NovelToon NovelToon
Salah Baca Mantra

Salah Baca Mantra

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Menikah dengan Musuhku / Preman
Popularitas:27.2k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Dyah Galuh Pitaloka yang sering dipanggil Galuh, tanpa sengaja menemukan sebuah buku mantra kuno di perpustakaan sekolah. Dia dan kedua temannya yang bernama Rian dan Dewa mengamalkan bacaan mantra itu untuk memikat hati orang yang mereka sukai dan tolak bala untuk orang yang mereka benci.

Namun, kejadian tak terduga dilakukan oleh Galuh, dia malah membaca mantra cinta pemikat hati kepada Ageng Bagja Wisesa, tetangga sekaligus rivalnya sejak kecil. Siapa sangka malam harinya Bagja datang melamar dan diterima baik oleh keluarga Galuh.

Apakah mantra itu benaran manjur dan bertahan lama? Bagaimana kisah rumah tangga guru olahraga yang dikenal preman kampung bersama dokter yang kalem?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Ketika keluar dari ruang kepala sekolah yang merangkap ruang tata usaha, Galuh merasakan hembusan angin yang membawa aroma tanah basah. Suasana sekolah mulai sepi, hanya suara burung gereja yang hinggap di ranting pohon mangga terdengar riuh. Matanya tiba-tiba menangkap sosok kecil yang duduk meringkuk di bawah pohon jambu.

Seorang murid perempuan kelas enam, Siti, terlihat menangis pelan sambil memeluk perutnya. Tubuh mungilnya gemetar, wajahnya memerah bercampur pucat, keringat dingin bercucuran di keningnya.

"Siti! Kamu kenapa?" tanya Galuh dengan nada panik. DIa segera jongkok, tangannya menyentuh kepala anak itu yang terasa panas.

"Perutku sakit sekali, Bu ...." Siti merintih, suaranya parau, penuh kesakitan. Air mata menetes tak terbendung, membasahi pipinya yang kurus.

Galuh sontak merasa jantungnya terhimpit. Ia tidak bisa diam saja. Rasa sayangnya sebagai guru lebih mengalahkan rasa lelahnya setelah seharian mengajar. Tanpa pikir panjang, dia membopong tubuh mungil Siti.

Tubuh Siti terasa ringan, namun langkah Galuh berat karena terburu rasa cemas. Napasnya memburu, kakinya berlari sekencang mungkin menyusuri jalanan berdebu menuju puskesmas. Hatinya berdoa dalam diam, semoga muridnya tidak kenapa-kenapa.

"Bagjaaaaa ... cepat tolong muridku!" teriak Galuh begitu tiba di pelataran puskesmas. Napasnya tersengal, keringatnya bercucuran, tetapi dia tak peduli.

Bagja yang kebetulan sedang berdiri di dekat loket pengambilan obat menoleh. Wajahnya seketika berubah serius. Dia segera melangkah cepat menghampiri Galuh.

"Dia kenapa?" tanya Bagja sambil ikut menahan tubuh Siti.

"Perutnya sakit," jawab Galuh, suaranya masih terengah-engah.

Bagja membawa Siti ke ruang pemeriksaan. Dengan cekatan, dia memeriksa perut gadis kecil itu. Sesekali dia bertanya dengan suara lembut, dan Siti menjawab dengan anggukan atau gelengan, masih menahan rasa sakit.

Setelah memeriksa, Bagja menghela napas lega. "Siti sedang datang bulan. Ini pertama kali baginya," jelas Bagja, nadanya tenang, berusaha menenangkan Galuh. "Kamu tebus obat dulu, lalu belikan dia pembalut." Pria itu menuliskan resep dengan cepat.

Galuh menerima kertas itu, tetapi keningnya langsung berkerut. "Sejak kapan tulisan kamu jadi jelek begini? Sampai aku enggak bisa baca," gerutunya dengan wajah setengah jengkel. Dia merasa heran, dulu tulisan Bagja terkenal bagus dan rapi, seakan dicetak mesin.

"Sudah, yang penting petugas apotek mengerti," jawab Bagja, tak kehilangan senyumnya.

"Ih, masih mending tulisan si Jejen! Jelek-jelek juga masih bisa aku baca," balas Galuh sambil manyun. Dengan kesal, dia berbalik, meninggalkan ruang pemeriksaan.

Beberapa saat kemudian, setelah urusan selesai, Galuh mengantarkan Siti pulang. Motor RX King melaju pelan menyusuri jalan pedesaan. Angin siang menyibakkan poni Galuh yang awut-awutan. Sementara Siti duduk diam di belakang, masih lemas, namun berusaha tegar.

Rumah orang tua Siti akhirnya terlihat. Sebuah rumah kecil sederhana berdiri di tepi jalan setapak, berdinding bilik bambu, beratap injuk yang sudah agak usang. Aroma kayu bakar tercium samar dari dapur kecil di belakang rumah.

Begitu Galuh turun dari motor, beberapa anak kecil langsung mengerubunginya. Mata mereka berbinar penuh rasa ingin tahu. Mereka adalah adik-adik Siti yang kebetulan juga sekolah di SD Negeri Mulia I.

"Bu Galuh!" seru salah satu anak laki-laki berwajah ramah. Ia segera mencium tangan Galuh dengan penuh hormat. Gerakan itu diikuti adik-adik lainnya, membuat hati Galuh hangat seketika.

"Siti kenapa, Bu?" tanya seorang wanita tua yang keluar dari dalam rumah. Tubuhnya bungkuk, selendang lusuh menutupi rambut putihnya. Dialah nenek Siti. Wajahnya penuh garis kehidupan, namun matanya jernih dan lembut.

"Siti sedang sakit, Bu. Makanya aku bawa ke puskesmas. Ini obatnya," jawab Galuh sambil menyerahkan kantong plastik putih berisi obat.

Wanita tua itu menerima dengan kedua tangan bergetar. Matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Bu, sudah mau mengantarkan Siti ke rumah," ucapnya dengan suara lirih namun penuh ketulusan.

Galuh tersenyum kecil. Ada rasa puas yang tak bisa diungkapkan. Baginya, kebahagiaan anak-anak itu sudah lebih dari cukup untuk membalas setiap peluh dan pengorbanannya.

***

Kartu undangan sudah selesai dicetak. Tumpukan amplop berwarna krem gading itu menebarkan aroma khas kertas baru. Galuh memegang setumpuk undangan dengan kedua tangan. Sementara Bagja, dengan santai menyelipkan beberapa di balik map. Sisa undangan lain diambil alih oleh Pak Dhika—ayah Galuh—yang tampak begitu bersemangat.

"Pak, ini tidak salah tamu undangan sampai 1500 orang?" tanya Galuh, matanya melotot. Tangan mungilnya hampir gemetar memegang tumpukan undangan yang setara tebalnya dengan satu dus mie instan.

"Enggak. Bapak undang orang-orang yang dekat saja. Ini belum kerabat kita dan kerabat keluarga Bagja," jawab Pak Dhika enteng sambil menyeruput teh panas.

Galuh melongo. Mulutnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Baginya, angka sebanyak itu sudah mirip daftar hadir konser penyanyi papan atas, bukan pesta pernikahan.

"Enggak kebayang nanti orang yang datang pas pernikahan. Bisa-bisa kakiku bengkak karena lama berdiri," gumam Galuh, wajahnya muram seperti muridnya yang baru dapat PR segunung.

Bagja hanya terkekeh. Dia membayangkan Galuh yang mengenakan kebaya, berdiri berjam-jam sambil senyum kaku di pelaminan.

Waktu pernikahan tinggal sebulan lagi. Namun, persiapan sudah hampir rampung. Kabar bahagia itu pun sudah tersebar ke seantero kecamatan. Tak hanya jadi bahan gosip ibu-ibu di warung, tetapi juga jadi topik hangat di warung kopi bapak-bapak.

Untuk memeriahkan acara, banyak kesenian tradisional rakyat akan digelar. Semalam suntuk selama tiga malam, kampung itu bakal berubah seperti pasar malam. Ada pengajian dan ceramah sehari sebelum siraman. Acara siraman dilaksanakan sore hari, lalu malamnya wayang golek menghibur warga hingga dini hari. Malam terakhir akan ditutup dengan jaipongan dan bobodoran.

Sebenarnya Galuh dan Bagja sama sekali tidak menginginkan pesta sebesar itu. Mereka hanya berharap acara sederhana, cukup siang hari selama dua hari. Apalagi sempat ada usulan hiburan sampai seminggu penuh.

Tentu saja itu membuat Galuh hampir pingsan membayangkan dirinya jadi "maskot desa" selama tujuh hari. Dia sampai mengancam akan kabur begitu ijab kabul selesai dan Bagja dengan setia mengangguk-angguk seperti bodyguard yang siap mendukung aksinya.

"Itu undangan buat siapa? Kok, dipisah!" tanya Bagja sambil menunjuk ke arah bawah tas milik Galuh. Matanya menyipit curiga, seolah sedang menginterogasi tersangka kasus pencurian ayam.

"Oh, itu mau aku antarkan ke anak-anak SMA DUA," jawab Galuh santai, bibirnya tersenyum.

Bagja langsung paham siapa yang dimaksud. Anak-anak SMA DUA itu adalah geng sahabat Galuh di masa putih abu-abu, teman-teman yang sering bikin heboh di mana pun mereka berada. Namun, saat mata dia iseng melirik ke arah bufet, alisnya mendadak naik. Ada dua lembar undangan yang tertulis nama Pak Lukas dan Max.

Jantung Bagja langsung berdegup. Rahangnya mengeras. Dia mendengus seperti banteng yang hendak menyeruduk.

"Awas saja kalau setelah menikah kamu masih menjalin hubungan dengan Max," bisiknya tajam di telinga Galuh. Suaranya rendah, tapi penuh tekanan.

Galuh tercekat. Bibirnya langsung terkatup rapat, seperti ditempeli lem kertas. Da tak berani membalas hanya menelan ludah berkali-kali.

"Apa Bagja cemburu, ya?" batin Galuh, antara heran sekaligus geli. Ada rasa aneh yang merambat ke dadanya.

1
Noor hidayati
amin kak othor semoga pembacanya makin banyak
Abel Incess
pasti rame Thor soalnya seru bngt ceritanya
Hary Nengsih
lanjut makin seru
sryharty
semoga sukses ka
Dinda Putri
semangat thoooorrr lanjut
edelweis🌻
aminn kak semoga dpt rezeki lancar.aminn
🌸Santi Suki🌸: ❤️❤️❤️❤️❤️
total 1 replies
Noor hidayati
semangat buat para relawan yang membantu para korban bencana tanpa pamrih,semangat buat galuh,bagja,ryan dan dewa dalam menolong sesama yang sedang mengalami musibah💪💪💪💪💪
Tutuk Isnawati
top bgt
🌸Santi Suki🌸: makasih
total 1 replies
Hary Nengsih
jadi 4 sekawan yg berjuang menolong
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍👍👍👍
total 1 replies
Noor hidayati
betul kuncinya itu jujur satu sama lain,dan terbuka tidak menutup nutupi masalah apapun,harus didiskusikan bersama
🌸Santi Suki🌸: 👍👍👍 bener
total 1 replies
Sugiharti Rusli
sejatinya ga ada rumah tangga yang sempurna yah, yang ada saling menghargai satu sama lain dan tahu perannya masing" dan turunkan ego,,,
🌸Santi Suki🌸: bener 👍
total 1 replies
Sugiharti Rusli
dan Galuh walo dia sedikit bar" dan keras kepala, setelah menikah dia bisa menempatkan dirinya sebagai seorang istri dan menghormati Bagja sebagai suami
Sugiharti Rusli
semoga mereka nanti bisa lebih saling mengisi dan memahami yah, walo mereka tidak mengenal pacaran
Sugiharti Rusli
tapi salut sih sama karakter Bagja, walo dia sedikit jail walo karena sejatinya dia sangat suka sama Galuh, dia bukan pribadi yang mau menang sendiri biarpun Bagja anak tunggal sih
Sugiharti Rusli: betull banget
total 2 replies
Sugiharti Rusli
dan Bagja, walo dia seorang suami yang berhak menegur sang istri, dia bisa tidak melakukannya sambil marah" yang berakibat mereka nanti saling menyakiti
Sugiharti Rusli: nah itu, dia dah tahu banget kan karakter bininya
total 2 replies
Sugiharti Rusli
pada akhirnya setiap pasangan memang harus menekan ego masing" sih yah
🌸Santi Suki🌸: Yap, biar hubungan tetap terjaga dan harmonis
total 1 replies
Ratih Tupperware Denpasar
aku suka persahabatan galuh, dewa dan ryan begitu tulus jarang lho cewek dan cowok bs bersahabat..
🌸Santi Suki🌸: 🤩🤩🤩🤩🤩
total 1 replies
Ita rahmawati
pasangan itu buar sllu harmonis kuncinya satu yaitu buka mulut 🤣
maubitu jujur mau itu ngobrol mau itu nanya atau marah kan buka mulut toh 🤭
kalo mingkem alias diem bae mah bubar pasti 😂😂
🌸Santi Suki🌸: iya 😆😆😆 kan komunikasi itu kuncinya
total 1 replies
Ita rahmawati
aih,,dewa rya knoa kalian tetiba jd setan bisa gk keliatan gtu sm bagja 🤦‍♀️🤣🤣
🌸Santi Suki🌸: sebagian mata Bagja kayaknya terhalang belek 😩😅
total 1 replies
Hary Nengsih
top
🌸Santi Suki🌸: makasih, Kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!