.
“Jangan bikin malu, makannya pelan-pelan.” Bisik Roland ditelinga adiknya. Ucapan Roland disambut gelak tawa Zila dan Khanza, Zila kalau sudah ketemu yang namanya ikan bakar, jiwa rakusnya pasti memberontak, hingga orang disekitarnya dijamin tak akan kebagian.
“Nggak apa-apa, bunda masaknya buat Zila kok.” Ujar Dian senang, saat melihat Zila begitu menyukai masakannya.
“Nanti ajari Zila, ya bun.” Ucap Zila, dengan pipi menggembung karena masih ada makanan di mulutnya.
“Iya, Zila ke sini saja, nanti bunda ajari.”
“Daring aja belanjar bun, lusa Zila sudah pulang ke Thailand.”
“Boleh.”
“Terima Kasih, bunda.” Kata Zila menuntaskan makannya.
“Ih, adik mas, rakus banget.” Ucap Roland seraya mengacak poni Zila.
“Biarin, bunda Dian saja nggak keberatan ikannya Zila habiskan, Iya kan Bunda?" Ucap Zila membela diri.
“Iyo dong sayang.”
“Besok ke sini lagi, bunda masakkan ikan yang lebih besar dari ini.”
“Wah, terima kasih bunda, bisa-bisa lusa pulang ke Thailand, baju Zila kekecilan semua. Hehehe.”
“Gerrr.” Semua tertawa mendengar celoteh Zila.
Setelah selesai makan, Khanza dan Zila membantu dua asisten panti, membereskan meja makan dan mencuci piring bekas makan mereka dan makan anak-anak. Anak-anak di panti memang tidak ada yang diberi tugas ikut bersih-bersih oleh Dian, kecuali hari libur dan hari minggu, mereka akan gotongn royong bersama. setelah beres-beres mereka pun pamit pulang.
"Besok-besok kalau ke sini lagi, bunda berharap kamu sudah bawa cucu untuk bunda." Ucap Dian, seraya memandang Khanza dan Roland secara bergantian.
"I-iya bunda." jawab Roland. Mendengar jawaban Roland, Khanza hanya melongo.
Apakah harapan bunda Dian akan terkabul, ikuti Part berikutnya.
💖💖💖💖
Para readers kece, jangan lupa dukubg author dengan cara tekan like, kasih komen, hadiah dan votenya ya.
Biar akunya tambah semangat nulisnya, terima kasih🙏🙏🙏
hiks... hiks...
terimakasih thor, sukses selalu
anakx Ranti miece