Namaku Nila ,Aku hanyalah seorang perempuan kecil yang belum tahu apa-apa
ketika diusia lima tahun, aku diajak main kuda-kudaan
disungai pinggir kebun oleh ayah sambungku. Aku benar- benar tak mengerti
dengan diriku saat itu. Barulah ketika berusia 10 Tahun, Ketika mandi polos bersama dengan teman-teman perempuanku disungai batang kalam aku menyadari bahwa yang mereka punya berbeda bentuknya dengan yang aku miliki. Wajah kecilku yang ceria berubah, mulai saat itu aku tak mau tampil polos lagi. Pribadiku yang ceria berubah jadi Intover. Apa yang aku alami itu berpengaruh besar terhadap hidupku, jiwaku,dan cintaku hingga aku dewasa dan menikah,
Noda itu merusak hatiku,keputusanku dan tentu saja pernikahanku.
Hidupku seperti siang malam yang slalu berganti, sehari aku bahagia esoknya akan ada airmata.
Aku gagal dan gagal lagi dalam pernikahanku, hingga pernikahan ketigaku ini, kubagikan kisah ini untuk menjadi peringatan pada para ibu untuk menjaga anak -anak perempuan kita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nilda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makiin Jajang
Ternyata apa yang aku khawatirkan benar- benar terjadi. Baru beberapa waktu saja aku tinggal
di kampung S, hidup bersama suami dirumah mertua, tingkah laku suamiku semakinhari semakin
kasar, disini aku sesehari diabaikan. Ia hanya naik rumah hanya untuk makan, minum,
dan melepaskan hasratnya. Tak parnah sekalipun ia bertanya cukup apa tidak uang belanja yang ia
berikan alakadarnya itu untuk kebutuhan kami. Yang ia tahu, begitu ia sampai dirumah, semuanya
keinginannya dan kebutuhannya harus dipenuhi. Aku sebagai istri mengutamakan kalau urusan makanan
buatnya, padahal dari segi kebutuhan, aku lebih membutuhkannya, karna aku makan bukan untuk diriku
sendiri, aku butuh asupan nutrisi yang cukup agar produksi ASI ku Produktif, namun apa boleh buat, setelah
ada lebih atau sisa dari suami dan ibu mertuakulah, baru aku makan. Kadang tak ada lagi uang untuk membeli
bahan makanan atau sayur. Seperti hari ini, aku dan ibu mertua mencari rebung dibelakang rumah untuk sayur.
Walau agak ngeri juga memasak rebung buluh tolang, yang dikampungku tidak pernah diambil orang untuk sayur, hanya bambu tuanya saja yang digunakan untuk tempat memasak lemang/ Lemper.
" Dikampungku, rebung ini tak pernah disayur orang lho bu, apa ngak pahit?. " Kataku pada ibu Titi mertuaku.
" Ngak ini sudah terbiasa ibu ambil, jadi sudah enak. " Katanya.
" Apa ngak tajam juga," Tanyakuku lagi ragu untuk memasaknya.
" Udahlah masak aja. Kalau Nila yang masak, ntar semua jadi enak. " Kata bu Titi yang memang selalu
menikmati setiap hidangan sederhana yang aku suguhkan selama ini.
Setelah memasak, aku mengasingkan hidangannya untuk bang Andi,
yang entah jam berapa pulangnya kerumah. Benar saja, sudah larut malam ia
belum kembali. Aku yang tak tahan menahan kantuk, tak sanggup lagi menunggunya.
aku tidur bergelung, setelah memberi ASI pada Si Nillyani.
Setelah lama rewel, karna air susu yang kurang padat gizi mungkin, putriku akhirnya terlelap juga.
Entah jam berapa, aku terbangun karna suara hempasan dipintu kamar kami.
" Hey Nila, bangun! Ambilkan aku makan, aku lapar. " Katanya begitu melihat aku membuka mata.
" Abang baru datang...Jam berapa ini? Tanyaku sambil mengucek mataku yang masih ngantuk.
" Tak usah tanya jam segala, ambilkan saja makanannya. " Katanya dengan nada perintah.
Aku pun menyiapkan hidangan yang tadi aku asingkan. Begitu melihat hidangannya adalah nasi dengan
gulai rebung, ia langsung menarik tablak meja makan, sehingga semua wadahnya berjatuhan dan masakannya
berhamburan dilantai.
" Dasar perempuan tak guna ! Masak aku harus dikasih makanan bambu. Emangnya aku panda !. " Teriaknya
kasar memecah kesunyian malam. Melihat hasil usahaku yang terbuang sia- sia, apalagi bentakannya, tak urung
airmataku tak terbendung lagi.
" Aku dikatakan perempuan tak guna, makanan yang kuhidangkan dibuang, emangnya dia kasih apa buat
pembeli bahan makanan yang bekwalitas? Gerutuku dalam hati, sambil membersihkan tumpahan makanan
dari meja dan lantai.
" Apa ? Kau mulai menangis lagi ? Menangis saja, memang cuma itu kepandaianmu." Katanya sambil
menghempaskan pintu kamar dan segera beranjak tidur. Tidak berapa lama ia sudah mendengkur. Tinggallah
diriku yang menahankan pilu atas perkataan dan perbuatannya, sedang ia sudah tenggelam dalam mimpinya.
Entah setan apa yang ada dihatinya hingga seringan itu mulutnya berkata kasar, lalu tanpa dosa ia tertidur.
" Ya..Tuhan..aku takkan bertahan lama kalau terus- terusan diperlakukan seperti ini.
" Batinku menjerit dan bertarung menahan sebak yang menyiksaku. Lalu terfikir olehku untuk
membuat Surat Lamaran Kerja. Aku masih ingat kata Paman Ed waktu itu.
" Kau takkan tahan jadi ibu rumah tangga, duduk diam dan tinggal dirumah mertua. " Kata paman Ed
kala itu.
" Kenapa begitu paman, apa karna ia orang mandeling? Tanyaku penuh selidik.
" Bukan masalah sukunya Nila. Banyak orang mandeling yang sekarang tak lagi memakai adat otoriter pada istri.
orang mandeling sekarang sudah banyak yang pandai bekerja sama dengan istri tiap urusan, bahkan
urusan dapur. Tapi tidak dengan suamimu, bukan masalah suku, tapi masalah karakter. " Jelas pamanku
" Ada apa dengan dia paman. " Tanyaku berusaha menutupi sikap bang Andi.
" Kasar dan egois. Apalagi dekat ibunya, nanti ia akan semakin menjajang, paman bukannya mencundangmu,
tapi kau lihat sajalah nanti bukti ucapan pamanmu ini. " Jelasnya.
" Untuk itu Nila seharusnya bekerjalah, agar kau tak bergantung kepadanya. " kata nya lagi sebelum aku
bisa bicara apapun pada paman. Diusapnya kepala putriku lalu diselipkannya ditangan kecil itu selambar anti basah.
" Ini dik yang buat beli popok sampe dikampung ayahmu. " Katanya sebelum pamit, tampak jelas wajah kecewa
nya saat mendengar keputusan kami untuk pindah dan menolak pekerjaan yang ia tawarkan.
Kuteruskan menyusun bahan, untuk lamaran kerjaku, aku bermaksud secara diam- diam akan melayangkan
lamaran ini kesekolah PT yang tidak jauh dari kampung ini. Setelah semua selesai kusembunyikan amplop
lamaranku dengan rapi, mengingat beberapa kali aku minta izin menjelang tidur untuk bekerja lagi, ia hanya
memberi jawaban dengan menutup mulutku dengan tangannya.
Keesokan harinya, dengan alasan kepasar, aku mengantarkan lamaran itu Kelokasi, yang mjurnya
bertemu langsung dengan ibu kepalanya. Akupum menyampaikan maksudku untu melamar disini.
Lamaranku disimpan dan aku disuruh menunggu konfirmasi berikutnya. Entah mengapa aku merasa sangat
optimis. Begitu sadar ASIKu sudah mermbes ke braku dan bahkan membasahi baju. Aku pamit dan bergegas pulang. Dengan harapan dapat kembali lagi ketempat uni untuk bekerja sebagai tenaga pendidik disekolah
yang padat siswanya dari anak seribu pulau ini. Aku tersenyum ketika mereka menyapaku dengan ramah
" Kok cepat pulang bu...? " Tanya anak laki -laki yang paling besar diantara gerombolan siswa yang lagi berkumpul
saat istirahat itu.
" Tenang aja..Lain waktu ibu akan datang lagi, dan akan menetap disini. " Kataku optimis.
bersambung..
NILA AKHIRNYA BEBAS..