NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13: Pembantaian Angsa Liar

Tujuanku melihat sekitar adalah memastikan langkahku tetap aman. Aku harus berjaga-jaga, mengantisipasi apa yang mungkin dia lakukan di wilayah ini.

Sebenarnya, bukan hanya soal kewaspadaan. Jika ketemu, itu berarti ada kesempatan bagiku untuk meningkatkan level, mengumpulkan pengalaman, bahkan berevolusi. Semisal dia memilih bertempur, aku yakin kemampuan baruku cukup untuk menandingi, atau setidaknya bertahan.

“Bukankah aku sudah meninggalkan rawa yang dia kuasai?” gumamku, langkahku menapak perlahan di atas tanah yang lembap. “Apa dia ingin balas dendam?” lanjutku sambil menengok ke segala arah, perasaan was-was bercampur penasaran.

Sebelum berangkat, Zaza bersikeras ingin ikut. Aku bisa melihat kekhawatiran di matanya, semacam dorongan untuk menjaga keselamatanku.

Tapi ini urusanku sendiri, masalah pribadi yang harus aku hadapi sendiri. “Maaf, Zaza. Kali ini aku harus menanganinya sendiri,” kataku dalam hati, walau sedikit menyesal.

Aku sudah cukup jauh meninggalkan tempat peristirahatan.

Menurut informasi dari Poci, si ayam jago dan beberapa angsa yang mengikutinya bergerak ke arah timur. Aku menatap ke arah yang belum pernah benar-benar kutahu: timur. Sistem seakan menuntunku, tapi aku tetap harus memastikan dengan teriak sedikit.

Jadi aku menyusup ke arah timur yang ternyata berujung ke perhutanan lebat. Aroma tanah basah dan dedaunan membaur dengan bau pepohonan yang lembap. Cahaya matahari menembus celah ranting, membentuk garis-garis tipis di tanah yang dipenuhi ranting kering dan daun gugur. Sesekali terdengar suara ranting patah ketika aku melangkah, namun kupastikan setiap bunyi terkendali agar tidak menarik perhatian predator.

“Aku baru ingat, tempat pertama kali berteduh dulu di lubang pohon sekitar hutan lebat,” bisikku pada diri sendiri.

Memori itu membuatku sedikit tersenyum, tapi rasa cemas tetap ada.

“Apa di sini tidak ada macan atau… binatang buas lain?” tanyaku, pandangan menyapu di antara pepohonan yang menjulang. Seketika, jantungku sedikit berdegup lebih cepat. Jika harus berhadapan dengan macan, aku tahu itu akan menjadi ancaman serius.

Karena terlalu pusing mencari secara manual, dan aku bukan seorang detektif, aku memutuskan menggunakan cara lain.

Cara licik.

“Sistem, bisa carikan aku ayam jago dan beberapa angsa?” pintaku, menahan napas agar tidak mengganggu kesunyian hutan.

Tiba-tiba, panel biru muncul di depan mataku, berkilau dengan cahaya dingin yang kontras dengan warna hijau hutan.

[Lokasi musuh sedang dicari…]

Kilat muncul dari ujung panel, satu per satu nama makhluk bermunculan:

[Lokasi musuh ditemukan]

[Kelinci Hutan Lv. 6]

[Ular Air Lv. 7]

[Monyet Hutan Lv. 8]

[Burung Hantu Lv. 9]

Aku menekankan rahang, menahan rasa kesal. Sistem sepertinya tidak fokus pada permintaanku.

“Cukup, sistem! Aku hanya ingin…”

Tapi panel terus memunculkan informasi:

[Serigala Hutan Lv. 10]

[Angsa Liar Lv. 12]

[Kapten Kokok Lv. 15]

[Babi Hutan Lv. 16]

[Buaya Sungai Lv. 18]

[Elang Rawa Lv. 19]

[Macan Tutul Lv. 20]

Aku menepuk kepalaku dengan paruh. “CUKUP! AKU SUDAH MENEMUKAN KAPTEN KOKOK!”

Panel masih berlanjut:

[Kawanan Serigala Hitam Lv. 22]

[Beruang Cokelat Lv. 36]

[Burung Merak Ajaib Lv. 25]

[Ular Python Raksasa Lv. 27]

Terus kemudian semuanya berhenti. Sistem tiba-tiba mengeluarkan satu panel baru, seakan tidak memperhatikan mentalku yang sudah terguncang oleh suara ding yang berulang-ulang.

[Anda ingin melawan yang mana?]

“Kenapa kau tidak mau stop!” teriakku sebal. “Aku tadi bilang kan, cuma nyari Kapten Kokok dan beberapa angsa!”

[Anda hanya membicarakan Ayam dan Angsa]

Aku menghela napas panjang, menundukkan kepala sejenak. “Yaya… aku salah!” gumamku, menenangkan diri. Napasku berat, dada terasa sesak karena campuran frustrasi dan ketegangan.

“Aku cuma ingin melawan Kapten Kokok,” lanjutku sambil menepuk tanah dengan paruhku, menandakan tekad. Sistem diam sejenak, seolah menunggu kepastian.

[Konfirmasi]

[Mencari letak kapten kokok…]

[Berhasil]

[120 meter ke arah barat.]

“Nah gitu dong, dari tadi harusnya begitu,” ucapku sambil mendecakkan lidah. Aku melangkah pelan, mengikuti arahan dari sistem.

Tanah lembap menahan setiap langkahku, beberapa tanaman menjalar menempel di kaki, dan ranting kering yang berserakan membuatku berhati-hati.

“Takutnya malah kedengeran nanti kalau menginjak ranting kering,” gumamku, merayap perlahan sambil mengamati lingkungan.

Setiap bunyi yang terdengar di hutan bisa menjadi peringatan bagi predator di sekitar. Aku mencondongkan tubuh, menundukkan kepala, dan sesekali mengibaskan tanaman yang menghalangi jalan.

Terus kemudian, label sistem muncul di atas ayam jago itu:

[Kapten Kokok level 15]

Ayam jago itu terlihat lebih besar dariku, tubuhnya tegap dan bulunya bersih, memantulkan cahaya remang hutan.

“Itu dia…” bisikku, suara nyaris tak terdengar karena ketegangan yang membalut hatiku.

Benar seperti yang dikatakan Poci, ayam jago itu tidak sendirian. Bersama Kapten Kokok, ada beberapa angsa liar. Panel sistem menegaskan:

[Angsa liar level 12]

Aku mengerutkan kening. “Apa yang terjadi, mereka geng-gengnya?” pikirku, sedikit bingung. “Bukannya angsa itu sangat agresif? Ah… aku tidak terlalu mengerti soal itu, mari kita lihat dulu situasinya.”

Aku menepi di belakang pohon besar, batangnya kasar dan lembap karena lumut. Dari sini, aku bisa mengamati mereka tanpa terlihat. Kelompok itu sedang beristirahat di satu petak tanah yang cukup luas, dikelilingi pepohonan untuk perlindungan alami.

“Bebek itu sepertinya takut oleh kita, bos,” suara salah satu angsa liar terdengar jelas, paruhnya mengeluarkan bunyi mendesah.

“Bos?” gumamku lirih, mencondongkan kepala sedikit ke samping pohon untuk memastikan siapa yang dimaksud. “Si Kapten Kokok?” Aku masih merasa bingung, menahan napas agar tidak terdengar.

“Malam ini kita hajar mereka. Kita habisi,” suara Kapten Kokok terdengar, tegas dan dingin. Nada yang sama persis seperti saat pertama kali kami bertemu. Ayam jago itu tampak tegap di depan para angsa, menggerakkan sayapnya sedikit untuk menegaskan dominasi.

Satu ayam jago, lima angsa liar. Mereka membentuk barisan kecil di tanah lembap itu, cahaya remang hutan menyorot tubuh mereka yang basah karena embun malam. Angsa-angsa itu tertawa pelan, seakan menikmati omongan Kapten Kokok.

Salah satu angsa kemudian bersuara dengan paruh terbuka lebar. “Misi kita adalah menghancurkan semua bebek.”

Aku menahan napas, menyembunyikan diri di balik batang pohon besar. Mataku membesar, mencoba mencerna kata-kata itu.

Tiba-tiba, satu Angsa yang lain muncul dalam percakapan mereka, tampak lebih tua dari angsa liar yang terlihat.

“Jamila sudah terbunuh oleh bebek. Aku tidak akan memaafkannya. Malam ini, aku ingin balas dendam,” ucapnya dengan nada berat, suara bergetar karena kemarahan dan kesedihan.

“Jamila??” aku terkejut, tubuhku menegang di balik pohon. “Terbunuh?” pikirku cepat. Seketika memori lama muncul: ini pasti angsa yang mati karena aku bunuh di ladang Petani Tegar dulu.

“HAH, istrimu terbunuh?” salah satu angsa liar lainnya bertanya, suaranya terdengar kasar.

“Benar. Bahkan Petani Tegar pun ikut terbunuh,” jawabnya, nada serius tanpa sedikit pun ragu.

Jantungku seketika merosot ke perut. Itu berarti… yang aku bunuh adalah pasangan bebek ini. Aku menundukkan kepala sebentar, napas tercekat.

“Serius?” gumamku, berusaha menahan rasa panik.

“Aku serius,” jawab bebek itu, suaranya mantap, tidak ada ragu sedikit pun.

Kapten Kokok menapak tanah dengan kaki depannya, bunyi keras menggema di hutan yang tenang. Semua angsa dan bebek di sekitarnya menunduk sedikit, terkejut oleh gerakan tiba-tiba itu. “Jangan kebanyakan membual! Masa bebek-bebek itu bisa membunuh manusia?” geramnya.

Angsa yang tadi masih berbicara kembali mengangkat paruhnya.

“Aku tidak membual, Boss. Di rumahku dan di rumah Jamila, bulu-bulu bebek berserakan. Itu jelas sebuah pesan. Sepertinya bebek itu ingin menantang kita.”

Aku, yang bersembunyi di balik batang pohon, langsung menggertakkan paruh sambil berbisik keras, nyaris ingin berteriak.

“Pesan apanya, kocak! Itu bulu-buluku sendiri yang rontok karena panik! Mana sempat aku kirim pesan ke kalian!”

Kepalaku terasa berat, aku menekan kening dengan sayap.

“Dasar angsa bodoh.”

Namun angsa itu masih melanjutkan dengan nada penuh dendam. “Aku masih menyimpan bulu bebek itu sampai sekarang. Itu alasanku hidup. Aku akan membalas dendam pada semua bebek!” Sambil berbicara, ia benar-benar mengeluarkan sehelai bulu kusam dari bawah sayapnya.

Kapten Kokok, yang sedari tadi diam, tiba-tiba menoleh. Paruhnya terbuka, lalu dengan gerakan kasar ia meraih bulu itu menggunakan sayapnya.

“Bulu ini… aku kenal! Ini bulu bebek yang mempermalukanku seminggu lalu!” suaranya meledak keras.

“Dasar bebek sialan!” teriak salah satu anak buahnya, membuat suasana jadi panas.

Kapten Kokok menegakkan tubuh, menatap ke seluruh pasukannya. “Malam ini akan panjang. Jangan ada yang tidur! Kita akan habisi kawanan bebek itu!”

Sorak tawa langsung pecah.

“Aku akan menggantung bebek itu, cabuti satu-satu bulunya!”

“Atau dilempar ke penangkaran buaya, biar jadi makan malam!”

“Hahaha, dijadikan samsak juga boleh!”

“Mutilasi! Potong-potong!”

“HAHAHA! Hancurkan mereka!”

Suara parau dan tawa kasar itu bergema di tengah gelapnya hutan.

Di sela riuh tersebut, salah satu angsa liar terhuyung sambil menahan perut. “Hhh… aku kebanyakan tertawa. Aku keluar sebentar, mau buang air kecil.”

Mereka yang tersisa masih terpingkal-pingkal, tak peduli kawannya pergi.

Aku tersenyum kecil, suara rendah keluar dari paruhku.

“Sekarang… giliranku yang tertawa.”

Begitu angsa itu berjalan agak jauh masuk ke hutan, aku mengikuti langkahnya pelan. Nafasku kuatur agar tidak terdengar.

Angsa itu bersiul- siul ringan sambil mencari tempat. Saat ia lengah, aku langsung meluncur. Paruhku menancap tepat di lehernya.

“Krk!” Suara serak keluar sesaat, lalu tubuhnya roboh. Darah segar memercik, menodai daun basah dan ranting kering di tanah.

 [+45]

Aku menunduk, membisikkan kata-kata kecil.

“Satu kena. Sisa empat lagi, sebelum main course-nya.” Tawaku lirih menahan kepuasan.

Suara notifikasi sistem langsung terdengar di kepalaku.

[Skill baru didapatkan – Silent Peck]

[Skill baru didapatkan – Silent Walk]

Aku menahan senyum, tapi wajahku juga sedikit cemberut.

“Kirain naik level… ternyata cuma skill baru.”

Aku kembali ke area semula, mengendap-endap. Tak lama, seekor angsa lain berdiri sambil menepuk perut.

“Uhh, aku juga mau ke belakang. Kayaknya buang air besar.”

Ia berjalan keluar rombongan.

Aku mengikuti lagi, kali ini dengan langkah yang lebih percaya diri. Silent Walk membuat kakiku tak menimbulkan suara, bahkan ketika menginjak ranting kering sekalipun. Tidak ada bunyi, seolah hanya angin yang lewat. Saat aku menyerang dengan Silent Peck, paruhku bergerak cepat, dan sekali lagi darah muncrat membasahi tanah.

Keuntungan paling gila dari skill ini bukan hanya diamnya langkahku, tapi juga efek reset. Setiap kali aku berhasil membunuh, waktu pemulihan skill langsung kembali ke awal. Dengan kata lain… aku bisa menggunakannya lagi dan lagi.

Darah kembali mengalir, membasahi tanah dan bercampur dengan dedaunan kering. Aroma anyir menusuk hidung.

[+45]

“Dua…” bisikku singkat.

Aku melangkah lagi, tubuh masih menempel di balik pepohonan. Pandanganku menangkap angsa lain yang sebelumnya membawa buluku.

“Tiga…” ucapku lirih, menghitung dalam hati.

Aku kembali ke posisi semula untuk mengintai. Dari balik rimbun daun, aku bisa mendengar suara Kapten Kokok dan dua angsa yang tersisa. Suasana mereka mulai berubah.

“Kenapa mereka bertiga belum kembali?” tanya salah satu angsa dengan nada khawatir.

“Padahal cuma buang air sebentar,” sahut angsa lain, juga kebingungan.

Kapten Kokok memicingkan mata. Suaranya tegas dan penuh curiga. “Kalian berdua! Cari teman-teman bodoh kalian itu! Kalau ada apa-apa, berteriak atau lapor segera!”

“Baik, Bos!” jawab mereka serempak.

Aku tahu rencanaku akan segera terungkap. Karena itu, aku memutuskan untuk membunuh langsung tanpa perlu berlama-lama bersembunyi. Jasad para angsa yang sudah mati sebelumnya sudah kupindahkan jauh, tersembunyi di balik semak dan tanah lembap. Mustahil mereka menemukannya.

Dua angsa itu mulai berjalan. Formasi mereka sederhana: satu di depan, satu di belakang, jelas agar yang di belakang bisa memberi peringatan jika ada bahaya.

Aku menyeringai tipis. “Cukup bunuh yang paling belakang. Itu paling mudah.”

Suara mereka terdengar jelas di malam sunyi.

“Sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka?” ucap angsa yang berjalan di belakang sambil menoleh ke kanan dan kiri.

“Aku juga nggak tahu,” jawab kawannya yang berjalan di depan.

Mereka tertawa kecil, nada suaranya meremehkan.

“Mungkin mereka ketemu betina cantik.”

“Hahaha, bisa jadi.”

“Montok dan bohay!”

“Seperti Jamila?”

Aku mengerutkan paruh. Mereka masih tertawa sambil bercanda kotor.

“Betina itu malah dipaksa sama Kapten. Tapi jangan bilang siapa-siapa,” ucap salah satu dengan tawa rendah sambil mengibaskan sayap, menyingkirkan daun-daun yang menghalangi jalan.

“Serius? Hahaha.”

“Serius woi! Jamila itu sampai mendesah keras!”

Tawa kasar mereka menggema. Aku yang membuntuti di belakang dengan Silent Walk merasa muak.

“Ucapan yang menjijikkan,” gumamku, hampir ingin muntah. “Tapi ini kesempatanku. Mereka sudah lengah.”

Aku mempercepat langkah, mendekat ke angsa yang berjalan paling belakang. Tinggal satu langkah lagi untuk menusukkan paruhku.

“Mati kau—”

Namun, tepat sebelum aku menyerang, angsa itu menunduk. Matanya tertuju pada sehelai bulu di tanah. Itu buluku, bulu yang dibawa angsa yang sebelumnya kubunuh.

“Hei, ini bulu—”

Aku terhenti sejenak. Gagal menyerang. Tidak ada waktu untuk berputar. Maka aku langsung menubruk angsa yang berjalan paling depan.

“HEI! AWAS!” teriak angsa di belakang dengan panik.

“Terlambat!” sahutku cepat. Sword Peck kulancarkan, paruhku menusuk tepat ke dada angsa di depan.

[+45]

Darah menyembur deras, membasahi tanah gelap.

Angsa di belakang menjerit, tubuhnya gesit. Levelnya jelas tidak rendah. Ia segera berbalik arah sambil berteriak keras.

“BOSS! BOSS! MUSUH!!!”

Aku ikut berputar, mengejar dengan kecepatan penuh. Mengaktifkan Duck Dash, tubuhku meluncur cepat. Dalam sekejap aku menutup jarak. Paruhku kembali bergerak, Silent Peck menghantam tanpa suara.

Darah kembali muncrat, menodai tanah dan semak-semak di sekitar.

[+45]

Kapten Kokok yang sejak tadi berdiri di tempatnya, tampak terkejut.

APA?!” serunya, matanya membelalak begitu melihatku di depan area peristirahatannya.

Aku menyeringai kecil, menatap lurus ke arahnya.

“Yo, Kapten Kokok.”

Paruhnya mengepak cepat, napasnya terdengar berat. “Sialan!” hardiknya dengan nada penuh benci. “Apa yang kau lakukan kepada mereka, hah?!” Suaranya bergema, menusuk telinga.

Aku mengangkat salah satu sayapku dan menggosok telinga, berpura-pura terganggu oleh suaranya yang terlalu keras.

“Mereka? Owh… maksudmu angsa itu?” Ucapanku sengaja kuputus di tengah, lalu kuakhiri dengan nada santai. “Sudah mati.”

Senyumku melebar selebar mungkin, sengaja membuat ekspresi menyebalkan.

 Kapten Kokok mendengus keras. Bulu di lehernya berdiri, menandakan amarah yang menumpuk. “Kalau begitu, aku juga akan membunuhmu sekarang!” teriaknya.

Aku melangkah maju sedikit, nada suaraku tenang tapi tajam.

“Jangan terlalu dekat, Kapten Kokok.”

“Hah?!” balasnya dengan nada heran sekaligus mengejek.

Aku menundukkan kepala sebentar, lalu menatapnya lagi dengan dingin.

“Tubuhku tidak tahan melihat orang yang berselingkuh dengan istri temannya.”

Sesaat, bayangan masa lalu menampar pikiranku. Ingatan tentang ibuku yang juga diselingkuhi kembali muncul. Dadaku terasa sesak, membuat emosiku semakin memanas.

“Jijik.” Aku meludah ke tanah, air liurku jatuh menimbulkan suara kecil pletak di tanah becek rawa.

Kapten Kokok terdiam sejenak, lalu perlahan senyum licik muncul di paruhnya. Tawa pendeknya pecah, diikuti nada tenang yang justru membuat bulu kudukku berdiri.

“Owh… Jamila?” katanya sambil sedikit menunduk. “Sayang sekali dia terbunuh, ya? Padahal aku masih ingin menusuknya lagi.”

Tawanya kali ini meledak lebih keras, bergema di sekitar rawa.

Kepalaku menegang. Nafasku terhenti sepersekian detik. Kata-katanya tentang Jamila menusuk tepat di dalam dada. Aku tak lagi bisa menahan diri.

“Aku tidak peduli.” Suaraku rendah, dingin, penuh tekanan. “Sekarang… matilah!”

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 1 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 1 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 1 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!