Robert, seorang ilmuwan muda brilian, berhasil menemukan formula penyembuh sel abnormal yang revolusioner, diberi nama MR-112. Namun, penemuan tersebut menarik perhatian sekelompok mafia yang terdiri dari direktur laboratorium, orang-orang dari kalangan pemerintahan, militer, dan pengusaha farmasi, yang melihat potensi besar dalam formula tersebut sebagai ladang bisnis atau alat pemerasan global.
Untuk melindungi penemuan tersebut, Profesor Carlos, rekan kerja Robert, bersama ilmuwan lain, memutuskan untuk mengungsikan Robert ke sebuah laboratorium terpencil di desa. Namun, keputusan itu membawa konsekuensi fatal; Profesor Carlos dan tim ilmuwan lainnya disekap oleh mafia di laboratorium kota.
Dengan bantuan ayahnya Robert yang merupakan seorang pengacara dan teman-teman ayahnya, mereka berhasil menyelamatkan profesor Carlos dan menangkap para mafia jahat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Osmond Sillahi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aksi Penyelamatan (Bagian 2)
Lorong itu sunyi, dingin, dan dipenuhi cahaya putih pucat yang membuat dinding-dinding terlihat seperti rumah sakit tanpa jiwa. Aroma obat-obatan dan logam masih menguar samar. Mark dan Samuel berjalan cepat menuju sel-sel di sisi kiri, sementara Denny dan Roy mengarah ke ruang barat, mengikuti peta digital di arloji taktis mereka.
“Ini dia,” bisik Samuel sambil menunjuk pintu baja yang terpasang sistem keamanan digital. Ia segera mengeluarkan alat pembuka kunci dan mulai bekerja.
Mark merapat di belakang, bersiaga. "Cepat, Sam. Waktu kita tipis."
Klik.
Pintu terbuka dengan decakan lambat. Di dalamnya, ruangan remang berbau pengap dan lembap. Di sana, terbaringlah Profesor Carlos bersama empat ilmuwan lainnya di atas ranjang besi tanpa kasur, hanya dilapisi selimut tipis.
“Carlos!” seru Mark setengah berbisik, lalu menghampiri tubuh renta itu.
Mata Profesor Carlos terbuka pelan, keriput wajahnya dipenuhi kelelahan.
“Siapa kalian ...,” bisiknya.
“Aku ayahnya Robert. Mark Albertus yang akan membebaskan kalian.”
“Syukurlah kalian datang ketempat ini,” kata Profesor Carlos
Samuel memeriksa nadi dan pupil Carlos. “Mereka lemah. Kurang makan, kurang minum. Tapi masih bisa digerakkan dengan bantuan.”
Roy dan Denny tiba dari lorong barat, wajah mereka tegang.
“Ruang sebelah kosong. Cuma tempat pengawasan. Kita harus cepat,” ujar Denny. “Aku yakin pergerakan kita sebentar lagi terdeteksi.”
Mereka mengangkat satu per satu tubuh ilmuwan itu, membantu mereka berdiri. Beberapa tertatih, beberapa bahkan harus dipapah penuh.
Namun baru beberapa langkah mereka keluar dari ruangan, suara teriakan menggema dari arah lift.
“PENYUSUP!”
Lampu lorong langsung berubah merah. Sirine berbunyi nyaring.
“Kontak visual! Tim penyusup ada di lorong timur!” teriak suara dari pengeras suara.
Suara sepatu lari dan gesekan logam mulai berdatangan. Roy menarik radio di kerahnya.
“Keadaan darurat! Charlie dua! Bravo tiga! Tim utama ketangkap! Siapkan serangan luar! Ulangi: kita ketahuan!”
Detik berikutnya, tim tentara bersenjata lengkap datang dari kedua sisi lorong. Mereka terkepung.
“Aduh, kita dalam jebakan,” geram Denny sambil memegang tangan Carlos erat.
Satu per satu mereka dipukul mundur, lalu dibekuk. Para ilmuwan kembali dibaringkan dengan kasar, sementara keempat pria itu diborgol dan dipaksa berlutut.
“Rekam semua!” bisik Roy ke Samuel. Alat perekam kecil di kerahnya masih menyala.
Tiba-tiba suara dentuman keras terdengar dari arah pintu utama laboratorium.
BRAK!
“APA ITU?” teriak salah satu tentara.
Suara langkah sepatu berlari membanjiri lorong. Dentuman lain terdengar dari sisi lain bangunan. Jeritan pendek terdengar. Lalu suara tembakan tak mematikan. Tembakan bius dan peluru karet.
“Serang! Netralisir!”
Tiba-tiba pintu baja terbuka keras, dan puluhan anggota tim Denny dan Roy masuk. Mereka mengenakan helm taktis, membawa senjata bius dan pelumpuh elektrik.
“INI DARI KAMI! JANGAN LAWAN!” teriak seorang Perempuan yang bernama Sinta.
Pertempuran singkat namun intens berlangsung hanya dalam dua menit. Beberapa tentara penjaga ditangkap, yang lain melarikan diri. Dalam kekacauan itu, Denny dan Roy dibebaskan dari borgol. Mark langsung memeluk Carlos sambil membantu berdiri lagi.
“Kita belum selesai,” kata Mark dingin. “Sekarang waktunya bicara.”
Di ruang atas yang kini dikuasai penuh oleh tim mereka, salah satu tentara penjaga yang tertangkap kini duduk terikat di kursi baja. Di hadapannya, Mark, Roy, Denny, dan Samuel berdiri penuh tekanan.
“Siapa yang perintahkan kalian menyekap ilmuwan ini?” tanya Roy.
Tentara itu diam. Hanya menatap kosong.
Denny menyalakan tablet, memperlihatkan rekaman CCTV dari ruang bawah tanah.
“Kami tahu kamu bukan aktor utama. Tapi kamu tahu siapa yang terlibat. Katakan nama mereka, sekarang.”
Tentara itu akhirnya membuka mulut. “Saya cuma jalankan perintah. Semua dikomandoi dari dewan eksekutif proyek. Ada lima orang.”
Ia menyebutkan nama-nama: seorang pejabat kementerian, jenderal aktif, CEO perusahaan farmasi multinasional, direktur laboratorium, dan seorang mahasiswa IT yang menjadi arsitek sistem keamanan digital.
Samuel langsung mengakses data digital dan foto-foto mereka dari server laboratorium yang telah diretas.
Mark dan Roy memeriksa satu per satu. Wajah-wajah itu tampak di layar holografik.
Ketika foto terakhir terbuka, Mark terdiam.
Wajah wanita berusia awal 50-an, dengan rambut hitam lurus dan tatapan tajam, muncul jelas.
Denny melirik. “Direktur perusahaan farmasi. Nama: Elisabeth Mariana.”
Mark menelan ludah. Nafasnya tercekat.
“Kenapa, Mark?” tanya Samuel pelan.
Mark menatap wajah itu sekali lagi, lalu berkata lirih:
“Itu ... mantan pacarku dulu. Sebelum aku menikah dengan ibunya Robert.”
Semua mata memandang Mark. Sunyi sejenak. Hanya suara sirene darurat yang masih samar di kejauhan.
Semua terdiam.
Samuel akhirnya bersuara, “Tunggu, jadi … kamu pernah hampir menikah dengan perempuan yang sekarang menyekap Profesor Carlos dan ilmuwan lainnya?”
Mark mengangguk perlahan, lalu duduk di tepi meja. Bahunya sedikit membungkuk, suara napasnya berat. “Namanya Elisabeth Mariana. Kami kuliah hukum bareng dulu. Dia ambisius, cerdas, dan… sangat memikat. Tapi saat itu aku memilih jalan lain. Memilih keluarga.”
Denny menatap layar dengan heran. “Dia sekarang CEO perusahaan farmasi internasional, punya pengaruh besar di pemerintahan dan riset medis. Kalau dia yang ada di balik ini semua… berarti ini bukan sekadar proyek eksperimen. Ini konspirasi global.”
Mark mengangguk pelan, wajahnya kembali tegas. “Aku tahu cara pikir Elisabeth. Dia bukan orang jahat waktu kami masih bersama. Tapi dia ... bisa kejam demi apa yang dia yakini benar.”
Samuel menghela napas. “Dan tampaknya, dia yakin bahwa mengurung para ilmuwan ini adalah satu-satunya cara mempertahankan rahasia riset mereka.”
Roy menambahkan, “Dan jangan lupa, formula MR-112 masih jadi perebutan. Kalau Elisabeth terlibat, kemungkinan besar dia ingin memonopoli penggunaannya.”
Mark berdiri dan menatap ke arah semua timnya. “Kita perlu informasi lebih dalam. Kita harus cari tahu ke mana langkah mereka selanjutnya. Dan kalau benar Elisabeth berada di puncak jaringan ini ... maka kita harus siap melawannya. Dengan strategi. Bukan hanya kekuatan.”
Di ruang lain yang telah diamankan, Sinta dan Rani duduk bersama salah satu teknisi IT laboratorium yang berhasil mereka tangkap saat penyergapan. Pemuda itu masih muda, sekitar 24 tahun, dengan wajah pucat dan tangan gemetar.
“Namamu siapa?” tanya Sinta lembut, namun tegas.
“J-Jerry, Mbak ... Mahasiswa S2 IT dari universitas teknologi nasional,” jawabnya terbata.
“Kamu bagian dari tim pengaman sistem digital laboratorium?” tanya Rani.
Jerry mengangguk cepat. “Saya cuma buat sistemnya ... Saya enggak tahu mereka akan pakai itu untuk menyekap orang!”
Sinta mencondongkan tubuh. “Kami tahu kamu bukan dalang. Tapi kamu bisa bantu kami. Kami butuh akses ke server pusat dan semua dokumen komunikasi internal.”
Jerry menghela napas, lalu mengangguk perlahan. “Baik … saya bantu. Tapi kalian harus tahu … semua perintah datang dari ‘EVA’.”
“EVA?” Roy yang baru masuk ruangan langsung bertanya.
“Ya. Itu nama kode mereka. Elisabeth-Virtual-Authority. Sistem otoritas tertutup yang hanya diakses oleh lima orang inti. Elisabeth adalah pusatnya.”
Mark menatap Jerry dalam-dalam. “Dan kamu tahu ke mana Elisabeth pergi?”
Jerry ragu. Lalu menjawab pelan, “Ada sebuah fasilitas penelitian tersembunyi di luar kota, dekat lembah Batu Langit. Tempat itu tak terdaftar resmi. Tapi sistem EVA sering melakukan backup ke sana. Saya pernah lihat koordinatnya.”
“Catat dan berikan pada kami,” ucap Samuel tegas.
Mark menoleh ke timnya, matanya tajam, suaranya penuh keputusan. “Kita akan ke sana.”