Ini salah, ini sudah melewati batas perkerjaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Geovan
Kini kami berdua sedang berada di dalam mobil yang berjalan menuju ke rumah kediaman Mas Javar untuk mengambil beberapa berkas yang diperlukan untuk melengkapi persyaratan pernikahan, sesuai dengan janjinya semalam untuk mengurusnya hari ini juga jika tidak sibuk, sebenarnya aku berfikir jika Mas Javar sengaja bergadang semalaman suntuk mengerjakan pekerjaannya agar hari ini tidak perlu mengerjakan apapun.
Jujur saja hati ku dari tadi merasa gelisah, takut saat sampai di rumahnya nanti malah bertemu kembali dengan Geovan karena seingatku saat masih pacaran dulu, hari ini Geovan tidak memiliki jam kuliah. Tapi aku menyakinkan diri, apapun yang terjadi nanti, aku harus menghadapinya dan menyelesaikan semuanya.
"Amira, kenapa kamu kelihatan gugup kayak gitu?" Ucap pria itu sambil tangannya menyentuh tangan ku yang membuat ku tersadar dari lamunan.
"Eh? Gak kenapa-kenapa kok, aku cuma takut buat ketemu Geovan lagi di rumah kalian."
"Kamu tenang aja, Geovan gak bakalan berani macem-macem, ada saya."
"Iya, aku cuma khawatir aja."
Tidak lama dari itu, kami pun sudah sampai di gerbang perumahan kediaman Mas Javar, tampak sepi karena memang ini hari kerja, saat sampai di rumah miliknya aku dan juga Mas Javar langsung masuk ke dalam, aku disuruh untuk menunggunya di sofa ruang tamu.
Saat aku sedang duduk di sofa ruang tamu, terdengar langkah kaki dari arah tangga, awalnya aku kira itu Mas Javar, tapi setelah dipikir-pikir tidak mungkin dia secepat itu mengambil berkas-berkas miliknya. Dengan cepat aku menolehkan kepala ke arah tangga tersebut dan hal yang aku takuti pun terjadi, disana Geovan berdiri dengan baju khas rumahannya, kami pun saling beradu tatap selama beberapa detik, sampai akhirnya aku memutuskan hal itu.
"Ngapain kamu ada disini?" Tanya nya ketus kepada.
"A-aku kesini bareng ayah kamu." Jawabku gugup karena Geovan menatap ku dengan tatapan tidak bersahabat.
"Gak tau malu."
Setelah mengatakan itu, dia melengos begitu saja dari hadapan ku. Aku meremas tangan milik ku karena menahan untuk tidak menangis, entah kenapa aku menjadi emosional seperti ini. Tepukan tangan di bahu ku, membuat aku terkejut, saat aku menoleh ternyata dia Mas Javar yang sudah menenteng berkas-berkas miliknya.
"Kamu kenapa? Dari tadi bengong terus saya perhatiin."
"Eumm gak kenapa-kenapa, berkas-berkas nya udah ada semua?"
"Udah, ayo kita berangkat sekarang aja takut kesiangan."
"Iya, ayo."
Kami pun langsung melangkahkan kaki keluar dari rumah tersebut, tapi saat kami sampai di teras rumah, terlihat Geovan yang sedang mengeluarkan motor miliknya dari dalam garasi, dia sempat melirik ke arah kami tetapi langsung membuang pandangannya berusaha tidak peduli.
"Mas, kamu gak pengen perbaiki hubungan kamu sama Geovan? Kalian itu anak dan ayah loh." Pertanyaan itu aku layangkan saat mobil yang kami tumpangi sudah melesat meninggalkan rumah tersebut.
"Saya akan perbaiki hubungan kami, tapi waktunya bukan sekarang. Saya tau Geovan masih butuh waktu untuk menerima ini semua."
"Kalo bisa secepatnya Mas perbaiki hubungan kalian."
"Iya."
Sampai di kantor urusan agama kami pun langsung mengurus beberapa hal, tidak mengeluarkan waktu yang lama, setelah semuanya selesai kami berdua langsung kembali ke apartemen, tapi ternyata niat untuk langsung pulang ke apartemen harus kami tunda terlebih dahulu, kami berdua memilih untuk mampir ke restoran untuk makan siang terlebih dahulu.
Makan siang pun tidak memerlukan waktu yang lama, karena tadi saat kita sedang makan siang, ponsel milik Mas Javar berdering tanda ada sebuah panggilan yang masuk, ternyata itu telpon dari kantor miliknya yang memberitahu jika dia harus segera ke kantor siang ini, maka dari itu sehabis makan siang dia mengantarkan ku ke apartemen terlebih dahulu dan langsung pergi ke kantor miliknya.
Kini aku hanya seorang diri di apartemen yang cukup luas ini, tadi saat orang kantor menelpon Mas Javar, orang itu juga memberitahu jika dia sudah menemukan tempat senam khusus ibu hamil yang dekat dari sini dan aku bisa mulai datang kesana saat hari sabtu, aku dapat menebak jika orang yang menelpon Mas Javar tadi adalah sekretaris nya.
Karena aku ingin meminum yang hangat-hangat, aku pun berinisiatif untuk membuat secangkir teh hangat, mungkin akan terasa lebih baik jika meminumnya ditemani dengan cemilan kering, yang untungnya aku masih menyimpan beberapa cemilan yang beberapa hari lalu aku beli. Balkon adalah tempat yang nyaman untuk menikmati teh hangat, ditambah cuaca hari ini yang cukup mendung dengan angin yang berhembus kencang, suasana yang pas.
Saat sedang menikmati acara minum teh sambil diterpa angin sore, tiba-tiba suara bel apartemen berbunyi. Awalnya aku berpikir jika Mas Javar sudah pulang, tapi biasanya dia tidak menekan bel seperti itu, dia pasti langsung masuk saja ke apartemen. Tanpa banyak berpikir aku pun langsung beranjak dari duduk ku menuju ke arah pintu untuk membuka pintu tersebut. Namun saat pintu terbuka, aku dikagetkan dengan seseorang yang sangat aku kenali langsung memeluk tubuhku dengan erat, karena masih kaget dengan apa yang terjadi, aku tidak dapat mengeluarkan suara ataupun bergerak, aku membatu dibuatnya.
Dia Geovan, yang entah bagaimana tau jika aku ada di apartemen ini dan dengan tanpa permisi membawa tubuhku ke dalam sebuah pelukan.
"Udah aku duga kalo kamu pasti ada disini." Ucapnya sambil terus mengeratkan pelukannya.
"Van." Aku mulai tersadar dan berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan ini.
"Sebentar, aku kangen sama kamu Mir."
Aku pun hanya bisa diam tidak berkutik dan menuruti apa yang dia katakan, karena memang kalau boleh jujur aku pun merasakan hal yang sama dengannya, sama-sama saling merindukan.
Beberapa detik kemudian setelah kita berdua tenggelam dalam pelukan, akhirnya dia melepaskan pelukan ini dan langsung menatap mata ku dalam-dalam. Kenapa Geovan menjadi seaneh ini? Padahal tadi saat di rumahnya dia cukup ketus dengan diri ku.
"Amira, kamu nikah sama aku aja ya? Aku bisa tanggung jawab atas anak itu." Perkataan dari Geovan yang tidak pernah aku duga, sukses membuat ku membelalakkan mata.
"Geovan, semuanya gak semudah itu. Anak ini anak ayah kamu, dan ayah kamu gak dengan semudah itu buat lepas aku."
"Kita bisa pergi ke tempat lain yang mungkin gak bakalan bisa dia temuin."
"Aku gak bisa Van."
"Kenapa Amira? Kenapa kamu sampe gak bisa kayak gini? Kamu masih cinta kan sama aku?"
"Bohong kalo aku bilang udah gak punya rasa sama kamu, tapi aku gak bisa buat ngelakuin itu, aku masih punya rasa kasian sama anak ini, dia berhak hidup sama ayah kandungnya."
"Cuma itu alasannya? Oh, apa kamu udah mulai jatuh cinta sama ayah aku?"
Pertanyaan dari nya itu sontak saja membuat aku kembali diam tidak berkutik, aku pun tidak tau ada apa dengan diri ku sebenarnya. Apa benar jika aku sudah mulai jatuh cinta pada ayah kekasihku itu? Aku pun langsung membuang pikiran itu jauh-jauh.
"Itu bukan urusan kamu, sekarang aku mohon sama kamu buat keluar dari apartemen ini." Anggap saja jika aku tidak tau diri karena mengusir anak dari pemilik apartemen ini.
"Kamu gak bisa jawab, berarti emang tebakan aku bener kan? Kamu harus sadar Amira, kalo dia itu ayah kandung aku."
"Aku tau dan aku sepenuhnya sadar, kamu bisa keluar dari apartemen ini sekarang." Ucapku sambil sedikit mendorong tubuh miliknya untuk keluar dari apartemen ini.
Setelah berhasil mengusir Geovan dari apartemen ini, aku pun tak sanggup untuk menahan air mata yang sedari tadi aku tahan, kenapa rasanya bisa sesakit ini? Padahal aku yang menyuruhnya untuk pergi.
Ditengah isakkan tangis ku, pintu apartemen terbuka dan aku langsung memalingkan wajah ku ke arah pintu tersebut untuk melihat siapa yang masuk, ternyata Mas Javar sudah berdiri di ambang pintu menatap ku dengan bingung dan mulai membawa langkahnya ke arah ku.
"Amira, kamu kenapa?" Mendengar perkataannya membuatku semakin terisak sampai bahu ku bergetar.
Dirasakan tangan hangatnya membawa tubuhku kedalam dekapannya. "Hei, berhenti menangis. Cerita sama saya, ada apa?"
Dia berusaha menenangkan ku dengan cara mengelus-elus punggungku dengan lembut. Disaat emosi ku sudah stabil dan tangisan ku sudah mereda, aku langsung melepaskan dekapannya.
"Kenapa? Ada apa sama kamu? Cerita sama saya."
"T-tadi Geovan datang kesini."
"Apa?! Bagaimana anak itu bisa tau kalo kamu disini. Kamu gak diapa-apain kan sama dia?"
"Aku gak kenapa-kenapa." Entah kenapa aku bisa berbohong seperti ini demi melindungi Geovan.
"Gak kenapa-kenapa tapi sampai kamu nangis kayak gini?"
"Aku beneran gak kenapa-kenapa, Mas tau sendiri kan emosi aku akhir-akhir ini lagi gak stabil." Ucapku berusaha untuk meyakinkannya.
"Maaf, maafin saya yang gak bisa jaga kamu sepenuhnya."
"Ini bukan salah Mas, lagian aku gak kenapa-kenapa."
Dia pun kembali membawa tubuhku kedalam pelukan hangat dan aku pun dengan senang hati menerimanya karena jujur saja aku merasa nyaman saat sedang berada didalam dekapannya.
"Pekerjaan mas di kantor udah selesai?" Aku pun mulai memulai pertanyaan untuk mengusir keheningan yang ada di dalam ruangan ini.
"Udah, tadi cuma ada masalah kecil aja."
"Ohh." Aku pun bingung harus berbicara apa lagi.
"Besok kita fitting baju buat pernikahan kita nanti ya."
"Secepat ini?"
"Mau kapan lagi? Kita gak punya banyak waktu Amira, waktunya cuma tinggal satu minggu." Ah aku lupa jika kami berdua akan menikah satu minggu ke depan, walaupun bukan pernikahan yang besar-besaran tapi tetap saja membutuhkan persiapan yang matang.
"Oh iya, aku lupa." Ucapku sambil menggaruk tengkuk ku yang tidak gatal.
"Sama pernikahan sendiri aja lupa."
"Maaf ya? Aku beneran lupa." Ucapku dengan rasa bersalah.
"Gak masalah, saya cuma asal bicara aja. Kamu udah mandi?"
"Belum, tadi pas sampe di apartemen aku pengen minum teh, jadi deh aku bikin teh dulu. Gak lama dari itu Geovan datang kesini."
"Ya udah kalo gitu, mau kamu atau saya dulu yang mandi?"
"Mas dulu aja, aku mau siapin baju ganti buat Mas."
Dia pun langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan memasuki kamar, karena memang kamar mandinya berada di dalam kamar. Aku bersyukur Mas Javar tidak lagi membahas kedatangan Geovan tadi.
_____________________________________
Jangan lupa kasih ulasan buat bab ini ya!