Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.
Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.
Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27 Pertengkaran Pasar Malam
Pasar malam di Desa Qinghe selalu menjadi keriuhan yang dinanti. Di bawah sinar lentera minyak yang temaram, para penduduk desa berkumpul untuk menukar barang-barang mereka—seikat jagung untuk sepotong kain, keranjang telur untuk garam dan minyak. Suara tawar-menawar, tawa, dan obrolan memenuhi udara yang mulai dingin.
Zhao Liyun berdiri di sebuah sudut sederhana, meletakkan hasil kebunnya di atas selembar kain—beberapa ikat sawi kering, dua botol kecil minyak aroma herbal, dan beberapa batang sabun buatannya yang sudah mulai dikenal. Ini pertama kalinya ia berani menampilkan karyanya secara terbuka di pasar.
Tak lama setelahnya, Madam Zhao muncul dengan wajah masam, diiringi kedua anak kandungnya yang membawa barang-barang mereka sendiri.
"Lihatlah," sindir Madam Zhao dengan suara cukup keras untuk didengar orang sekitar, "gadis yang lupa daratan. Pikirnya sedikit pengetahuan membuatnya lebih tinggi dari kita semua."
Liyun mengabaikannya, terus melayani seorang ibu tua yang tertarik pada sabunnya. Tapi Madam Zhao tidak berhenti.
"Dia belajar ilmu sesat, aku yakin!" hardiknya lagi, kali ini lebih lantang. "Dulu mana mungkin dia bisa membuat barang-barang seperti ini? Pasti ada yang dia sembunyikan dari kita semua!"
Kerumunan mulai berkumpul, tertarik pada keributan yang sedang terjadi. Liyun bisa merasakan tatangan penasaran, beberapa penuh kecurigaan, beberapa lainnya berharap melihat drama.
"Dia bahkan tidak menghormati ibunya sendiri!" teriak Madam Zhao, sekarang sudah sepenuhnya memainkan peran korban. "Meninggalkan rumah, hidup sendiri seperti pelacur!"
Kata terakhir itu seperti cambuk di udara. Beberapa orang menghela napas, yang lain bersenandung tidak setuju. Tapi tidak ada yang membela Liyun—semua terlalu terpana oleh pertunjukan itu.
Liyun meletakkan sabun yang sedang dipegangnya. Perlahan, ia berdiri, wajahnya tenang meski jantungnya berdebar kencang. Saat ia berbicara, suaranya jernih dan terdengar hingga ke sudut paling jauh pasar.
"Ibu berkata aku tidak menghormati Ibu?" Mulainya, matanya tidak melepaskan Madam Zhao. "Apakah menghormati berarti diam ketika Ibu menjual perhiasan peninggalan almarhumah ibuku?"
Kerumunan mendesis. Ini adalah pengakuan publik pertama tentang hal ini.
"Apakah menghormati berarti menerima saja ketika Ibu mengambil jatah makanku dan memberikannya pada anak-anak Ibu, sementara aku kelaparan?"
Madam Zhao membuka mulut untuk membantah, tapi Liyun tidak memberinya kesempatan.
"Apakah menghormati berarti diam ketika Ibu memfitnahku menggunakan ilmu hitam hanya karena aku berusaha mandiri dan berkontribusi pada desa kita?"
Dia berjalan perlahan mendekati Madam Zhao, setiap langkahnya penuh keyakinan.
"Aku sudah cukup lama hidup dalam bayang-bayang Ibu. Cukup lama mendengar semua hinaan dan fitnah. Tapi tidak lagi."
Dia berbalik menghadap kerumunan, suaranya sekarang lebih keras, lebih jelas.
"Dengarkan baik-baik, semua! Mulai hari ini, aku hidup dengan caraku sendiri! Aku tidak butuh pengakuan Ibu, tidak butuh belas kasian siapa pun! Aku akan membangun hidupku dengan tanganku sendiri, dengan pengetahuan yang kumiliki, dan dengan harga diriku yang tidak akan kubiarkan diinjak-injak lagi!"
Keheningan menyapu seluruh pasar. Bahkan para pedagang di ujung lain berhenti berteriak menawarkan barang mereka.
Liyun menatap langsung ke mata Madam Zhao yang sekarang membelalak marah dan terkejut.
"Aku bukan lagi anak yatim piatu yang tidak berdaya yang Ibu kenal. Aku Zhao Liyun—wanita yang akan menentukan nasibnya sendiri."
Saat itulah, Wu Shengli melangkah keluar dari kerumunan. Tanpa sepatah kata pun, dia berdiri di samping Liyun, sikapnya lebih berbicara daripada kata-kata apa pun. Beberapa wanita yang pernah dibantu Liyun juga mulai bergerak mendekat, membentuk barisan pendukung diam-diam.
Madam Zhao melihat sekelilingnya, menyadari bahwa posisinya semakin lemah. Wajahnya memerah, lalu pucat. Dengan geraman marah, dia berbalik dan menyuruh anak-anaknya mengikutinya, meninggalkan pasar dengan langkah tergesa-gesa.
Setelah mereka pergi, keheningan pecah menjadi bisikan-bisikan kagum. Seorang tetua desa yang menyaksikan semuanya mengangguk pelan.
"Anak itu punya keberanian," gumamnya pada orang di sampingnya.
Malam itu, Liyun tidak hanya menjual semua barangnya—dia juga mendapatkan sesuatu yang lebih berharga: rasa hormat. Bukan karena paksaan, tapi karena pilihan.
Saat dia berjalan pulang dengan Shengli, lentera di tangannya menerangi jalan setapak yang gelap.
"Tadi kau sangat hebat," kata Shengli akhirnya, suaranya hangat di kegelapan.
Liyun tersenyum kecil. "Aku hanya lelah diam."
Di kejauhan, Chen Weiguo menyaksikan mereka berjalan berdampingan, lentera mereka bergoyang bersama dalam ritme yang selaras. Ada sesuatu dalam pemandangan itu yang membuatnya merasa seperti orang asing di desanya sendiri—seperti dia yang tertinggal sementara Liyun telah melangkah maju ke dunia baru yang tidak bisa dia masuki.
Sementara itu, di rumah Madam Zhao, sebuah piring pecah berantakan di lantai. Kekalahan di pasar bukan hanya masalah gengsi—itu adalah tanda bahwa kendalinya atas Liyun, dan atas narasi tentang gadis itu, telah hilang selamanya.
Untuk Zhao Liyun, malam ini bukan tentang kemenangan atas Madam Zhao. Ini tentang deklarasi kemerdekaannya—sebuah pernyataan bahwa dari sekarang, hidupnya akan ditulis dengan tintanya sendiri, di kertas pilihannya sendiri.