Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ML dg CARLA
"Lihat saja loe, Mir! Gua akan membuat loe malu di depan banyak orang!" Hati Angga berbisik penuh dendam.
"Gua akan mengusir loe dari dalam perusahaan ini setelah meeting selesai! Gua akan membuat loe menangis dan memohon ampun kepada gua! Gua juga akan membuat loe menyesal telah berlaku kurang ajar kepada gua!" gumamnya.
Angga terlihat sangat gusar saat berada di ruang meeting. Dia sudah tidak sabar ingin mempermalukan Mira di depan umum dengan memecatnya secara tidak hormat.
"Rika! Apakah memo ke email Mira sudah kamu kirim?!" bisiknya kepada Rika yang sedang duduk tepat di samping si boss dingin itu.
"Belum, Pak. Belum sempat. Kan saya masih mencatat hasil meeting ini," sahut Rika dengan wajah jutek.
"Saya ralat perintah saya! Tidak perlu dikasih memo, saya yang akan memberinya memo secara langsung!" Pria itu mendengkus.
"Baik, Pak." Rika pun mengangguk paham.
****
Selepas meeting, Angga langsung menuju ruangan Mira. Dia sudah sangat ingin sekali mempermalukan istrinya itu.
Namun, saat Dia membuka ruangan Mira, ia tak mendapati wanita itu di sana.
"Mira! Dimana kamu!" pekiknya.
Angga terlihat sangat geram karena rencananya gagal total. Mira tak ada di tempat. Ruangan itu bersih dan rapi. Tapi Angga masih bisa mencium sisa-sisa bau parfum Mira.
"Dia pasti barusan pergi!" sungutnya.
Pandangannya tiba-tiba terfokus pada beberapa kertas di atas meja kerja Mira. Angga segera menghampiri meja itu dan melihat berkas-berkas yang tertata rapi.
DATA REPORT BULANAN
SURAT RESIGN MIRA EKA SHALINDA
Mata Angga terbelalak. Dia mendengkus berulang kali.
"Apakah dia pergi setelah mendengar aku marah-marah di ruang meeting tadi?" gumamnya.
"Apakah dia marah karena dia tidak kuajak meeting? Apa dia merasa diremehkan? Apa dia kesal karena aku bilang akan mencari accounting baru?" Pria itu terus bermonolog dengan dirinya sendiri.
"Apakah dia marah karena kejadian kemarin? Kenapa baru sekarang marahnya? Bukankah semalam dia masih menumpang di rumahku?" gerutunya dengan wajah meradang.
Angga mengambil surat resign di meja Mira, lalu meremasnya dengan penuh amarah.
"Dasar karyawan tak tahu diri!" umpatnya sambil berjalan masuk ke dalam ruangannya.
Melihat hal itu, seluruh karyawan jadi terheran, semuanya terdiam saat si boss sedang murka.
"Mir, loe dimana?" Nana segera mengetik pesan untuk sahabatnya.
Pesannya hanya centang 1.
"Ya ampun, loe dimana, Mir? Apakah loe dengar waktu Pak Angga marah-marah di ruangan meeting tadi? Kenapa loe tiba-tiba resign?" Nana menarik nafas panjang.
"Kemana kawan loe yang sok pintar itu? Lari dari kemarahan pak boss, ya?" Rosa, si ratu julid, tiba-tiba berbisik di telinga Nana.
"Apaan sih? Kepo amat! Dasar ratu julid!" Nana pun mendengkus.
*****
Di ruangan kerjanya, Angga terlihat sangat marah. Dia benar-benar heran, kenapa begitu sulit sekali memberi pelajaran kepada istrinya.
"Oke, jadi dia mau main kasar? Dia tiba-tiba pergi tanpa permisi? Oke! Dia kira aku akan mencarinya? Dia kira aku akan mengerjarnya? Enak saja!" Angga terkekeh.
"Aku malah senang kalau dia menghilang! Sekalian aja mati sana! Biar kagak menyusahkan manusia lain! Semuanya terasa lebih damai kalau dia gak masuk ke dalam kehidupan gua!" dengusnya.
"Kita lihat saja nanti di rumah!" Pria itu terus menggerutu dengan wajah kesal.
*****
Hari itu Angga pulang dengan keadaan senang, dia merasa lega karena di kantor sudah tidak ada lagi Mira yang sering membuat dia badmood.
Sesampai di rumah, dia langsung duduk di depan TV.
"Mira sudah datang, Bik?" ucapnya sambil melonggarkan dasi di dadanya.
"Belum, Mas," kata Bik Wati sambil menyodorkan secangkir kopi di meja.
"Dia pasti sedang meratapi nasibnya di pinggir jalan." Pria itu menyeringai.
"Nanti kalau dia datang, aku akan mencibirnya habis-habisan! Emang enak jadi pengangguran? Cih!" sungutnya.
Hingga malam tiba, Mira pun tak kunjung pulang. Kini Angga mulai gelisah. Dia berulang kali membuk kamar Mira namun istrinya tak ada di sana. Bahkan hingga hampir tengah malam pun, Mira tidak pulang ke rumah suaminya.
Angga mulai merasa sedikit kesal.
"Kenapa wanita itu tidak pulang? Dia bahkan tidak berkirim pesan kalau pulang terlambat," gumamnya sambil mondar mandir di depan kamar Mira.
Pria itu melihat riwayat chat dirinya dengan istrinya. Mira selalu ijin kalau dia pulang terlambat, meskipun Angga tak pernah meresponnya. Dia tiba-tiba iseng scrol dan membaca riwayat chating itu.
"Pak, saya telat pulang, masih mampir ke rumah Ibu, mengantar obat."
"Pak, saya pulang telat. Ada acara di rumah Nana."
"Pak, saya ijin pulang agak malam."
Dan chating-chating lain yang tak pernah Angga respon.
DEGH
Tiba-tiba ada rasa bersalah di dalam hati pria itu.
"Kenapa hari ini dia tidak ijin? Minimal berkabar lah kalau dia memang tidak ingin pulang, aku kan jadi tidak menunggu," sungutnya.
"Kenapa gua jadi menunggu dia? Mau minggat, kek, mau mati, kek, terserah ...! Bukan urusan gua!" Dia pun menaiki tangga dan masuk ke kamarnya dengan perasaan gusar.
Angga merebahkan badan di atas ranjangnya yang empuk dan halus. Dia tak bisa memejamkan mata meskipun dia ingin sekali tidur. Entah kenapa tiba-tiba dia teringat Mira, istrinya yang selalu ia perlakukan dengan dingin.
Saat dia larut dalam ingatan tentang wanita yang ia nikahi secara dadakan itu, Angga tiba-tiba teringat bagaimana malam itu dia merenggut keperawanan Mira, sekaligus memberikan keperjakaannya kepada wanita yang sama sekali tidak ia cintai.
"Sakit, Pak." Kata-kata itu cukup membuat Angga merasa senang, dia merasa bahwa kejantanannya patut diacungi jempol.
"Rasanya enak, meskipun malam itu semuanya terjadi antara sadar dan tidak sadar." Dia tersenyum simpul.
Membayangkan Mira dan tubuhnya yang kala itu tanpa dibalut busana, membuat hasrat kelelakian Angga menjadi tak terkendali. Dia tiba-tiba mengirimkan pesan kepada kekasihnya, Carla.
"Sayang ... kamu ada dimana?" tulisnya.
"Aku ada di rumah, Sayang. Lagi butuh VCS, kah? Kok tumben ngechat malam-malam?" Carla sengaja menggoda.
"Gak suka VCS, langsung datang ke rumah, dong. Aku lagi kesepian." Angga mengetik pesan itu dengan begitu saja, dia seperti sedang di luar kendali akal sehatnya.
"Ok, otw." Carla pun terlihat sangat bersemangat.
Beberapa menit kemudian, Carla sudah sampai di depan rumah Angga, dia segera menelpon kekasihnya itu. Angga pun segera turun dan membukakan pintu untuk Carla, lalu menggendongnya ke kamar atas.
Di dalam kamar Angga, Carla langsung melepas bajunya dan bertel*njang bulat tanpa diminta. Dia langsung menunggangi Angga dengan deru nafas memburu, bak singa kelaparan. Selama ini dia selalu mengajak ML tapi Angga selalu menolak. Kini, dia akan membuat Angga menyesal karena telah mengacuhkan permintaannya check in di hotel selama dua tahun ini.
Malam itu, Angga mulai berani menjamah kekasihnya. Dia menciumi, melumat dan mer*mas buah dada Carla. Pria itu begitu menggebu karena hasratnya sudah diujung ubun-ubun. Dia ML dengan Mira sekitar seminggu yang lalu, dan kini ... dia merasa ketagihan akan penyatuan alat kel*min yang kemarin ia sesali.
Saat Angga menenggelamkan burungnya ke dalam milik Carla, Carla segera menggoyang kekasihnya dengan cepat, hingga Angga melek merem dan dalam hitungan detik, sp*rma pria itu langsung keluar.
"Ahhh ...." Angga mengerang saat hasratnya tersalurkan. Hasrat yang hampir membuatnya gila dan keplanya hampir pecah. Apalagi saat terakhir kali dia memaksa Mira namun Mira malah menendang lato-latonya.
Tapi, Angga merasa bahwa rasanya ini tidak sama dengan saat dia ML pertama kali dengan Mira.
"Rasanya berbeda dengan milik Mira yang benar-benar perawan waktu itu," gumamnya.
"Kamu sudah tidak virgin ya, Car!" Pria itu segera mencabut batang kem*luannya dan melepaskan tubuh Carla dari dalam pelukannya.
"Emangnya penting banget ya, virgin apa tidak? Yang penting kan sama-sama crot, Sayang." Wanita itu mendesah di telinga Angga.
"Lagi pula, kamu juga sudah tidak perjaka, kan?" Carla tersenyum.
"It's oke, no problem, aku sudah tahu kok, kalau kamu sempat ML dengan istrimu yang burik itu. Wanita jalang itu pasti memaksamu," bisiknya lagi.
Angga terdiam.
"Kenapa rasanya berbeda? Ada rasa di dalam diri Mira yang tidak kutemukan di dalam diri Carla," bisiknya.