 
                            Ayudia berpacaran dengan Haris selama enam tahun, tetapi pernikahan mereka hanya bertahan selama dua tahun, sebab Haris ketahuan menjalin hubungan gelap dengan sekertarisnya di kantor. 
Seminggu setelah sidang perceraiannya usai, Ayudia baru menyadari bahwa dirinya sedang mengandung janin kecil yang hadirnya tak pernah di sangka- sangka. Tapi sayangnya, Ayudia tidak mau kembali bersama Haris yang sudah menikahi wanita lain. 
Ayudia pun berniat nutupi kehamilannya dari sang mantan suami, hingga Ayahnya memutuskan agar Ayudia pulang ke sebuah desa terpencil bernama 'Kota Ayu'.
Dari situlah Ayudia bertemu dengan sosok Linggarjati Putra Sena, lelaki yang lebih muda tiga tahun darinya dan seorang yang mengejarnya mati-matian meskipun tau bahwa Ayudia adalah seorang janda dan sedang mengandung anak mantan suaminya.
Satu yang Ayudia tidak tau, bahwa Linggarjati adalah orang gila yang terobsesi dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sisi lain Linggar
"Istirahat dulu,"
Sedang asik-asiknya Ayudia panen, tetiba seseorang menyeletuk sembari memasangkan sebuah topi di kepalanya. Pelakunya adalah Linggar. Lelaki yang sedang tersenyum begitu manis dengan badan menjulang di depannya.
"Nanti aja, nanggung." Tolak Ayudia mengabaikan uluran tangan Linggar lalu fokus memetik tomat.
Linggar menghembuskan nafas pendek lalu ikut berjongkok di sebelah wanita hamil yang tampak keasyikan panen tomat, padahal cuaca sedang panas-panasnya. "Capek, kan? Itu badan udah kaya mandi keringat." Ujar Linggar dengan lembut.
Ayudia mengangguk jujur. Dia memang capek, tapi tak bisa di pungkiri dia juga menikmati panen hari ini. Soalnya tomat yang merah-merah itu membuat Ayudia kalap ingin memetiknya sebanyak mungkin.
"Capek, panas juga." Sahut Ayudia.
"Yaudah istirahat dulu aja, itu Ibu-ibu juga udah pada neduh makan siang." Tunjuk Linggar pada beberapa ibu-ibu pekerja yang berteduh tak jauh dari jangkauan mereka.
Ayudia ikut meliriknya, lalu menggeleng pelan. "Nanti aja, nanggung sepohon lagi." ia tetap menolak.
Linggar kemudian berdiri, dengan lancangnya kedua tangan lelaki itu menyusup di ketiak Ayudia kemudian mengangkat wanita itu seperti mengangkat anak-anak yang habis kecebur got.
"Heh!" Ayudia protes. Wanita itu segera berbalik menghindari Linggar sampai tak sadar di belakangnya terdapat ember besar berisi tomat yang sudah penuh isinya.
Hampir saja tubuh Ayudia terhempas kebelakang, kalau saja Linggar tidak gercep meraih pinggang rampingnya dan menahan. "Ceroboh!" Omel Linggar sembari mengetuk kening Ayudia dengan jadi telunjuknya.
Ayudia melotot tak terima. "Kamu yang kurang ajar! Aku bukan anak kecil yang bisa kamu angkat-angkat seenaknya, ya!" bentak Ayudia dengan nada lirih. takut ada yang memperhatikan interaksi keduanya. Padahal jelas-jelas Ibu-ibu di sana memang menoleh ke arah mereka seperti tertarik.
"Iya makanya ayo istirahat." Linggar membalas dengan nada tertahan. "Udah, nggak usah banyak protes lagi. ingat, kamu nggak cuma sendiri, Mbak. Di perut kamu ada dedek bayi kita!" lanjut lelaki itu ketika Ayudia hendak protes.
"Stres!" Ayudia mendengus.
Bisa-bisanya Linggar seenak jidat mengakui janinnya anak mereka. Hiiyy! Rasanya geli sekali mendengar lelaki itu melantur. Dengan kesal, Ayudia berbalik kemudian berjalan menjauhi Linggar.
Sementara itu, Linggar yang di tinggal di tengah-tengah kebun hanya terkekeh geli. Dengan cekatan lelaki itu meraih ember tomat dan memanggulnya, dia berjalan dengan langkah pelan di belakang Ayudia yang berjalan dengan kaki menghentak-hentak.
Lucu. pikir Linggar.
"Mie ayam bakso, buruan di makan sebelum makin melar." Sampai di pondok, Linggar langsung menyodorkan bungkus Mie ayam bakso dan mangkoknya kearah Ayudia.
Wanita yang sedang mengipasi wajahnya dengan topi itu melirik tajam. "Nggak ada yang minta deh, perasaan?"
Linggar berdecak pelan.
"Tinggal di makan aja pake protes segala, apa mau di suapin?" Lelaki itu kemudian menarik mangkok dan meraih bungkus mie ayam bakso tadi ke arahnya. Membuka bungkus tersebut dan menuangkan isinya kedalam mangkuk, kemudian menyodorkannya lagi ke arah Ayudia.
"Nggak usah!" Ayudia menarik mangkuk tersebut dengan wajah galak. Dia hanya basa-basi saja, pura-pura jual mahal padahal perutnya sudah meronta ingin di isi mie ayam bakso yang tampak menggugah selera itu.
"Cuma beli satu?" tanya Ayudia di sela-sela menikmati makanannya. Linggar di sebelahnya mengangguk pelan dengan fokus menimbang tomat-tomat hasil panen hari ini.
"Nggak ada yang suka mie ayam selain kamu, jadi buat siapa lagi belinya?" timpal lelaki itu.
Ayudia tak percaya, "Masa sih nggak ada yang suka? Aneh, hari gini ada orang yang nggak suka mie ayam?" Komentarnya.
Tapi Linggar memang serius. Keluarganya tidak ada yang suka mie ayam, lebih tepatnya olahan mie apapun itu. Terlebih Linggar, tapi dia bisa memakannya meskipun tak suka, apalagi kalau makan bareng Ayudia. Hehehe.
"Serius. Kaya cintanya Mamas Linggar pada Mbak cantik," Linggar mengerling nakal. Ah, dia jadi mengingat ciuman mereka di mobil saat itu.
"Hiiiy!" Ayudia bergidik geli.
Melihat reaksi Ayudia, Linggar menggeser tubuhnya hingga duduk bersebelahan dengan Ayudia. Posisi mereka di pondok sangat aman, sebab mereka memang duduk di bagian pojok dalam.
"Mau ciuman lagi, dong ..." bisik lelaki itu tepat di depan kuping Ayudia. Dengan nakalnya Linggar meniup di sana sebelum menjilatinya pelan. Ayudia seketika mengerang dan bergeser dengan mata melotot tajam.
"Nggak usah macem-macem!" hardik Ayudia kesal, tanpa bisa di cegah, wajahnya memerah. Sial, dia jadi mengingat lagi kejadian waktu itu, ditambah sekarang pelakunya juga ada di depan mata!
Bukannya takut, Linggar malah semakin berani. Tangan besarnya menjalar, dari punggung Ayudia sampai lehernya yang lembab bekas keringat.
"Lingga!" Ayudia menampik tangan besar lelaki itu. Dengan mata melotot dan gigi saling bergesekan. "Jangan lewat batas, ya! Aku lebih tua dari kamu!" tekan Ayudia menunjuk wajah Linggar. Rautnya antara kesal dan malu bercampur menjadi satu.
Lelaki hitam manis itu bukannya mengerti atau merasa bersalah, malah menggigit telunjuk Ayudia dan mengulumnya. Ada rasa pedas saus dan sedap bumbu mie ayam.
"Mm ..." Linggar bergumam, "Pedes, tapi bikin nagih." lanjutnya dengan desahan pelan.
Ayudia melihatnya dengan horor. "Dasar bocah mesum! Berani-beraninya kamu!!" dengan wajah memerah padam, m Ayudia turun dari pondok dan berjalan meninggalkan Linggar sendirian di dalam sana.
Dia melangkah dengan cepat dan selebar mungkin. ingin segera menjauh dari sosok lelaki berotak mesum yang selalu mengganggu waktunya, juga pikirannya. "Sial! Pasti dia kegeeran gara-gara ciuman waktu itu!" Ayudia merutuki dirinya.
Dia kesal dengan dirinya sendiri yang dengan bodohnya sempat menikmati ciuman Linggar, Ayudia jujur dia memang menikmati karena suasana pun mendukung. Tapi, mengenai dia yang tak mau berurusan dengan Linggar adalah benar. Mau bagaimana pun Ayudia tidak akan memacari lelaki yang lebih muda darinya, terlebih dia juga sedang mengandung.
"Nggak! Dia cuma penasaran aja sama kamu, Dia. Linggar itu cuma main-main," gerutu Ayudia sepanjang jalan.
Sementara itu, di pondok. Linggar tersenyum-senyum sendiri seperti orang gila. Lelaki itu sangat terhibur dengan ekspresi wajah Ayudia yang memerah dengan mata melotot, bukannya terintimidasi, Linggar malah merasa lucu.
Ayudia seperti kucing yang marah karena Linggar terus mengusap-usap perutnya.
Tak bisa di pungkiri, Ayudia berhasil membuat seorang Linggarjati Putra Sena jatuh cinta se-jatuh jatuhnya. Saking tak terkendalinya perasaan Linggar, lelaki itu bahkan berniat melakukan ide licik.
"Mm ... Sepertinya setelah ini harus sering-sering bawa dia ke kecamatan. Lumayan, siapa tau kejebak hujan sekali lagi, hahaha ..." Linggar bermonolog. Dia begitu tak sabar mengajak Ayudia jalan-jalan lagi. Tapi, kira-kira alasan apa yang tepat untuk membawa wanita itu kabur dari Desa, ya?
Dan begitulah Linggarjati yang sesungguhnya. Lelaki penuh ambisi yang berlindung dibalik wajah ramah dan senyum konyolnya. Dia bisa begitu ramah di depan, tapi bisa sangat agresif dibelakang. Tepatnya, di depan wanita hamil yang sekarang kembali berjongkok di depan pohon tomat.
Linggar tak tau apa yang membuatnya begitu tertarik dengan Ayudia. Satu yang dia tau, bahwa Ayudia adalah keinginannya. Linggar mau Ayudia, bukan sebagai pacar. Linggar ingin lebih dari itu. Apalagi sejak ciuman mereka di mobil kala itu, sisi lain Linggar seketika bergejolak.
Jiwa laki-lakinya meronta.
Lelaki yang tak pernah mengenal perempuan selain keluarganya, dan mencicipi arti kata cinta. Kini mulai berambisi untuk memiliki seorang wanita yang baru saja di tinggal cerai suaminya. Parahnya, wanita itu sedang mengandung anak mantan suaminya.
"Haaah, kalo hamil anakku pasti lebih lucu lagi," Gumaman Linggar seperti angin sebelum kembali fokus menimbang tomat yang sudah di masukan kedalam kotak kayu.
###
Haloo semuaa🤗🤗
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian di bab ini kalau suka😻😻
Salam dari enyong😉🫰
