Evan dipaksa menikah oleh ayahnya dengan Alya, gadis yang tidak dikenalnya. Dengan sangat terpaksa Evan menjalani pernikahan dengan gadis yang tidak dicintainya.
Evan mulai menjalani kehidupan rumah tangga bersama Alya. Perbedaan karakter dan pola pikir menjadi bumbu dalam pernikahan mereka.
Akankah pernikahan mereka berhasil? Atau mereka menyerah dan memilih untuk berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecanggungan Malam Pertama
Akhirnya pernikahan Evan dan Alya selesai digelar. Setelah acara resepsi, pasangan penganti kembali ke rumah Antonio. Kamar Evan sudah dihias sedemikian rupa menjadi kamar pengantin. Sepanjang perjalanan, Alya hanya mengatupkan mulutnya saja. Sekarang dia sudah sah menjadi istri Evan Rizky Blanco, pria yang sama sekali tidak dikenalnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh Evan. Perasaannya tidak menentu mengingat statusnya sekarang yang sudah berubah. Pria itu juga tidak banyak bicara, hanya sesekali terdengar suaranya yang menjawab pertanyaan sang ayah. Fariz yang mengemudikan mobil, menghentikan kendaraan sesampainya di depan rumah sang ayah yang sekarang kembali menjadi tempat tinggalnya.
Pria itu turun dari mobil, disusul oleh Antonio dan Evan. Di belakang mobilnya, kendaraan roda empat milik Kaisar juga berhenti. Pasangan suami istri itu langsung keluar dari mobil. Sementara Alya sedikit kesulitan untuk turun dari mobil berjenis SUV itu karena samping atau kain yang dikenakannya cukup sempit.
“Van.. bantuin,” titah Fariz.
Evan mengulurkan tangannya pada Alya. Dengan sedikit meloncat, Arya turun dari mobil. Selop tujuh senti yang dikenakannya tidak menapak dengan benar, hingga tubuhnya sedikit oleng. Dengan sigap Evan langsung menahannya. Untuk sesaat pandangan keduanya bertemu dan saling mengunci.
“Makasih,” ujar Alya seraya memutus pandangan lebih dulu.
Semuanya segera masuk ke dalam rumah. Langkah Antonio terhenti ketika di depannya berdiri Sera, istri dari Fariz yang sudah ditalak oleh anaknya. Sera mendekati Antonio lalu mencium punggung tangannya.
“Sehat, pa?”
“Mau apa kamu ke sini?” tanya Antonio dengan wajah tak suka.
“Aku mau bertemu mas Fariz.”
Atmosfir di dalam rumah langsung tak enak. Tanpa mengatakan apapun, Antonio langsung masuk ke dalam. Karina dan Kaisar melewati mantan kakak iparnya itu begitu saja. Alya yang tidak tahu apa-apa, masih bertahan di tempatnya. Perlahan Sera mendekati pasangan pengantin tersebut.
“Selamat ya, Van. Maaf kalau aku datang terlambat. Aku juga baru dapet kabar dari bi Sumi kalau kamu menikah hari ini,” Sera mengulurkan tangannya pada Evan.
“Istrinya bang Fariz kok ngga update perkembangan keluarga suaminya, aneh.”
Evan mengabaikan tangan Sera yang terulur padanya lalu pergi begitu saja. Tak lupa dia menarik tangan Alya, untuk mengikutinya. Sera menghela nafas panjang, semua keluarga suaminya memang tak menyukainya sejak awal. Seharusnya ini bukan hal yang aneh untuknya. Wanita itu kemudian melihat pada suaminya yang berdiri tak jauh darinya.
“Mas..” panggil Sera seraya mendekat. Niat hati ingin memeluk Fariz, namun tangan pria itu terangkat, memberi tanda untuk tidak mendekat.
“Kita sudah bercerai, Sera.”
“Mas.. aku mohon jangan seperti ini.”
“Kamu baru datang sekarang setelah aku mengatakan kata talak. Kemana saja kamu selama ini? Bukan sekali, dua kali aku menyuruhmu pulang, tapi berulang kali. Kamu terus mengabaikan kata-kataku. Sudah cukup aku memberimu waktu, Sera. Dan sekarang waktumu sudah habis.”
“Mas.. aku mohon jangan seperti ini. Aku masih mencintaimu.”
“Mencintaiku? Lalu bagaimana hubunganmu dengan Sergio?”
Fariz merendahkan suaranya saat menyebut nama Sergio. Dia tidak mau sang ayah mengetahui perselingkuhan Sera. Wajah Sera nampak terkejut mendengar Fariz menyebut nama Sergio. Hatinya bertanya-tanya apakah pria itu mengetahui hubungan gelapnya dengan sang manajer selama ini? Fariz mendekati Sera lalu berhenti di samping wanita itu.
“Lebih baik kamu pergi. Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Harusnya kamu bersyukur aku tidak menyebutkan perselingkuhanmu pada orang tuamu atau papa. Jangan ganggu aku lagi. Sekarang kamu bebas melakukan apapun yang kamu inginkan.”
Setelah mengatakan itu semua, Fariz segera meninggalkan Sera. Pria itu masuk ke dalam kamarnya lalu langsung menguncinya. Tak ingin menyerah, Sera menyusul Fariz. Beberapa kali dia mencoba membuka pintu dan mengetuknya.
“Mas.. tolong.. dengarkan aku dulu. Mas…”
“Sera.. lebih baik kamu pulang. Jangan buat istri Evan ngga nyaman dengan kelakuanmu ini.”
Dengan sorot mata tajam, Sera memandangi Kaisar. Pria itu balas menatapnya tak kalah tajam. Akhirnya Sera memilih meninggalkan rumah mantan mertuanya itu. Namun dia tidak akan melepaskan Fariz begitu saja. Dia akan terus membujuk pria itu untuk membatalkan perceraian mereka.
“Alya, maaf ya udah buat kamu ngga nyaman. Kamu pasti mau istirahat, ayo kakak kantar ke kamar.”
Karina mengajak Alya masuk ke kamar Evan. Mata gadis itu langsung memandangi sekeliling sesampainya di dalam. Kamar itu sudah dihias layaknya kamar pengantin. Tanpa dikomando jantung Alya berdebar dengan kencang, membayangkan dirinya akan menghabiskan malam bersama suaminya di kamar dan ranjang yang sama.
“Aku bantu kamu hapus make up dulu.”
Perkataan Karina berhasil menyadarkan Alya dari lamunannya. Wanita itu mendudukkan adik iparnya itu di sisi ranjang, kemudian dia mengeluarkan alat kosmetiknya yang dibawanya tadi. Karina mulai membersihkan make di wajah Alya. Dia juga melepas sanggul sederhana yang melekat di rambut gadis itu.
“Ini handuk buat kamu mandi. Dan ini pakaian untukmu. Koper yang berisi baju-bajumu sudah dikirimkan ke rumah yang disiapkan papa untuk kalian.”
Karina memberikan tiga buah paper bag pada Alya. Satu berisikan pakaian dalam, satu lagi pakaian tidur dan terakhir pakaian kasual.
“Kamar mandinya di sana,” Karina menunjuk pintu lain yang ada di bagian ujung kamar Evan.
“Mau aku bantu buka kebayanya?”
“Ngga usah, kak. Aku bisa sendiri.”
“Ok, kalau gitu aku tinggal, ya.”
Hanya anggukan kepala yang diberikan Karina. Setelah kakak iparnya berlalu, Alya mengambil handuk, juga paper bag yang tadi diberikan Karina, lalu masuk ke kamar mandi.
“Kak.. tolong ambilin handuk dong sama bajuku. Aku mau mandi, gerah.”
Evan langsung meminta pada Karina saat sang kakak baru saja keluar dari kamarnya. Karina terpaksa masuk kembali ke dalam kamar. Tak lama kemudian, dia keluar dengan membawa handuk dan pakaian Evan. Bergegas Evan menuju kamar yang dulu digunakan oleh Karina.
“Malam ini kamu mau nginap di sini apa pulang?” tanya Kaisar begitu sang istri mendudukkan diri di sampingnya.
“Kalau nginap semalam di sini, mas ngga keberatan kan?”
“Ngga, kok. Biar mas telepon mama, ngga usah nunggu kita pulang.”
“Iya, mas. Soal operasi papa besok gimana?”
“Kamu tenang aja. Cuma operasi kecil kok. Paling setengah jam juga beres.”
“Makasih ya, mas. Udah bisa bawa Evan pulang. Aku yakin sekarang papa udah lega lihat Evan nikah.”
“Sama-sama, sayang.”
Karina memandangi Eliana yang tertidur nyenyak di pangkuan suaminya. Wanita itu berdiri, kemudian mengambil sang anak dari pangkuan Kaisar lalu membawa ke kamarnya. Dibaringkannya sang buah hati di atas kasur. Dia masih bisa mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Adiknya itu masih belum selesai membersihkan diri.
☘️☘️☘️
Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan untuk menikmati makan malam. Fariz sudah membuatkan selat solo sebagai menu makan malam. Khusus untuk keponakannya yang masih berusia setahun, pria itu menyediakan nasi tim dengan campuran ikan salmon dan parutan wortel.
Alya memandangi irisan daging yang dilengkapi dengan wortel dan buncis rebus serta kentang wedges. Di atas daging disiram bumbu selat solo yang berwarna coklat pekat. Kalau boleh memilih, Alya sebenarnya ingin makan nasi saja, tapi sebagai anggota baru di keluarga ini, dia masih sungkan. Gadis itu menikmati makannya dengan tenang.
“Papa besok ke rumah sakit jam berapa?” tanya Evan.
“Jam sembilan.”
“Emang operasinya jam berapa?”
“Jam sepuluh.”
“Ngga mepet, pa kalau perginya jam sembilan? Emang papa ngga ada tes darah atau apa-apa lagi gitu?”
“Kan udah waktu itu. Udah aman katanya kondisi papa.”
“Kamu tenang aja, Van. In Syaa Allah, papa akan baik-baik aja. Yang harus kamu pikirin sekarang, gimana caranya jebol gawang, hahaha..”
Evan langsung tersedak mendengar ucapan kakak iparnya yang tanpa saringan. Fariz juga ikutan tertawa. Wajah Alya sontak memerah, hatinya bertambah resah. Dia benar-benar gugup dan takut berada satu kamar dengan Evan. Gadis itu rasanya masih belum siap menjalankan kewajibannya pertamanya, memberikan hak pada suaminya.
Selama makan malam, Alya hanya diam saja mendengarkan perbincangan di meja makan. Begitu pula saat mereka berkumpul bersama di ruang tengah setelah makan malam. Kaisar dan Fariz terus saja menggoda Evan tentang malam pertama. Membuat Alya hanya menundukkan kepalanya saja. Tak berani melihat pada semua orang.
Jam sembilan malam, Alya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. Walau pun kantuk belum melanda, tapi dia memilih masuk kamar lebih dulu. Telinganya sudah tak tahan mendengar celotehan absurd Kaisar dan Fariz. Gadis itu mendudukkan diri di sisi ranjang. Diambilnya ponsel yang ada di atas nakas. Alya mencoba menghubungi Nana untuk menghilangkan kegugupannya. Namun panggilannya hanya terhubung pada kotak suara.
“Van.. kamu belum ngantuk?” tanya Fariz.
“Belum, bang.”
“Abang udah ngantuk. Abang duluan ya,” Fariz menepuk bahu Evan, kemudian masuk ke dalam kamar.
“Abang juga duluan. Sayang.. ayo tidur, Eli juga udah pulas tuh.”
“Ayo, mas.”
Kaisar dan Karina masuk ke dalam kamar. Kini hanya tinggal Evan sendiri di ruang tengah. Antonio juga sudah masuk ke dalam kamar sejak tadi. Pria itu harus tidur lebih awal karena besok akan melakukan operasi. Evan merasa frustrasi sendiri. Untuk masuk ke dalam kamarnya sendiri rasanya sungkan. Walau Alya sudah menjadi istrinya, namun tetap saja dia masih enggan berbagi satu kamar dengan wanita itu.
Evan akhirnya memilih tidur di ruang tengah. Setelah merapihkan bantal, dia segera membaringkan tubuhnya dengan posisi miring. Matanya menatap lurus ke layar datar di depannya yang tengah menanyangkan pertandingan sepak bola dari klub favoritnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pertandingan sepak bola baru saja berakhir. Evan masih belum tidur, pria itu mengganti chanel, mencari tayangan lain. Kemudian terdengar pintu kamar terbuka. Antonio keluar dari kamar. Dia terkejut melihat Evan yang masih berada di ruang tengah. Dengan cepat pria itu menghampiri anaknya.
“Evan.. ngapain kamu di sini?”
“Nonton tivi, pa.”
“Sana masuk kamar. Udah malam.”
“Tapi, pa..”
“Masuk!”
Dengan enggan Evan mengangkat tubuhya. Kemudian dia berjalan menuju kamarnya. Sebelum masuk dia melihat lagi pada Antonio yang masih berada di tempatnya. Pria itu akhirnya membuka pintu. Mendengar suara pintu, Alya yang tengah berbaring namun belum bisa tidur, langsung memejamkan matanya.
Samar-samar dia mendengar suara kaki melangkah mendekati ranjang. Kemudian dia merasakan kasur yang ditidurinya bergoyang saat Evan merangkak naik. Pria itu mengambil posisi di bagian tepi ranjang, memberi jarak antara tubuhnya dengan Alya. Kemudian Evan mencoba untuk tidur.
Alya tidak berani mengubah posisinya. Dia terus berbaring dengan posisi membelakangi Evan. Sama seperti Evan, wanita itu pun mencoba untuk tidur. Pelan-pelan Evan menolehkan kepalanya. Melihat Alya yang bergeming, pria itu menghembuskan nafas lega. Sepertinya istrinya itu memang sudah tidur. Dia pun kembali memejamkan mata, berharap kantuk cepat menjemputnya.
☘️☘️☘️
**Pengantin baru masih dalam mode gugup ya🤭
Tapi apa kabar pas udah tinggal berdua aja ya😂
Sekarang mamake kasih visual sisa keluarga ya, versi aku pastinya😉
Karina**
Kaisar
Sera
Alya tidak tahu itu - jadi bikin Alya merasa diabaikan - tak di sayang ayahnya.
Gak jadi kabur Bro - jadi menikah nih /Facepalm/