Aku adalah Dara, aku pernah menjalin hubungan dengan Bastian semasa sekolah, tapi karena tidak direstui, akhirnya hubungan kami kandas.
Akhirnya aku menikah dengan seseorang laki-laki lain, Lima tahun kemudian aku bertemu dengan Bastian kembali, yang ternyata sudah menikah juga.
Pernikahanku yang mengalami KDRT dan tidak bahagia, membuatku dan Bastian menjalin hubungan terlarang setelah Lima Tahun.
Salahkah, aku Mendua ~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat Belas
Hari ini pernikahan Bastian dan Fanny dilangsungkan. Pesta di adakan di rumah orang tuanya. Semua keluarga mereka mendapat baju seragam kecuali Dara. Saat semua keluarga mereka mengadakan rapat untuk persiapan pernikahan, hanya dia yang tak diundang.
Namun, bagi Dara semua itu tak masalah baginya. Dia juga sudah malas untuk ikut dalam acara keluarganya. Kehadirannya juga tak pernah dianggap. Lebih baik tidak datang sama sekali.
Bukan saja acara keluarga besarnya, acara keluarga besar suami juga dia tak pernah ikut karena Rico tak pernah mengajaknya. Dia bahkan tak mengenal siapa-siapa saja keluarga besar sang suami.
Kemarin suaminya mengatakan jika dia tetap harus pergi. Sebenarnya Dara tak ingin hadir karena hanya akan menambah lukanya, bukan karena tak ikhlas melihat Bastian menikah, tapi juga karena dia yang tak dianggap sebagai keluarga besar mereka.
Saat dia sedang persiapan diri untuk ke pesta, Dara dikejutkan dengan kedatangan sang mertua. Tanpa permisi dia masuk ke dalam rumah.
"Di mana Rico?" tanya Ibu mertuanya tanpa basa basi.
"Silakan duduk dulu, Bu," ucap Dara.
Ibu mertuanya langsung duduk dan memandangi ke sekeliling ruangan. Menatap satu persatu isi rumah itu.
"Sepertinya rumah ini banyak perubahan. Makin bagus saja," ucap Ibu mertuanya.
Rumah tempat tinggal Dara sekarang ini memang baru direnovasi, tapi dengan uang pribadinya. Mungkin ibu mertua mengira itu uang dari sang suami, putranya Rico.
"Alhamdulillah, Bu. Setiap ada rezeki aku selalu renovasi rumah ini," ucap Dara.
"Pantas Rico selalu terlihat pusing. Kamu jangan terlalu menekan dia. Kamu tau sendiri gaji di pabrik berapa," ucap Ibu mertua.
Dara tersenyum mendengar ucapan ibu mertuanya. Sudah di duga jika wanita paruh baya itu mengira kalau rumah ini renovasinya menggunakan uang Rico.
"Bu, aku tak pernah menekan Mas Rico. Alhamdulillah aku ada penghasilan dari penjualan kue. Dan rumah ini dari sana, bukan dari uang Mas Rico. Dia hanya memberikan aku dua juta satu bulan," jawab Dara.
"Hanya dua juta katamu? Kurang banyak berapa lagi? Tak ada syukurnya sebagai istri. Kalau kamu mau nafkah banyak cari seorang pengusaha, dan belum tentu juga mereka mau dengan wanita desa seperti kamu!" seru ibu mertuanya.
Dara mengelus dada mendengar ucapan mertuanya. Bukannya dia tak bersyukur. Dia mengatakan itu agar ibu mertua tak menganggap kalau rumah ini renovasinya dengan menggunakan uang Rico.
"Bu, aku bukannya tak bersyukur. Aku hanya sekedar mengatakan kebenarannya," ucap Dara dengan suara pelan. Takut mertuanya salah paham lagi.
"Kebenaran apa yang kau katakan?" tanya Rico.
Dara dan ibu mertuanya memandangi Rico dengan sedikit terkejut. Entah sejak kapan pria itu ada di sana. Dia mendekati kedua wanita itu. Dan bertanya sekali lagi.
"Kebenaran apa yang sedang kau katakan?"
"Istrimu marah saat ibu bertanya, apakah rumah ini renovasinya dengan uangmu. Dengan lantang berkata jika rumah ini dari uang penghasilan penjualan kuenya. Kamu itu hanya sanggup memberinya dua juta. Dengan uang segitu dia tak bisa menyimpan apa lagi untuk renovasi rumah. Apa Ibu salah bertanya? Ibu hanya senang saja jika kamu memang membantu membangun rumahnya Dara, bukan bermaksud apa-apa," ucap Ibu mertua dengan suara sendu.
Rico menatap tajam ke arah istrinya itu. Sepertinya tak suka dengan apa yang telah ibunya sampaikan. Dia lalu mendekati istrinya dan menarik rambut Dara dengan keras hingga wanita itu meringis kesakitan.
"Apa kau tak terima aku beri nafkah sebanyak dua juta? Emang kau ingin berapa? Kau kan tau gajiku berapa di pabrik, syukur aku beri segitu. Mulai bulan depan aku hanya akan memberimu setengahnya saja!" teriak Rico dengan tangan masih menarik rambut Dara.
"Mas, sakit. Lepaskan tanganmu!" seru Dara dengan penuh penekanan.
Dara meraih pergelangan tangan Rico dan menariknya agar terlepas dari rambutnya. Ibu mertuanya melihat semua dengan keheranan. Biasanya tak pernah sang putra berbuat kasar.
"Rico, lepaskan. Dara kesakitan itu," ucap Ibu mertuanya.
Rico lalu melepaskan tangannya yang menarik rambut Dara. Wanita itu menatap tajam pada sang suami. Dia tak akan mau mengeluarkan air mata untuk pria seperti itu.
"Kenapa menatapku seperti itu? Kamu tak terima? Seorang suami wajib memberikan pelajaran pada istrinya jika sudah kurang ajar. Kamu lihat sendiri, ibuku masih saja menyayangi kamu, meminta aku melepaskan tarikan di rambutmu," ucap Rico.
Dara berdiri dari duduknya. Dia kembali memandangi wajah suaminya dengan tatapan tajam.
"Sakit jiwa kamu, Mas!" seru Dara dengan penuh penekanan.
Mendengar ucapan Dara, kembali emosi Rico tersulut. Dia mengangkat tangannya ingin menampar wajah sang istri. Namun, tangannya berhenti di udara. Dia mengurungkan niatnya mendengar sang ibu memanggil namanya.
"Rico ... sudah!" teriak Ibu mertuanya.
"Kenapa tak dilanjutkan? Biar aku punya alasan untuk mengadu ke kantor polisi. Aku tak akan tinggal diam jika kau berani memukulku!" seru Dara.
"Apa maksud ucapanmu itu, Dara? Apa kamu ingin melaporkan anakku ke polisi? Apa kamu tak menyadari jika apa yang Rico lakukan juga karena sikapmu. Kamu jadi istri itu pembangkang. Bagaimana suami tak ingin memberikan pelajaran. Selama hampir tiga puluh tahun pernikahan, ibu tak pernah sekalipun melotot 'kan mata pada sang suami. Apa lagi membantah ucapannya," ujar ibu mertua.
"Ibu bisa lihatkan, anak Ibu yang melakukan kekerasan, apa aku harus tinggal diam saja? Apa salahku, aku hanya mengatakan jika rumah ini renovasinya pakai uang pribadiku karena Mas Rico hanya memberiku uang dua juta, dan itu habis buat kebutuhan sehari-hari!" seru Dara.
"Kamu masih berani memarahi ibuku?" tanya Rico dengan suara tinggi.
"Di mana letak aku memarahi ibu, Mas? Aku hanya menjelaskan apa yang tadi aku katakan tadi!" seru Dara.
Entah mengapa dia jadi ikut terbawa emosi. Mungkin karena pengaruh kehamilannya. Dara masuk ke kamar karena takut dia takut tak bisa mengendalikan diri.
Rico lalu mendekati ibunya. Dia duduk di samping wanita itu.
"Ada perlu apa Ibu ke sini?" tanya Rico dengan lembutnya, berbeda sekali jika bicara dengan istrinya.
"Ibu ingin minta uang, Nak. Ibu mau ke kondangan anak Bu Erna. Ibu malu jika tak kado. Ibu tak mau nanti mereka mengira kita sangat miskin. Kamu juga yang malu. Mama ingin mereka tau jika kamu sudah cukup mapan untuk membiayai kehidupan Dara," ujar Ibunya Rico.
"Ibu butuh berapa?" tanya Rico.
"Dua juta saja. Dan kamu jangan lupa bawa Dara, minta dia pakai baju terbaiknya. Perlihatkan pada mereka jika kamu dan Dara sangat bahagia!" balas Ibunya Raka.
"Baiklah, Bu. Aku akan minta Dara dandan semenarik mungkin agar terlihat cantik dan bahagia," ucap Rico.
sukses selalu mama reni😍😍😍😍😍
aduh maaf Mak Lom smpt ke cono sibuk..mm🙏🙏🙏ntr saya kejar bap deh mak