NovelToon NovelToon
Pendekar Naga Bintang

Pendekar Naga Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Misteri / Action / Fantasi / Budidaya dan Peningkatan / Anak Genius
Popularitas:45k
Nilai: 5
Nama Author: Boqin Changing

Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.

Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.

Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan Sebenarnya Akan Segera Dimulai

Gao Rui meletakkan nampan kayu itu di meja kecil di depan Boqin Changing. Aroma sup tulang dan tumisan daging rusa langsung memenuhi udara. Hangat, gurih, dan menggoda. Bahkan dedaunan di sekitar mereka seolah ikut menikmati aroma tersebut.

Boqin Changing membuka mata perlahan. Ia menatap hidangan itu sejenak tanpa bicara. Tatapannya tenang, namun mengandung tekanan yang membuat keringat dingin menetes di pelipis Gao Rui.

“Sudah selesai?” tanya Boqin Changing datar.

“Ya, Guru.” jawab Gao Rui sambil menunduk sopan.

Boqin Changing menatap hidangan itu seperti seorang koki istana yang hendak menilai sebuah seni memasak yang tinggi. Ia mengambil sumpit, memegangnya dengan elegan, lalu mulai menyendok sedikit tumisan daging rusa.

Gao Rui menahan napas.

Suapan pertama masuk ke mulut sang guru. Boqin Changing mengunyah pelan, ekspresinya tak berubah sedikit pun. Lalu ia melanjutkan ke sup tulang. Satu sendok. Dua sendok. Tiga sendok.

Sunyi, suasana saat ini sangat sunyi. Bahkan angin pun seolah berhenti untuk menunggu penilaian akhir. Gao Rui merasa jantungnya akan meloncat keluar dari dada.

Akhirnya, Boqin Changing menghela napas pendek.

“Masakanmu…” ia meletakkan sumpit dengan perlahan.

“…masih banyak kekurangan.”

Gao Rui hampir pingsan di tempat.

“Pertama, kau memotong jahe terlalu tebal. Aroma jahenya menutupi rasa daging rusa. Kedua, kau memasak kaldu terlalu cepat, aku masih bisa mencium aroma darah di tulangnya. Ketiga, nasi ini terlalu keras, kau jelas menakar air berdasarkan insting, bukan teknik.”

“Keempat,” lanjutnya tanpa ampun, “keseimbangan antara garam dan minyak wijen tidak pas. Kau menambahkan minyak wijen terlalu awal, aromanya hilang. Dan kelima.....”

“S-sudah Guru! Aku mengerti!!” seru Gao Rui hampir menangis.

Boqin Changing berhenti. Ia menatap muridnya lama, lalu tiba-tiba… tersenyum tipis.

“Tapi,” lanjutnya pelan, “ini sudah cukup baik untuk seorang pemula. Aku bisa merasakan usahamu. Kesalahanmu hanya soal pengalaman. Itu akan teratasi dengan jam terbang. Masak saja seribu kali, kau akan mengerti pada akhirnya.”

Gao Rui mengangkat wajahnya. Matanya berbinar.

“Jadi… rasanya tidak buruk, Guru?”

Boqin Changing mengambil mangkuk supnya lagi dan melanjutkan makan dengan santai.

“Tidak buruk.” katanya pelan. “Hanya belum enak.”

Itu mungkin tidak terdengar seperti pujian bagi orang lain. Tapi bagi Gao Rui, itu adalah pengakuan besar yang pernah ia dapatkan dalam hidup.

Ia langsung berdiri tegak dan membungkuk dalam-dalam.

“Terima kasih atas bimbingannya, Guru!”

Boqin Changing tidak menjawab. Ia hanya makan sampai kenyang, lalu bangkit berdiri.

“Bereskan semuanya setelah ini.” katanya sambil berjalan menuju rumah. “Aku mau tidur sebentar.”

“Eh?!” Gao Rui melongo. “Guru? Bukankah hari ini guru akan mulai melatihku?”

Boqin Changing berhenti di depan pintu rumah. Ia menoleh ke atas dan menunjuk ke langit.

“Matahari sudah tepat di atas kepala.” katanya santai. “Ini bukan sarapan, ini makan siang.”

Gao Rui baru sadar, dia memasak terlalu lama.

“A-aku… aku benar-benar memasak selama itu?!”

Boqin Changing hanya melambaikan tangan tanpa menoleh.

“Latihan dimulai besok pagi. Sekarang, jangan ganggu aku.”

Setelah itu pintu rumah tertutup. Boqin Changing resmi masuk kamar… untuk tidur siang.

Gao Rui berdiri di halaman sambil memegang sumpit yang masih tersisa di tangannya. Ia menatap rumah kayu itu lama… lalu menatap ke arah bagian dapur.

Kemudian ia mendesah panjang.

“Baik,” gumamnya pasrah. “Aku akan mencuci piring dulu…”

Hari itu, Gao Rui belajar satu pelajaran penting. Menjadi murid Boqin Changing… membutuhkan hati yang kuat dan kesabaran yang tak terbatas.

...******...

Hari berganti malam. Langit perlahan berubah menjadi gelap, bintang-bintang mulai bermunculan di langit timur, dan suara jangkrik memenuhi udara. Rumah kayu itu kini diterangi cahaya api dari tungku dapur dan lentera minyak yang bergantung di teras. Setelah tidur siang yang cukup lama, bahkan mungkin terlalu lama, Boqin Changing belum juga keluar dari kamarnya.

Sementara itu, Gao Rui telah bekerja tanpa henti sejak siang. Ia membersihkan peralatan dapur, mencuci semua piring bekas makan siang, kemudian menyapu halaman depan hingga bersih dari daun gugur. Setelah itu ia memotong rumput liar di sekitar rumah, bahkan menata tumpukan kayu bakar. Semua ia lakukan hanya agar gurunya tidak kecewa.

Saat langit mulai gelap, barulah ia menyalakan tungku kembali dan mulai mempersiapkan makan malam. Malam ini ia bertekad melakukan yang lebih baik. Ia mengingat semua kritik yang diberikan gurunya tadi siang, jahe terlalu tebal, nasi terlalu keras, kaldu kurang bersih, dan ia bertekad tidak mengulanginya lagi.

Kini, hidangan makan malam telah selesai. Di atas meja kayu kecil itu tersaji nasi hangat, ikan sungai bakar dengan olesan kecap asin, sup ayam kampung dengan sedikit jahe tipis, dan tumis sayur liar yang wangi. Semua tertata rapi, tidak ada satu pun butiran nasi yang tercecer.

Tepat setelah ia menaruh mangkuk terakhir, pintu kamar gurunya terbuka.

Boqin Changing keluar sambil mengikat rambutnya ke belakang. Ia tampak segar, seolah tidur siangnya tadi sudah cukup untuk memulihkan seluruh energi. Tatapannya langsung jatuh pada meja makan.

Ia mengangguk tipis.

“Hmm,” gumamnya pelan. “Rumah bersih. Meja rapi. Hidangan sudah siap tepat waktu. Kau berkembang.”

Gao Rui menunduk dalam-dalam.

“Terima kasih, Guru.”

Boqin Changing duduk dan mengambil sumpit. Tapi sebelum ia menyantap makanan itu, ia melirik sekilas ke halaman, mengamati kursi bambu yang telah ditata ulang, kayu bakar yang ditumpuk rapi, dan lantai teras yang bersih mengkilap.

“Sepertinya ada seseorang yang sangat takut dimarahi hari ini.” ujarnya tenang.

Gao Rui refleks menegakkan punggung.

“I-itu… aku hanya tidak ingin mengecewakan Guru.”

Boqin Changing menatapnya cukup lama sebelum mengangguk.

“Bagus. Murid yang sadar diri lebih mudah dilatih.”

Tanpa menunggu lagi, ia mulai makan. Suasana terasa berbeda dari makan siang tadi. Kini Boqin Changing tidak menilai dengan dingin atau mengomentari setiap gigitan. Ia makan dengan santai, tenang, seperti seseorang yang benar-benar menikmati makanannya.

Beberapa saat kemudian, ia meletakkan sumpitnya dan berkata pelan.

“Ada beberapa hal yang masih salah namun rasa jahe sudah lebih seimbang. Kaldu bersih. Kau belajar dari kesalahanmu.”

Gao Rui menahan senyum. Itu adalah pujian meski sekali lagi tidak terdengar seperti itu bagi orang lain. Tapi baginya, itu terasa seperti kemenangan besar.

Setelah makan, Boqin Changing berdiri dan hendak masuk kembali ke kamarnya. Namun sebelum pintu tertutup, ia berkata tanpa menoleh.

“Besok pagi, sebelum matahari terbit, siapkan sarapan. Setelah itu, latihan dimulai. Jangan terlambat.”

Pintu kamarnya kemudian tertutup rapat. Entah apa yang dilakukan Boqin Changing di dalamnya. Mungkin ia beristirahat atau mungkin juga melakukan hal lainnya.

Di luar, Gao Rui mengepalkan tangan. Ia menatap mangkuk di tangannya dan menarik napas dalam-dalam.

“Besok… aku akhirnya akan mulai berlatih.”

Malam itu, di tengah sepi dan hembusan angin gunung yang dingin, semangat baru tumbuh dalam hatinya. Ia tidak tahu nasib apa yang menunggunya di bawah bimbingan Boqin Changing. Tapi ia tahu satu hal, ia tidak akan menyerah. Latihan yang sebenarnya… baru akan dimulai.

1
opik
mantap
Dewi Kusuma
bagus
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Tooooooops 🍌🍒🍅🍊🍏🍈🍇
Anonymous
makin seruuuu 😍
John Travolta
jangan kendor updatenya thor
hamdan
thanks updatenya thor
Duroh
josssss 💪
Joko
go go go
Wanfaa Budi
😍😍😍😍
Mulan
josssss
y@y@
🌟💥👍🏼💥🌟
Zainal Arifin
mantaaaaaaaappppp
y@y@
👍🏾⭐👍🏻⭐👍🏾
y@y@
👍🏿👍🏼💥👍🏼👍🏿
Rinaldi Sigar
lanjut
opik
terimakasih author
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
berjaga
Xiao Han ୧⍤⃝🍌
Dialog tag kan ini? Diakhiri pake koma ya thor (bukan problem besar sih, pembaca lain juga banyaknya pada gak sadar 🤭)
A 170 RI
mereka binafang suci tapi mereka lemah..yg kuat adalah gurumu
Joko
super thor 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!