NovelToon NovelToon
TOLONG CABUT PAKU DI KEPALA KAMI

TOLONG CABUT PAKU DI KEPALA KAMI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Mata Batin / Hantu / Tumbal
Popularitas:479.2k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

“Tolong cabut paku di kepala kami! Tolong! Argh sakit!”
“Tolong aku! Paku ini menusuk otak hingga menembus batang tenggorokan ku! Tolong!”

Laila baru saja dimutasi ke wilayah pelosok. Dia menempati rumah dinas bekas bidan Juleha.

Belum ada dua puluh empat jam, hal aneh sudah menghampiri – membuat bulu kuduk merinding, dan dirinya kesulitan tidur.

Rintihan kesakitan menghantuinya, meminta tolong. Bukan cuma satu suara, tetapi beriringan.

Laila ketakutan, namun rasa penasarannya membumbung tinggi, dan suara itu mengoyak jiwa sosialnya.

Apa yang akan dilakukan oleh Laila? Memilih mengabaikan, atau maju mengungkap tabir misterius?

Siapa sebenarnya sosok bidan Laila?

Tanpa Laila tahu, sesungguhnya sesuatu mengerikan – menantinya di ujung jalan.

***

Instagram Author ~ Li_Cublik

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tolong : 07

Laila memperhatikan rumah terbilang kecil itu, matanya memicing menatap tajam pada bagian-bagian yang menurutnya mencurigakan.

Tangannya masih kotor, begitupun dengan kakinya. Ia mengambil palu, lalu berlutut mengetuk lantai belum dikeramik. Mencari bunyi kosong.

Maju, mundur, ke samping sampai hampir seluruh lantai dia ketuk. Sofa sudah digeser, kolong tempat tidur telah diperiksa – hasilnya tak ada apa-apa.

‘Aliran air deras,’ katanya dalam hati. Dia duduk termenung sambil mencoba menggali penglihatan sore hari.

“Aku kesulitan menebak suara serak basah, terkesan tak berhati nurani itu. Bisa jadi sosok berumur 30-an tahun, atau telah sepuh. Yang jelas bukan kanak-kanak.” Laila menarik napas panjang. Jujur dia letih, jarum jam pun sudah menunjukkan pukul 11 malam.

“Percayalah pasti ada jejak bukti lainnya. Puskesmas – ya, tempat itu sepertinya menyimpan misteri tak kasat mata. Aku harus menyelidiki secara diam-diam.” Laila mengangguk-angguk.

Kemudian dirinya membersihkan diri tanpa membasuh seluruh badan, karena sudah mau masuk waktu tengah malam, lalu ia tidur diatas kasur tilam tidak begitu empuk.

.

.

Pagi hari.

Laila sudah bersiap, dia mengenakan pakaian dinas khusus Bidan. Ini hari pertama dirinya bertugas – saat mengunci pintu rumah. Kembali dirinya mendengar lengkingan suara diiringi bunyi bantingan barang pecah belah.

“Bila esok tak bisa menyajikan sarapan layak, bukan cuma telor serta tahu goreng – keluar kau dari rumahku!”

“Kenapa bapak tak mati saja, sih?! Hidup pun percuma kalau bisanya cuma jadi Benalu!” pekikan Anto terdengar hingga keluar rumah. Sepertinya remaja itu sudah sangat muak.

“Berhenti, Pak!”

Plak!

“Mentang-mentang kau sudah bisa menghasilkan uang tak seberapa, jadi berani mau melawan, ya?!”

Mia mengepalkan tangannya. Pipi kirinya terasa pedih. “Seekor Anjing peliharaan pun akan menggigit tuannya bila diperlakukan kasar. Apalagi aku yang memiliki perasaan – sering Bapak maki, sakiti.”

Laila tak tahan lagi, dia pun ikutan emosi melihat seorang pria ringan tangan menyakiti kaum lemah, terlebih darah dagingnya sendiri.

“Mia! Anto!” Panggilnya nyaring, langkahnya tergesa-gesa mendekati dapur Astuti.

Terdengar derap langkah seperti orang berlari, tiba-tiba Sopyan membuka pintu depan. Wajahnya terlihat ramah penuh senyum hangat. “Ada apa Bu Bidan mencari anak-anak saya?”

Laila berhenti, dia mengikuti sandiwara Sopyan, yang berdiri di samping teras. “Kemarin Mia bilang, mau mengajak pergi bersama lewat jalan potong, agar saya lebih cepat sampai puskesmas. Dia sudah bangun belum ya?”

“Sudah, tapi sepertinya lagi mandi. Tunggu saja di teras rumah bu Bidan,” katanya bernada mengusir.

Kala Sopyan hendak berbalik masuk kedalam rumah, dia mendengar celetukan tak mengenakan.

“Bila Anda tak bisa memberikan kebahagiaan, paling nggak ya jangan menambah penderitaan. Setiap insan itu berharga, asal melihatnya menggunakan hati, bukan mata tertutup ambisi.” Tanpa mau melihat respon sang lawan bicara, Laila melangkah tegas kembali ke teras rumah.

‘Ramjadah! Gara-gara istri pembawa sial – citraku jadi tercoreng!’ Sopyan menatap tajam punggung sang bidan, dia merasa tersindir.

***

Kini ... Laila, Mia, dan Anto, berjalan berbaris melewati perkebunan karet yang sedang mengalami musim trek. Dedaunan kering memenuhi tanah berumput.

Laila tak tahan lagi, dia pun mengutarakan hal yang sedari tadi mengganjal di hati. “Ibu kalian kenapa tidak mengajukan perceraian saja? Rasanya aneh kalau takut pisah dikarenakan anak. Kalian sudah besar-besar dan sangat mandiri.”

“Jangan ikut campur! Urus saja dirimu sendiri!” tegur Anto, dia berjalan paling depan.

“Sudah kukatakan berapa kali, jaga ucapanmu, Anto!” Mia menumbuk punggung adiknya, tapi anehnya Anto sama sekali tidak melawan.

Padahal remaja seusianya sedang di masa mencari jati diri, mudah tersinggung kalau merasa harga dirinya dilukai, dipermalukan di depan orang lain.

“Tak semudah itu, Kak. Kalaupun bisa, sudah sedari lama kami bawa Mamak minggat. Biarpun cuma makan nasi campur garam, kami ikhlas.” Helaan napas Mia terdengar berat.

“Kalau boleh tahu, Mamak kalian sakit apa? Biar nanti aku coba carikan obat di puskesmas.” Laila mencoba menawarkan, seharusnya dia tak ikut campur. Namun, jangan salahkan kalau dirinya paling anti melihat orang lemah ditindas.

“Percuma! Obat medis tak mempan mengobati penyakit Mamak kami,” sahut Anto.

Laila bergeming, langkahnya seketika terhenti, dan hal itu membuat Mia berbalik. “Kenapa, Kak?”

“Nggak apa-apa.” Laila menggeleng, kembali melangkah.

‘Belum saatnya mereka tahu tentang diriku, aku harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Terkadang orang yang terlihat lemah, mudah akrab – bisa jadi paling berbahaya.’

"Apa Mamak kalian kerasukan Jin? Kok tadi Anto bilang obat medis tak mempan?” tanyanya mengalihkan perhatian.

Mia tertawa mendengar pertanyaan yang menurutnya lucu. “Kakak ini ada-ada saja. Wilayah kelurahan Sumberejo itu aman dari hantu, setan, dan jin Kak. Sebab disini banyak dukun-dukunan.”

Laila pun ikut tertawa, dia paham bila Mia cuma sekedar bercanda.

Mereka menuruni bukit landai, Laila sangat hati-hati karena baru pertama kali melewati perkebunan karet. Sementara Anto berlari, dan Mia sama sekali tidak terlihat kesulitan.

“Nah kita sudah sampai.” Mia menunjuk seng bangunan L puskesmas dan juga kantor kelurahan. “Kakak berani tak kalau pulangnya sendirian lewat jalan ini?”

“Tidak.” Laila bergidik, dia pura-pura takut.

“Apa mau aku jemput? Kalau Anto tak bisa menemani. Dia harus menggembala ternak, pulangnya hampir magrib. Aku bisa, nanti pulang dari mencetak batu-bata mampir kesini. Bagaimana, Kak?” Mia menatap sendu.

Laila mengamati tatapan terlihat tulus itu, tetapi setelah di selami lebih dalam – ada sesuatu tersembunyi. “Kalau tak merepotkan, dan kau tak kelelahan, boleh lah.”

Kesepakatan pun sudah disetujui. Mia kembali menaiki bukit, nanti dia akan berbelok arah menuju tempat kerja.

Sosok Anto sudah tidak lagi tampak. Katanya remaja tanggung itu mau mencegat mobil pickup juragan Pram yang hari ini melewati sekolahnya di desa sebelah.

.

.

"Selamat pagi," sapanya ramah kala memasuki bangunan puskesmas.

Bukan senyum hangat yang didapatkan oleh Laila, tetapi tatapan menyelidik, dengusan samar. Beberapa pasang mata memandang penuh waspada, seolah mereka kedatangan saingan nyata.

"Bidan Laila, ya?" tanya seorang perawat. Dia mengulurkan tangan, diam-diam menelisik.

"Iya. Kakak siapa ya?" tanyanya sopan sembari menerima jabat tangan.

"Saya Ranti. Perawat senior di sini." Tangannya ia tarik.

"Dan ini perawat junior puskesmas. Nantinya dia yang akan menjadi asisten bu Bidan Laila." Ranti menarik lengan rekannya.

Laila mengulurkan tangan, menatap ramah. "Laila."

"Sujar." Dia enggan menyambut uluran tangan itu. "Dengar-dengar – anda seorang janda ya, Bu bidan Laila?"

.

.

Bersambung.

1
Dae_Hwa💎
Masih mulia anjjiang dari pada ente.
Dae_Hwa💎
Aku membayangkan gimana genderuwo ini di keroyok😆
Dae_Hwa💎
Wahh kisah apa nih? Adakah kisahnya di next bab?
Y.S Meliana
ngeri ih, bisa bae kak cublik bikin cerita
Hafifah Hafifah
detik-detik si suryo yg mati nih
Zifara Shazia Rahma
slalu bgus dan aku suka semua karyamu thor
Bunda'Nya Reihan Kusnadi
lagian orang cuma tinggal kepala doang mau di apain Damini.. heran
Elmi yulia Pratama
ngeri
Iis Herawati
maap ya thor aku bacanya loncat2 ngeri ah bacanya pas bidan juleha yg di tumbalin mni sieun thor muringkak bulu punuk ah sieu pokonamh aku lbh suka cerita kaya dahayu . nur amala . dhien sm shahira mereka wanita kuat2 maap ya ...laila jg aku suka tpi tkut bacanya 🙏🙏
FiaNasa
dedengkotnya si biang kerok akhirnya mau musnah juga,,
Syahrudin Denilo
hebat ni lanjutkan makin seru
Rea
othor nya seperti psikopat, mengerikan
💜⃞⃟𝓛 𝒚𝒚𝒌☘𝓡𝓳❤️⃟Wᵃf•§͜¢•
aq bacanya sambil nahan napas deg deg ser

sejatinya harta tahta dan kekuasan tak ada yg abadi
apa yg telah kau ambil semua kembali dan itu butuh pengorbanan yg tak main2
tp aq kau sadae bhwa apa yg kau korbankan dr org2 yg tak bersalah
sunguh hati talha mati krn ketamakan yg cari serta nafsu dunia
gilaran mu merasak sakit dan penyiksaan dr buah yg kau tanam
Hafifah Hafifah
akhirnya si suryo dan damini udah tamat riwayat nya
Hafifah Hafifah
si wowo udah mati tuh makanya dia g muncul
Bintang Yafi
saya belum paham kak pramudiya anaknya suryo kah🙏
Alif 33
woww 😯😮😳 keren
Betri Betmawati
tak terbayangkan bentuk Suryo
Atieh Natalia
yeeehhh assiikk Suryo metong
the best Laila dan para warga,
neni nuraeni
mampus sia mneh Suryo pek siksa si Suryo nepi ka puas
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!