Arin adalah perempuan sederhana, manis tapi cerdas. Arin saat ini adalah salah satu mahasiswi jurusan tehnik kimia di fakultas tehnik negeri di Bandung. Orang tua Arin hanyalah seorang petani sayuran di lembang.
Gilang adalah anak orang terpandang di kotanya di Bogor, ia juga seorang mahasiswa di tempat yang sama dimana Arin kuliah, hanya Gilang di jurusan elektro fakultas tehnik negeri Bandung.
Mereka berdua berpacaran sampai akhirnya mereka kebablasan.
Arin meminta pertanggung jawaban dari Gilang namun hanya bertepuk sebelah tangan.
Apakah keputusan Arin menjadi single mom sudah tepat? dan seperti apakah sikap Gilang ketika bertemu putrinya nanti?
Yuuk kita ikuti alur ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yance 2631, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Terbesar
Langit sore itu semakin gelap, Gilang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju rumah orang tuanya untuk pulang.
Tiba di rumah setelah mandi dan berganti pakaian Gilang tampak berbincang hangat dengan orang tuanya, termasuk menceritakan perlakuan mertuanya yang ingin segera memecat Gilang tanpa kesalahan apapun, melainkan hanya urusan pribadi.
"Biarlah nak, kamu nggak perlu melawan.. semoga kamu bisa mendapat pekerjaan yang lebih baik lagi dari sekarang, Tuhan tidak pernah tidur insyaaAllah kamu akan dapat gantinya.." ujar bu Leni bijak.
"Aamiin Mam, cuma heran saja mengaitkan urusan pemecatan dengan masalah pribadi, lain hal kalau aku korupsi di kantor wajar.. siapa sebenarnya yang nggak ngerti prosedur" ujar Gilang.
"Sabar ya nak, selama kamu bekerja dan niat kamu untuk menafkahi anak atau keluarga pasti ada aja rejeki.." ujar bu Leni.
Gilang pun hanya tersenyum.
Gilang membuka ponselnya dan membuka album galeri fotonya, lalu menatap foto putrinya Alina.. lama sekali..
"Kamu sepertinya sayang sekali sama Alina ya nak, " ujar bu Leni. "Iya Mam, sangat sayang.. hubungan kami seperti ada ikatan batin kuat, dan Alina juga merasakan itu.. cuma ya rasanya kalo kesana aku ada rasa nggak enak juga sama Arin mam, ada rasa canggung juga" ujar Gilang.
"Ya mami mengerti nak, "ujar bu Leni.
Malam ini tampak Arin sedang mengawasi Alina mengerjakan PRnya yang sempat tertunda hingga Alina selesai mengerjakan semuanya dengan baik.
Sebelum pergi tidur seperti biasa Alina membuka AlQur'annya lalu membacanya dengan suara yang indah dan memahami makna secara mendalam kata demi katanya.
Arin pun tersenyum memperhatikan Alina yang memang sangat cerdas.. ingin rasanya dia menghubungi Gilang tapi gengsinya terlalu besar.
Pagi hari seperti biasa Arin mengantar Alina ke sekolah dan menjalani rutinitas lainnya hingga siang hari.
Setelah melihat tidak ada jadwal untuk kuliah program S3nya.. Arin pun meluncur ke lembang menuju rumah orang tuanya.
Pak Ahmad, ayah Arin terlihat seperti ingin membicarakan sesuatu pada Arin siang itu sambil mereka mengobrol..
"Teteh, jangan marah ya ini hanya sekedar pendapat ayah saja.. Ayah pikir lebih baik secepatnya eneng di beritahu kalau Gilang sebenarnya adalah ayah kandungnya,... "ujar pak Ahmad, beliau terdiam sejenak.
"Tapi yah........ "ujar Arin tiba tiba memotong pembicaraan.
"Sebentar... Ayah belum selesai bicara nak.. "ujar pak Ahmad.
"Eneng berhak tahu siapa ayah yang sebenarnya, umur nggak ada yang tahu teh, takutnya ada apa apa lagi pula orang tua Gilang menerima eneng dengan baik, menyayangi eneng sebagai cucunya, itu yang ayah bisa lihat dari mereka.." ujar pak Ahmad.
"Arin juga berpikir seperti itu yah, tapi teteh berat lidah ngomongnya langsung sama eneng, teteh takut... "ujar Arin yang wajahnya mulai bingung.
"Gimana kalau ayah saja yang ngomong sama eneng, bukan Arin yang ngomong langsung ke enengnya.. sama ayah aja yaa.." ujar Arin memohon.
"Ya sudah kalau itu mau teteh, ayah akan coba nanti.." ujar pak Ahmad, sambil berpikir suatu rencana yang baik bagi kedua belah pihak.
"Mmm, ayah ada ide.. sabtu ini kita undang mereka untuk acara syukuran sehat eneng di rumah teteh, kasih kabar Gilang dia pasti datang ayah jamin itu!" ujar pak Ahmad seolah lega dengan rencananya.
Arin pun menyetujui usulan dari ayahnya.
"Mana nomor telpon Gilang teh? biar sama ayah langsung telpon sekarang.. "ujar pak Ahmad. Kemudian Arin memberikan nomor Hp Gilang pada ayahnya..
"Assalamualaikum cep.. ini dengan ayahnya Arin," ujar pak Ahmad membuka pembicaraan.
"Waalaikumsalam pak, apa kabar? ibu sehat?" tanya Gilang agak terkejut.
"Alhamdulillah sehat semua disini, pak bapak dan ibu sehat cep?" balas pak Ahmad.
"Alhamdulillah disini semuanya juga sehat pak," ujar Gilang.
"Begini cep Gilang, kami sekeluarga mau mengundang semua untuk ya.. acara syukuran kecil, syukuran Alina sehat sembuh dari sakitnya kemarin, kita botram kumpul-kumpul makan di rumah Arin.. jangan lupa bapak dan ibu ajak, bapak tunggu nanti sabtu ya cep, gitu aja ya cep Gilang.. "ujar pak Ahmad.
"InsyaaAllah saya, sama orang tua datang nanti.." ujar Gilang. Gilang pun merasa sumringah, tidak menyangka sebelumnya pak Ahmad mau mengundang keluarganya.
Setelah pak Ahmad menutup telpon perasaannya pun lega karena rencananya berjalan baik dan disambut baik oleh Gilang.
Arin pun hanya tersenyum, setelah minum kopi dan makan beberapa potong singkong goreng buatan ibunya.. Arin pun pamit.
Tiba di rumah Arin langsung masuk menuju teras rumahnya setelah memarkirkan mobil hatchbacknya di garasi.
Eneng terlihat sedang bermain Lego sendirian, "Assalamualaikum cantiknya ambu.. "sapa Arin pada putrinya. "Waalaikumsalam ambu eneng cantik... "balas Alina sambil tersenyum.
"Lagi apa nak,.. "tanya Arin lembut. "Lagi main Lego ambu, tadikan eneng abis les bahasa Korea terus nggak tahu mau apa lagi.. jadi main Lego aja, boleh ya ambu main Lego?" ujar Alina.
"Mm, boleh.. asal jangan terlalu lama" ujar Arin sambil membawa tasnya ke kamar.
Hari ini hari sabtu, Arin dan ibunya sedang memasak untuk nasi box untuk acara pengajian juga acara syukuran kecil atas kesembuhan Alina.
Pak Ahmad tampak sedang mengirim pesan pada Gilang.. dan Gilang pun meresponnya, mengabarkan jika dia dan orang tuanya masih dalam perjalanan di tol Cipularang dan segera menuju exit Pasteur.
Pak Ahmad pun lega mendengar kabar dari Gilang..
"Ambu, pengajian ini teh syukuran buat eneng?" tanya Alina. "Iya, eneng kan sudah sembuh terus sehat, bisa main, sekolah lagi ini semua bagian rasa syukur kita sama Allah" ujar Arin.
"Oooh gitu,... "ujar Alina sambil melihat ibu ibu pengajian dan beberapa orang di rumahnya. "Ngobrol sana sama engki, ambu lagi repot" ujar Arin. Alina pun mencari dan menghampiri engkinya yang sedang menunggu di teras depan, menanti keluarga Gilang yang akan datang.
Tak lama terdengar suara mobil berhenti, terlihat sebuah mobil van besar berwarna putih bergerak masuk ke halaman rumah Arin..
"Engki, itu siapa yang datang mobilnya besar.." tanya Alina.
"Ayo siapa.. coba tebak? itu Om Rayhan sama papa mamanya mau ketemu kamu neng..." ujar pak Ahmad.
Betapa terkejut dan bahagianya Alina mendengar engkinya memberitahu siapa yang datang..
Alina kecil pun berlari kencang keluar menyambut Gilang 'Om Rayhannya' dengan riangnya..
"Assalamualaikum anak cantik.. "sapa Gilang memberi salam.
"Waalaikumsalam.... "jawab Alina selalu dengan senyum manisnya juga deretan giginya yang ompong, sambil mencium punggung tangan Gilang, pak Bagja dan ibu Leni.
Gilang pun langsung menggendong tubuh Alina yang mungil lucu lalu Alina pun juga memeluk leher Gilang.
Kedua orang tua Gilang terharu melihat pemandangan itu.
Gilang dan orang tuanya pun masuk ke dalam rumah Arin yang sederhana, kecil dan asri.. "Assalamualaikum.. "sapa Gilang.
"Waalaikumsalam.. "jawab pak Ahmad.
"Arin dan ibu .. mana pak?" tanya bu Leni.
"Oh ada di dapur sedang bikin nasi box.." ujar pak Ahmad, dan tak lama kemudian Arin dan ibunya menghampiri mereka, mereka tampak bicara sebentar..
"Punten, Arin tinggal dulu ke dapur sebentar ya bu.." ujar Arin, "Oh iya nak.. biar sama ibu juga sekalian bantuin di dapur yuuk" ujar bu Leni mengikuti Arin dari belakang.
Tidak lama Aril juga datang bersalaman, berkenalan dengan Gilang dan pak Bagja, "Aril ini adiknya Arin satu satunya cep.." ujar pak Ahmad menjelaskan pada Gilang.
Setelah pengajian selesai, setelah pak ustadz juga sudah selesai memberikan ceramah singkat.. mereka yang hadir pun tampak bergegas pulang membawa nasi box dari acara syukuran sehat Alina pagi ini.
Tiba saatnya Arin dan keluarganya juga Gilang beserta kedua orang tuanya makan bersama atau botram dalam bahasa sunda di Bandung.
"Eneng, sini nak duduk disini.. "ujar pak Ahmad, "iya engki.." jawab Alina sambil duduk di atas pangkuan pak Ahmad.
"Eneng, eneng sudah besar sekarang.. eneng mau punya ayah?" tanya pak Ahmad.
"Eneng mau banget engki, mauuu sekali.. tapi.. kata ambu, amang Aril sudah 'seperti' ayah Eneng, berarti kalau ada kata-kata 'seperti' itu artinya kan Bias.. bukan yang real atau yang beneran" ujar Alina yang membuat para orang tua tersenyum, "dan kata ambu.. Ayah asli, ayah kandung Eneng sudah meninggal, dan makamnya juga jauh engki di luar negeri kata ambu... makanya kalo sudah besar Eneng mau sekolah kedokteran ke luar negeri, biar bisa ke makam ayah Eneng gitu engki...." ujar Alina.
Pak Ahmad pun tersenyum mendengar pernyataan Eneng cucunya, lalu menjelaskan sesuatu sambil menepuk pundak Gilang yang berada di sampingnya,
"Eneng.. Om ini namanya Gilang bukan Rayhan seperti yang kamu kenal, Om Gilang adalah ayah asli Eneng, ayah kandung Eneng.. "ujar pak Ahmad dengan perlahan dan hati hati.
Gilang sontak kaget mendengar pernyataan yang disampaikan pak Ahmad kepada Alina.. , dan Arin pun tampak bingung, mendengar semua itu Eneng pun mulai bicara lagi...
"Waktu kenalan di warung depan di warung ateu Ine, bilang sama eneng namanya Om Rayhan.. terus ambu bilangnya ayah Eneng meninggal... kenapa orang dewasa sukanya bohong ya engki?" tanya Alina yang matanya sudah kelihatan mau menangis..
"Eneng, bukan orang dewasa itu selalu berbohong... kadang berbohong itu karena ada sesuatu yang harus di tutupi, dan anak kecil nggak boleh tahu... Eneng paham?" ujar pak Ahmad.
Gilang dan Arin pun seperti patung, hanya terdiam tanpa kata-kata..
"Eneng, sini nak.. dekat sini, salim nak sama ayah kamu, ini adalah ayah kandung Eneng" ujar pak Ahmad.
Lalu tanpa di sadari.. tiba-tiba Alina menangis kuat dan mencium punggung tangan Gilang, "Ayah.. Ayaaah.... Alhamdulillah berarti Allah dengerin doa eneng" ujarnya sambil terisak menahan rasa haru, rindu pada Gilang ayahnya.
Gilang pun masih belum melepaskan pelukan Alina, Gilang terus mencium pipi lucu Alina yang basah oleh air matanya.
"Salim sayang, itu .. sama eyang Bagja dan eyang putri nak," ujar pak Ahmad engkinya. Alina pun berjalan ke arah orang tua Gilang, lalu mencium hormat punggung tangan keduanya.. ibu Leni pun menangis dan memeluk Alina cucu yang di rindukannya selama ini.
"Alina cantik, eyang sayang sama eneng.. nanti kapan kapan ke jakarta ya, eyang udah siapin kamar bagus buat kamu" ujar bu Leni yang masih menangis terharu.
"Eyang jangan nangis ya, nanti eneng pasti ke rumah eyang.." ujar Alina sambil tangannya mengusap air mata bu Leni yang masih menetes turun.
"Eyang bahagia punya kamu nak, dan kamu sekarang jadi bagian dari keluarga eyang.." ujar bu Leni, Alina pun mengangguk dan melepas pelukan eyangnya.
Lalu Alina berjalan menghampiri Arin yang juga sedang mengusap air matanya yang keluar.. "Ambu jangan nangis, eneng sangat sayang sama ambu" ujar Alina dengan manis.
"Maafkan ambu ha nak, ambu sudah bohong sama Eneng..." ujar Arin.
"Iya ambu, nggak apa apa... "ujar Alina sambil duduk di pangkuan Arin.
Kedua keluarga itu saat ini tampak akrab, dan Gilang terlihat sangat BAHAGIA.. setelah akhirnya keluarga Arin memberitakan RAHASIA TERBESAR kepada anak semata wayangnya.
Gilang bersyukur kepada Allah atas karuniaNya.
"Ayah, ayah kapan kesini lagi?" tanya Alina menatap dalam Gilang.
"Minggu depan ya nak, ayah pasti kesini lagi.. Eneng mau nitip apa sama ayah?" tanya Gilang.
"Mm, eneng mau nitip buku sempoa terbaru, juga sama itu kamus bahasa Korea yang paling lengkap, soalnya yang punya eneng kamus standard biasa aja.." ujar Alina.
"Iya, nanti ayah coba cari ya.. Eneng sekolahnya yang pintar yaa" ujar Gilang.
Kemudian dua keluarga itu terihat saling berbincang hangat.
***********