NovelToon NovelToon
Kau Hanya Milik ARUNA

Kau Hanya Milik ARUNA

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aru_na

"aku pernah membiarkan satu Kalila merebut milik ku,tapi tidak untuk Kalila lain nya!,kau... hanya milik Aruna!"
Aruna dan Kalila adalah saudara kembar tidak identik, mereka terpisah saat kecil,karena ulah Kalila yang sengaja mendorong saudara nya kesungai.
ulah nya membuat Aruna harus hidup terluntang Lantung di jalanan, sehingga akhirnya dia menemukan seorang laki laki tempat dia bersandar.
Tapi sayang nya,sebuah kecelakaan merenggut ingatan Aruna,sehingga membuat mereka terpisah.
Akankah mereka bertemu kembali?,atau kah Aruna akan mengingat kenangan mereka lagi?
"jika tuhan mengijinkan aku hidup kembali, tidak akan ku biarkan seorang pun merebut milik ku lagi!"ucap nya,sesaat sebelum kesadaran nya menghilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aru_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14.

Kalila membeku mendengar bisikan Munira yang penuh intrik. Otaknya mencerna setiap kata, namun hatinya menolak mentah-mentah ajakan untuk bersekongkol dalam kegelapan. Ia memang terluka dan kecewa, tetapi jauh di lubuk hatinya, ia masih memiliki batasan moral yang tak ingin ia langgar.

"Bagaimana? Kamu setuju?" tanya Munira, menatap Kalila dengan tatapan penuh harap dan sedikit memaksa.

"Aku tidak mau berurusan dengan kejahatan, Munira," jawab Kalila tegas, meskipun suaranya sedikit bergetar. Ia tak ingin mengotori tangannya dengan perbuatan yang salah, meskipun tujuannya mungkin untuk mendapatkan kembali cintanya.

"Kau wanita munafik, Kalila!" desis Munira geram, menunjuk telunjuknya tepat di dada Kalila. "Sok baik di depan tapi busuk di dalam!" Sentakan itu membuat Kalila yang berdiri tidak terlalu stabil terlihat terhuyung ke belakang.

"Lakukan jika itu baik menurutmu, tapi jangan mengajakku," ucap Kalila dingin, berusaha menyembunyikan rasa sakit hatinya. Ia berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Munira yang terpaku di tempatnya, mencerna kata-kata penolakan yang baru saja terlontar dari mulut sahabatnya.

Kalila memang dikenal sebagai gadis yang lemah lembut, berhati baik, sopan santun, dan selalu menebarkan senyum kepada siapa pun. Tak heran jika banyak orang menyukainya dan merasa nyaman berada di dekatnya. Namun, tanpa mereka ketahui, di balik kelembutannya itu, Kalila menyimpan sisi gelap seorang pendendam, dengan berbagai intrik yang tersimpan rapi di dalam benaknya. Munira, sebagai sahabat baiknya sejak kecil, adalah satu-satunya orang yang mengetahui sisi lain dari Kalila ini.

Acara akad nikah dan resepsi sederhana yang diselenggarakan oleh warga setempat untuk dokter Arza berlangsung dengan meriah dan penuh kehangatan. Di sesi foto-foto pun, banyak warga yang antusias untuk bergabung dan mengabadikan momen bahagia bersama pengantin baru itu. Aruna, dengan senyum manisnya, tampak berusaha menikmati setiap momen meskipun hatinya masih diliputi kebingungan dan ketakutan.

"Aruna, Dokter Arza itu tidak suka makanan di luar," tiba-tiba Bu Kepala Desa menghampirinya, menggenggam erat tangan Aruna dan mencoba memberikan semangat. "Dia itu tidak bisa makan masakan sembarangan orang. Yang bisa dia makan cuma masakan ibunya sendiri, masakan saya dan juga masakan dirinya sendiri."

Wanita paruh baya yang wajah nya mirip sekali dengan Kalila itu tersenyum hangat, dan terus menatap Aruna dengan tatapan lembut.

"Terus apa yang harus saya lakukan, Bu?" tanya Aruna polos, merasa semakin terbebani dengan informasi baru ini.

"Kamu bisa memasak, kan?" tanya Bu Kepala Desa dengan nada penuh harap. Aruna mengangguk pelan.

"Nah, kalau begitu, kalau kamu mau, kamu bisa belajar masak makanan kesukaan Dokter Arza sama ibuk," ujar wanita itu dengan wajah berbinar-binar, sangat bersemangat, berbanding terbalik dengan putrinya yang berdiri tak jauh dari sana dengan wajah kusut.

"Terima kasih, Ibuk, tapi... saya merasa tidak enak merepotkan Ibuk," jawab Aruna dengan sopan.

"Jangan sungkan, Nak," balas Bu Kepala Desa sambil menarik Aruna ke dalam pelukannya. "Anggap saja, ibu ini ibu kandungmu sendiri." Wanita itu merasa bahagia melihat sikap Aruna yang apa adanya, tidak dibuat-buat dan tidak menutup-nutupi.

"Terima kasih, Bu," ucap Aruna tulus, merasakan kehangatan pelukan ibu kepala desa yang terasa begitu menenangkan.

Saat itu, Kalila mendekat. Ia menatap intens Aruna dengan tatapan yang sulit diartikan, membuat Aruna merasa tidak nyaman meskipun di wajah gadis itu selalu tersirat senyuman dan keramahan. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik tatapan Kalila yang membuat Aruna merasa ada jarak yang tak terlihat di antara mereka.

"Kenalkan, ini putri semata wayangnya ibu, Kalila," ujar Bu Kepala Desa sambil merangkul Kalila. Kalila mengulurkan tangannya dengan senyum manis, yang dibalas oleh Aruna dengan senyum canggung. Tiba-tiba, dia mengingat Kalila teman nya, yang selalu menemani nya tapi mereka tetap terasa asing.

Tapi bukan itu,Aruna seperti teringat sesuatu yang terasa familiar di pikiran Aruna, saat nama Kalila di sebutkan lagi. Ia mencoba mengingat-ingat, apakah ia pernah bertemu dengan gadis bernama Kalila lagi sebelumnya, selain teman nya itu?.

"Hai..." sapa Kalila ramah.

"Senang berkenalan denganmu, kau sangat cantik," ujar Aruna berbasa-basi.

"Terima kasih, Aruna, kamu juga sangat cantik, tapi kamu terlihat masih sangat muda," balas Kalila dengan senyum yang terasa sedikit dipaksakan. Aruna hanya membalas dengan senyuman tipis, enggan memberitahukan usia sebenarnya kepada orang yang baru dikenalnya ini.

"Kamu mau sesuatu? Aku akan mengambilkannya untukmu," tawar Kalila mencoba bersikap akrab, berusaha mendekatkan diri pada Aruna.

"Tidak perlu, aku tidak lapar," jawab Aruna singkat. Kalila hanya membalas dengan senyum pahit yang tak sampai ke matanya.

"Sayang, ayo kita istirahat," tiba-tiba Dokter Arza datang menghampiri istrinya dan merangkul pinggangnya dengan posesif, ingin membawanya masuk ke dalam rumah mereka.

Aruna terkejut, rasa takut langsung menghampirinya. Ia tahu betul apa yang akan terjadi selanjutnya di balik pintu kamar itu.

"Tapi... warga masih di sini," ujarnya terbata-bata, mencoba mencari alasan untuk menunda momen yang paling ia takuti.

Namun, Dokter Arza tahu betul maksud istrinya yang ingin menunda 'istirahat' bersamanya. Ia menatap Aruna dengan tatapan lembut namun tak terbantahkan.

"Benar, Mas," sela Kalila tiba-tiba, mencoba bersikap ramah dan seolah-olah menyelamatkan Aruna dari situasi yang tidak diinginkannya. "Mereka semua pasti masih ingin bicara dengan Aruna, jadi kau jangan menculiknya dulu."

"Tidak apa-apa, Kalila, mereka juga mengerti,lagi pula... Aruna belum benar benar sehat" balas Arza dengan nada tegas namun tetap sopan. Ia tetap pada pendiriannya, menggendong istrinya tiba-tiba dan membawanya masuk ke arah rumah yang memang sudah ditempatinya selama ini. Aruna hanya bisa pasrah dalam gendongan Arza, menatap nanar ke arah Kalila yang berdiri mematung di depan rumah.

Kalila hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat, menyaksikan dengan hati hancur orang yang sangat dicintainya itu akan menghabiskan malam pertamanya sebagai suami istri dengan wanita lain. Rasa sakit hati dan amarah kembali membakar hatinya, membuatnya semakin yakin bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk merebut kembali Arza, meskipun ia belum tahu pasti apa yang akan ia lakukan.

Arza membawa istrinya masuk ke kamar yang telah dihias dengan elegan. Kelopak bunga mawar merah berserakan di atas seprai putih bersih, lilin aromaterapi menyala lembut di sudut ruangan, memancarkan wangi lavender yang menenangkan. Lampu-lampu gantung diredam cahayanya, menciptakan suasana yang hangat dan romantis. Namun, bagi Aruna, keindahan itu justru membuat napasnya semakin sesak.

Arza menutup pintu dengan tenang, kemudian meletakkan Aruna perlahan di atas tempat tidur. Ia duduk di sisi ranjang, menatap wajah istrinya dengan pandangan yang lembut namun penuh misteri.

"Aruna," ucapnya lirih, "aku tahu kau gugup. Ini semua memang terasa cepat, bahkan mungkin seperti mimpi yang belum sempat kau mengerti."

Aruna hanya mengangguk pelan, memeluk dirinya sendiri sambil menunduk. Ia tidak bisa berkata-kata. Tubuhnya kaku, pikirannya penuh kecemasan. Entah mengapa, sejak pernikahan itu disahkan, ia merasa seperti boneka yang tidak punya pilihan.

"Tapi Aruna...aku harap,kau bisa menerima nya dengan lapang dada..." Aruna masih menunduk dengan perasaan cemas. Arza mencoba mendekat, perlahan semakin dekat, sehingga tiada jarak lagi antara mereka.membuat Aruna semakin ketakutan.

"Aruna... Aku menginginkan hak ku sekarang juga..."

1
Zudiyah Zudiyah
,hemmm sangat mirissss
rofik 1234
Perasaan campur aduk. 🤯
Aruna: benarkah?😁
total 1 replies
Shinichi Kudo
Aku udah jatuh cinta dengan karakter-karaktermu. Keep writing! 💕
Aruna: terima kasih 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!