Senja merasa menderita dengan pernikahan yang terpaksa ia jalani bersama seorang CEO bernama Arsaka Bumantara. Pria yang menikahinya itu selalu membuatnya merasa terhina, hingga kehilangan kepercayaan diri. Namun sebuah kejadian membuat dunia berbalik seratus delapan puluh derajat. Bagaimana kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14
Pagi yang cerah, sinar matahari baru saja menyelinap melalui celah tirai kamar. Senja bangun lebih awal dari biasanya. Entah kenapa, pagi itu ada semangat berbeda yang tumbuh dalam dirinya.
Setelah membereskan tempat tidur, ia berdiri di depan cermin dan mulai berdandan, dengan hati-hati ia mengikuti tutorial di salah satu aplikasi.
Sentuhan make up flawless pada wajahnya memberi kesan segar, lalu ia mengambil catokan rambut dan mulai menata helaian demi helaian rambutnya dengan sabar. Setiap usapan catokan membuat rambutnya tampak lebih halus dan berkilau, jatuh lembut di bahunya. Untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu,ia tersenyum kecil melihat pantulan bayangannya di depan cermin. Ia menjadi sosok yang berbeda, seperti seseorang yang bangkit dari keterpurukan dengan semangat yang menyala.
Setelah selesai dengan bagian wajah dan kepala, waktunya ia memilih pakaian. Dia beruntung saat seserahan keluarga Saka memberikan barang barang hantaran yang mewah. Dan itu semakin menambah kepercayaan dirinya.
Ia memilih outfit setengah resmi, berupa blus krem yang dipadukan dengan celana bahan warna hitam dan tas kecil di tangan. Tidak berlebihan, tapi tetap memancarkan keanggunan. Dia terlihat lebih elegan dengan High Heel impor tersebut.
Senja sengaja mengintip suaminya di balik pintu kamarnya, menunggu sang suami keluar dari kamarnya.
Begitu terdengar derit pintu, ia ikut membuka pintu berharap mereka berpapasan. Benar saja,
Saka baru saja keluar dari kamarnya, sudah rapi dengan kemeja kerja dan jas yang terlipat di lengan. Namun sepertinya ia tidak tertarik untuk melihat ke arah Senja.
Seperti biasanya,Saka masih tampak dingin dan angkuh. Namun kali ini Senja mengukuhkan niatnya. Tak perduli dengan ekspresi suaminya itu. Dia teringat akan pesan sahabatnya. Jangan terlalu bawa perasaan, sedikit bar bar kadang terlihat lebih menarik.
“Mas,” panggil Senja lembut.
Saka hanya menoleh sekilas, tapi tak sampai memandangnya. Dia duduk lalu memakai sepatunya dengan duduk di sofa.
Meskipun di acuhkan, Senja melanjutkan ucapannya.
“Aku mau izin kerja, Mas. Aku… udah nggak betah diam di rumah terus,” ujarnya dengan hati-hati, suaranya pelan tapi jelas.
Saka menanggapi tanpa ekspresi, suaranya datar. “Terserah kamu.” Ia melangkah lagi menuju pintu.
Namun sebelum benar-benar keluar, Senja menambahkan, “Kalau nggak keberatan… aku boleh numpang berangkat bareng?”
Langkah Saka terhenti. Ia menoleh…..dan seketika matanya sedikit membesar. Untuk sesaat, ia terpaku.
Senja berdiri di ambang pintu dengan tampilan yang berbeda dari biasanya. Rambutnya tampak berkilau, wajahnya segar, dan busananya begitu rapi hingga membuatnya terlihat anggun dan profesional.
Saka menelan ludah pelan, seolah kehilangan kata-kata. Ia mencoba menutupi kegugupannya dengan pura-pura sibuk memperbaiki lipatan jas di lengannya. “Oh… iya, boleh. Sekalian aja. Cepat siap, nanti aku terlambat,” katanya tergagap ringan, tapi terdengar datar. .
Senja menunduk kecil, menahan senyum yang nyaris muncul di bibirnya. “Aku udah siap, Mas.”
Saka mengangguk singkat, lalu berdeham canggung sebelum berjalan menuju mobil. Sementara itu, Senja mengikuti di belakang, langkahnya ringan ada sedikit perasaan hangat di dadanya, sehangat sinar matahari yang menerpa wajahnya.
Begitu mereka masuk ke dalam mobil, suasana langsung terasa berbeda. Hening, tapi bukan seperti biasanya. Ada campuran antara kikuk dan canggung yang tak bisa dijelaskan terjadi di dalam kabin mobil itu.
Saka menyalakan mesin tanpa banyak bicara. Hanya suara deru mobil yang terdengar di antara mereka. Senja duduk di kursi penumpang, menatap keluar jendela, namun sesekali melirik ke arah pria di sampingnya.
Saka, yang biasanya tenang dan dingin, justru terlihat sedikit gelisah. Tangannya sempat salah menekan tombol AC, lalu buru-buru memperbaikinya.
Senja melirik, menahan senyum kecil. “Mas kelihatannya gak nyaman,banget, apa karena ada aku disini? ” ujarnya pelan, mencoba mencairkan suasana.
Saka mengerjap, lalu menoleh singkat. “Nggak juga,” jawabnya singkat, tapi masih terdegar getaran kecanggungannya.
Senja mengangguk pelan. “Maaf, kalau aku bikin Mas nggak nyaman. Aku turun di sini saja!’
Saka cepat-cepat menggeleng, bahkan terlalu cepat. “Nggak kok. Aku cuma kaget aja lihat kamu… eh maksudku, kamu mau kerja dimana biar aku antar sekalian,” ujarnya dengan suara yang sedikit datar.
“Di jalan Ahmad Yani, nanti aku turun di halte saja, biar aku lanjut pakai bis.”
“Ya sudah, aku antar sekalian,” kata Saka.
Senja memalingkan wajahnya ke jendela agar senyum puas yang terbit di bibir tak terlihat.”Akhirnya setelah sekian lama, aku bisa ngobrol dengannya, itu berarti rencana pertama berhasil.”
Setelah itu tak ada lagi obrolan diantara mereka keduanya saling menjaga gengsi. Namun sesekali Senja tak sengaja kedapatan Saka yang sedang melirik dirinya.
Mereka tiba di tempat tujuan, mobil pun berhenti. “Aku pamit dulu, ya Mas!”
“Iya hati hati,” jawab Saka pelan.
Namun sukses membuat Senja terkejut. “Tumben dia jawab panjang, biasanya cuma iya, saja. Apa itu cuma reflek?”
Apa pun itu ia tak perduli lagi yang penting misinya sukses.
Senja menutup pintu mobil, lalu berjalan angin ia sengaja tidak menoleh. Namun ia tahu, mobil Saka masih belum beranjak dari tempatnya.
ku rasa jauh di banding kan senja
paling jg bobrok Kaya sampah
lah ini suami gemblung dulu nyuruh dekat sekarang malah kepanasan pakai ngecam pula
pls Thor bikin dia yg mati kutu Ding jangan senja
tapi jarang sih yg kaya gitu banyaknya gampang luluh cuma bilang i love you