NovelToon NovelToon
Dari Dunia Lain Untuk Anda

Dari Dunia Lain Untuk Anda

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Mata Batin
Popularitas:244
Nilai: 5
Nama Author: Eric Leonadus

Sepuluh mahasiswa mengalami kecelakaan dan terjebak di sebuah desa terpencil yang sangat menjunjung tinggi adat dan budaya. Dari sepuluh orang tersebut, empat diantaranya menghilang. Hanya satu orang saja yang ditemukan, namun, ia sudah lupa siapa dirinya. Ia berubah menjadi orang lain. Liar, gila dan aneh. Ternyata, dibalik keramah tambahan penduduk setempat, tersimpan sesuatu yang mengerikan dan tidak wajar.

Di tempat lain, Arimbi selalu mengenakan masker. Ia memiliki alasan tersendiri mengapa masker selalu menutupi hidung dan mulutnya. Jika sampai masker itu dilepas maka, dunia akan mengalami perubahan besar, makhluk-makhluk atau sosok-sosok dari dunia lain akan menyeberang ke dunia manusia, untuk itulah Arimbi harus mencegah agar mereka tidak bisa menyeberang dan harus rela menerima apapun konsekuensinya.

Masker adalah salah satu dari sepuluh kisah mistis yang akan membawa Anda berpetualang melintasi lorong ruang dan waktu. Semoga para pembaca yang budiman terhibur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14 - MASKER - Arimbi ( POV )

‘Jangan kau mempercayai pandangan matamu saat berada di tempat yang asing dan aneh. Dia begitu tampa lugu dan polos. Senyumnya terlihat seakan hendak mengajakmu bermain petak umpet atau sekedar menemanimu bercakap - cakap. Tapi, ternyata dia bisa membuatmu terjebak dalam dunianya dan terlepas dari dunia tempat ia berasal,’

Itulah yang bisa kuungkapkan saat aku mengalami hal yang nyaris menjebakku memasuki sebuah dimensi yang tak memungkinkanku kembali ke tempat dimana seharusnya aku berada. Dan inilah yang terjadi saat Ki Prana dan yang lainnya datang ke rumah, seperti apa yang telah dijanjikan oleh Erico.

Entah sejak kapan aku berada di sebuah bangunan asing ini. Banyak sekali lorong dan setiap lorong terdapat pintu – pintu besi yang tingginya 2 kali lipat dari tinggi badanku. Sekalipun cahaya lampu tampak redup, namun, aku bisa mengetahui seisi ruangan.

Yah, hanya ada pintu – pintu besar yang jumlahnya cukup banyak. Apa yang harus kulakukan di tempat ini ? Aku harus keluar, bagiku ruangan dengan dinding serba putih kecoklatan ini membuatku serasa tidak nyaman. Selain hawa dingin yang menusuk tulang, telingaku mendengar suara – suara aneh. Suara yang menyayat hati, juga aroma aneh yang menusuk – nusuk rongga hidungku, membuat kepalaku pusing dan pandanganku berkunang – kunang. Yah, pengalaman seperti inilah yang terjadi saat masker tidak menutupi hidung dan mulutku, aku sendiri lupa sejak kapan masker itu terlepas.

Bunyi berisik mirip dengan dengungan lebah itu begitu menyakitkan, kututup telingaku dengan dua telapak tanganku, kepala serasa ditusuk – tusuk ribuan jarum. Hingga pandanganku tertuju pada sebuah pintu kayu yang ukurannya lebih kecil daripada pintu – pintu besi di sekelilingku. Ada seorang bocah laki – laki mengenakan kaos berwarna abu – abu dengan renda – renda garis horizontal pada bagian dada. Bocah berambut keriting dengan bola mata cokelat tengah menengok kesana – kemari diantara daun pintu yang terbuka setengah. Saat sepasang matanya beradu pandang denganku ia tersenyum memperlihatkan deretan gigi – gigi putihnya yang tersusun rapi. Ia tampak tampan dan lugu.

Ada sebuah perasaan yang membuatku ingin menemuinya. Aku melangkah menuju ke arah pintu tersebut dan dia sudah pergi manakala jarak diantara kami tinggal beberapa langkah lagi. Aku membuka pintu tersebut dan melihatnya berjalan di depan sambil membawa sebuah boneka Teddy Bear berwarna oranye. Boneka tersebut adalah milikku saat berumur 6 tahun. Tubuh kecil bocah itu menghilang di kelokan lorong, “Hei, mau kemana kau ?” panggilku sambil berlari dan menghantarkanku pada sebuah lorong yang kanan kirinya banyak sekali pipa – pipa besi berbagai ukuran. Bocah itu menghilang. Yang ada di hadapanku kini hanyalah tirai kain berwarna hijau kusut masai.

Aku menoleh kesana – kemari berharap bisa menemukan bocah itu, tapi gagal. “Mungkin dia bersembunyi di antara pipa – pipa yang bergeletakan tak beraturan itu,” kataku dalam hati sambil terus mencari. Menggeser pipa – pipa tersebut dan merapikannya sebisaku.

“Siapa kau adik kecil ? Tunjukkan dirimu,” panggilku. Sebagai jawaban atas sapaanku itu adalah suara tawa kecil dari balik kotak tak jauh dariku. Aku melangkah dengan hati – hati hingga tak menimbulkan suara sedikit pun hingga akhirnya, “Kena kau,” kataku dengan suara keras saat tiba di tempat asal suara itu, tapi ... tak ada orang disana. Aku menghela nafas panjang sebagai ungkapan rasa kesalku karena gagal menemukannya. Tertipu.

Kembali aku mencari dan terus mencari. Hingga tanpa sadar, kain hijau kusut masai itu sudah tepat berada di depan hidungku. Aroma amis dan busuk tercium dari balik kain hijau tersebut membuatku ragu – ragu untuk meneruskan pencarian. Baru saja hendak membalikkan badan, mendadak tubuhku didorong dari belakang dan aku sudah berada di tempat lain. Sebuah tempat dimana di hadapanku terhampar sebuah tanah lapang yang cukup luas, gersang dan tandus, kering kerontang bagai terbakar oleh panasnya mentari saat musim kemarau. Sebagian besar tanaman tersebut hanya tinggal daun – daunan kering layu bertengger pada cabang ranting dan kayu keriput. Aku tak suka tempat ini saat hendak berbalik terdengar tepukan tangan beberapa kali dari arah belakang.

‘Plok ! Plok !’ tepukan kembali terdengar, sepasang bola mataku menyapu ke sekitar tempat itu yang ada hanyalah warna merah. Dalam jarak sekitar 4 meter di hadapanku, tampak sesosok bayangan hitam. Sebuah kekuatan aneh membuat kaki – kakiku berjalan tanpa kendali dan titik hitasm itu makin jelas, pemilik bayangan hitam itu adalah bocah yang tadi kucari – cari. “Kau disini rupanya, Siapa kau dan apa maksudmu mengajakku ke tempat ini ?” tanyaku. “Ayo main sama aku, kak ...Sekarang saya yang jaga, kakak cari tempat bersembunyi, saya pasti bisa menemukan kakak,” bocah itu berkata dengan nada percaya diri. Aku tersenyum, “Baiklah, ayo pejamkan matamu, hitung sampai 10, setelah itu cari kakak, ya,”

Bocah itu memejamkan mata lalu mulai menghitung. Aku segera mencari tempat untuk bersembunyi, sebisa mungkin untuk tidak bersuara sedikitpun. Tepat hitungan kesepuluh, aku sudah menemukan tempat persembunyian yang kurasa tepat. “SELESAI,” teriakku. Bocah itu membuka matanya dan mulai mencariku, yah, aku berhasil ... bocah itu tidak bisa menemukanku, “Aku menyerah, kak ... keluarlah,” katanya. Aku keluar dari tempat persembunyianku, “Kau kalah. Ayo jaga lagi,” kataku.

Bocah itu tersenyum, “Baik. Kalau kakak yang kalah, temani saya bermain disini, ya ?” pintanya dengan wajah memelas.

“Sebelum itu, kakak ingin tahu siapa namamu ? Ganjil rasanya bermain dengan orang yang tidak kukenal,”

“Berharaplah agar saya yang kalah agar bisa saling kenal, kak Arimbi,”

Perkataannya ini membuatku tercengang, aku baru saja bertemu dengannya bagaimana mungkin dia bisa tahu kalau namaku Arimbi ? Bagiku ini aneh. Aku merasa tertantang, “Darimana kau tahu kalau namaku Arimbi ?” tanyaku. Bocah itu tersenyum lalu memejamkan matanya dan mulai menghitung, “Satu, Dua, Tiga ....” sekalipun heran aku terpaksa mencari tempat persembunyian, bersembunyi di tempat yang sama tidak mungkin, baik akan kucari tempat lain untuk bersembunyi, tanah ini banyak sekali tempat untuk bersembunyi, tak mungkin ia mencari tempat itu satu persatu pasti akan menghabiskan waktu. Hitungan selesai dan ia mulai mencariku kesana – kemari. Aku memilih sebuah gundukan tanah tak jauh dari tempat bocah itu berada, sebuah tempat yang nyaman untuk bersembunyi.

“Mengapa kakak memilih tempat itu untuk bersembunyi ? Mudah sekali aku menemukanmu, kak,” kata bocah itu sambil menimang – nimang boneka tedy bearnya.

Ah, dia hanya menggertak, kataku dalam hati. Tapi, mendadak mataku terbelalak manakala bocah itu sudah berdiri di hadapanku, “Giliran kakak yang jaga, ya ...” Aku mengaku kalah dan demi mendapatkan nama bocah itu, aku terpaksa bermain petak umpet untuk yang kesekian kalinya. Selesai menghitung aku mencari bocah itu, setelah mencari sekian lama aku mulai putus asa.

Disaat keputus asaanku sudah mencapai batasnya, sayup – sayup telingaku mendengar suara diantara hembusan angin, “Arimbi ... apa yang kaulakukan di tempat ini. Cepat kembali, jika tidak kau akan selamanya terjebak di tempat itu,” suara itu terdengar timbul tenggelam dari balik langit yang masih merah, timbul tenggelam dari balik mega jauh sekali membuatku dengan segera melupakannya dan lebih terpusat pada suara tepukan tangan dan tawa anak kecil beberapa meter di depanku.

“Arimbi ... “ suara itu kembali terngiang – ngiang di telingaku, tapi, bunyi tepukan itu terdengar lebih keras lagi, seakan hendak mengaburkan suara – suara yang menyuruhku pergi dari tempat tersebut.

Sekian lamanya suara – suara itu bercampur aduk menjadi satu, kepalaku pusing dan pandanganku berkunang – kunang hingga akhirnya bocah laki – laki yang menggendong Tedy Bear itu mendadak muncul sambil tertawa penuh kemenangan, “Kau kalah, kak ... ayo jaga lagi,” pintanya.

“Tidak ! Aku bosan !” teriakku.

“Jangan curang, kak ... ayo kita main lagi, siapa tahu kali ini kakak yang menang,” hibur bocah itu. Aku menatap tajam ke arah bocah di hadapanku, “Siapa kau ? Bagaimana kau bisa mengenalku ?” kali ini aku bertanya dengan suara dingin, “Katakan, atau aku akan meninggalkanmu sendirian di tempat ini. Cepat! jangan kau paksa kakak melakukan hal itu,”

Mendadak mata bocah tersebut memandangku, sepasang mata coklatnya berkaca – kaca. Ia menangis dan membuatku salah tingkah, “Maafkan, kakak, ya... kakak hanya ingin tahu siapa kau dan bagaimana kau bisa mengetahui namaku,”

“Baik, kak ... saya tidak akan mengajak kakak bermain petak umpet lagi. Tapi, bisakah kakak menolongku ?”

“Oh, kau hendak minta tolong apa ?”

“Arimbi ... jangan ... kautanggapi ... dia... kau ... akan terjebak,” lagi –lagi suara itu terdengar bagaikan hembusan angin.

Sepasang mata bocah itu mendadak menjadi aneh, ada 2 berkas sinar merah dari balik bola matanya dan aku merasakan tak ada lagi keluguan dan kepolosan dari anak itu, yang ada adalah ancaman, “Aku, ingin bertukar tempat denganmu,” katanya.

“Apa maksudmu ?” tanyaku.

“Harusnya aku yang ada di luar sana, dan tempatmu sebenarnya di sini,” kali ini bocah itu menyeringai menakutkan, aku melompat mundur namun bocah itu sudah ada di belakangku, saat aku menghindar untuk kesekian kalinya dia pun sudah berada di dekatku, kemanapun aku berlari, dia berada tak jauh dariku, “Apa maumu, adik kecil ?!” teriakku mulai ketakutan terlebih setelah mendadak melihat perubahan yang terjadi pada diri bocah itu.

“Krek !’ tulang lehernya patah ke arah yang berlawanan dengan badan kecilnya, sepasang matanya membelalak lebar tapi masih ia masih bisa menyeringai. “Krek !” kali ini tangan kanan dan kirinya berputar seratus delapan puluh derajat ke punggung. “Krek !”

Kini yang kulihat adalah sosok tubuh manusia dengan dada hingga perut terangkat ke atas sementara kepalanya yang sudah tidak wajar itu menggantung diantara sepasang tangan dan kakinya yang menempel di tanah. “Mari kita bertukar tempat,” kata sosok itu sambil mengeluarkan tawa aneh mirip dengan suara seperti tertahan di kerongkongan, lalu berjalan menghampiriku. Sepasang bola matanya memutih dan menatapku, “Pergi ! Jangan dekati aku !!” teriakku sambil berlari meninggalkan tempat itu. Sosok itu tak peduli sambil tertawa mengerikan dan berjalan terbalik ia mengejarku.

Aku harus segera pergi meninggalkan tempat itu, apapun resikonya. Aku tidak peduli. Dan entah sudah berapa lama kuberlari tanpa arah dan tujuan yang jelas, hingga akhirnya suara tawa mengerikan itu tidak lagi terdengar. Aku berhenti sejenak, nafasku tersengal – sengal, kuseka keringat yang mengalir di dahiku.

Jantungku berdetak kencang di atas normal, kusandarkan punggungku di dinding berusaha untuk menenangkan diri bisa kubayangkan betapa kacaunya penampilanku saat itu.

“Arimbi ... “ kembali suara itu terdengar pelan, aku memusatkan perhatianku ke asal suara itu tanpa menyadari sosok yang berjalan terbalik itu merayap dari dinding satu ke dinding lain hingga ... “Aku ingin bertukar tempat denganmu, kak,” bersamaan dengan itu sosok wajah dengan bola mata putih sudah muncul tepat di depan hidungku,” Aku menjerit keras, hendak bergerak meninggalkan tempat itu tapi kaki – kakiku seakan menancap kuat pada lantai ruangan. Aku memejamkan mata, bau busuk kian menyengat hidungku. Aku pasrah menghadapi maut yang sebentar lagi menjemput akan tetapi ... entah darimana datangnya sebuah cahaya putih menyilaukan mendadak menerangi ruangan tersebut, aku mendengar jeritan memilukan dan debu – debu beterbangan di udara.

Makhluk itu lenyap dan digantikan oleh seorang wanita Seorang wanita berhidung mancung, berambut hitam panjang berombak diikat dengan beberapa untaian rambut pada pelipisnya, muncul dan menatapku dengan tatapan sedingin es, “Kau adalah keturunan Raden Mas Djojodiningrat, mengapa takut dengan makhluk seperti itu. Dimana keberanian seorang Arimbi yang katanya suka dengan tantangan ?!” katanya, “Hadapilah, nak ... jika kau terus berlari dan menghindar, selamanya kau akan seperti itu dan dia akan selalu mengejarmu,”

“Ibu ... aku belum siap,” kataku.

“Anakku, yang kaubutuhkan sekarang adalah keberanian dan semangat seorang puteri Raden Mas Djojo Diningrat. Ibu mengerti ini sulit, tapi, ibu yakin kau bisa menghadapinya. Jangan sampai kau kalah sebab, kau adalah manusia, paling sempurna diantara semua makhluk. Jangan gentar, nak. Teman – temanmu disana memerlukanmu, Arimbi sayang,” sambil berkata demikian sosok wanita tersebut perlahan – lahan lenyap digantikan dengan beberapa sosok tubuh yang tengah duduk mengelilingiku, mereka adalah Ki Prana, Alya, Erico, Cindy dan Maribeth. Mereka tersenyum padaku, “Selamat datang kembali, Freaks,” sapaan Alya memecah kesunyian juga kebisuan yang ada di ruang tengah rumah tempat tinggalku, “Kau membuat kami semua cemas. Nih, maskermu. Kurasa kau memerlukannya sekarang,” katanya lagi sambil menyodorkan masker yang sering kupakai dimanapun aku berada.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!