Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Hans tetap bersikap tenang dan santai sambil memperhatikan tingkah laku Andi. Sedangkan Andi tetap memegang dengan erat pergelangan tangan Dewi membuat Dewi meringis kesakitan. Sambil memegang pergelangan tangan Dewi dengan erat, Andi maju mendekati Mawar dan hendak menjambak rambut Mawar, namun dengan cepat Hans menepis tangan Andi dan memegang tangan Andi serta memutarnya hingga membuat tangan Andi melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Dewi.
Andi: "Aaahh, sakit." ucapnya dengan suara yang keras. "Siapa kamu?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Hans: "Aku kakaknya." sahutnya sambil menoleh ke arah Mawar.
Andi: "Kalian pergi saja. Jangan campuri urusanku dengan Dewi. Ini urusan asmara kami." ucapnya dengan pelan. Andi berusaha membujuk Hans dan Mawar untuk segera meninggalkan tempat itu agar Andi leluasa mengancam Dewi. Namun, Dewi menatap Mawar dengan mata yang berkaca-kaca seakan meminta pertolongan dari Mawar dan Hans.
Mawar: "Lepaskan Dewi. Aku dan kakakku akan pergi." ucapnya dengan tegas sambil menatap tajam pada Andi. "Kenapa kamu harus menarik tangan Dewi, sih? Apakah kamu tidak bisa bicara baik-baik?" tanyanya dengan suara yang cukup keras. Andi tersenyum dingin, dia menatap Mawar dengan tajam.
Andi: "Jangan salahkan aku, jika aku juga akan menyakitimu." ucapnya dengan lantang sambil menunjuk ke arah Mawar. Seketika darah Hans mendidih saat mendengar ancaman Andi kepada adiknya.
Hans: "Jika kamu berani menyakiti Mawar, maka kamu akan berhadapan denganku." ucapnya dengan tegas dan tatapan mata yang tajam.
Mawar: "Jangan basa-basi lagi dengannya, mas. Kita telpon saja polisi." ucapnya sambil menatap tajam pada Andi. Dengan penuh keberanian, Mawar membuka tasnya, lalu meraih ponselnya di dalam tas dan mencoba menelpon polisi. Andi menatap tajam pada Mawar dan Hans dengan penuh amarah. Andi mendengar Mawar akan menelpon polisi, seketika buru-buru Andi membalikkan badannya, lalu berlari kecil meninggalkan Dewi, Mawar, dan Hans di depan kampus itu.
Dewi: "Terima kasih, Mawar. Terima kasih juga, mas." ucapnya sambil menatap Mawar dan Hans dengan perasaan lega.
Hans: "Iya, Dewi. Saya pamit kerja dulu, ya." ucapnya sambil melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10 lewat.
Mawar: "Hati-hati di jalan, mas." ucapnya dengan penuh perhatian. Setelah Hans pergi, Mawar menggandeng tangan Dewi dengan erat, lalu mengajaknya masuk ke dalam kampusnya.
Mawar: "Apa sebenarnya yang terjadi, Wi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Dewi: "Andi terus memaksaku membelikannya mobil. Aku minta pisah darinya. Andi tidak terima." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku sudah tidak tahan dengannya, Mawar." keluhnya.
Mawar: "Pilihan kamu sudah tepat, Wi. Pria seperti dia harus ditinggalkan." ucapnya dengan penuh keyakinan.
Dewi: "Hiks... Hiks." terdengar suara tangisan Dewi. "Semua pria hanya menginginkan uangku. Mereka tidak pernah mencintaiku." ucapnya dengan isak tangis.
Mawar: "Sabar, ya. Lain kali, jangan gampang tergoda." ucapnya dengan lembut. Mawar terus memperingati Dewi dan menasehati sahabatnya itu agar tidak mudah membuka hati untuk pria yang bermulut manis.
Dewi: "Terima kasih, Mawar. Untung kamu dan mas Hans datang." ucapnya dengan rasa syukur.
Mawar: "Kamu harus berani melawannya, Wi. Jangan biarkan dia semena-mena padamu." ucapnya.
Dewi: "Iya, Mawar." sahutnya. Mawar menemani Dewi di kantin kampus hingga perasaan Dewi tenang. Setelah perasaan Dewi tenang, maka Mawar terpaksa ikut kelas berikutnya bersama Dewi. Sedangkan Hans yang telah tiba di kantornya terpaksa harus menyusun rencananya lagi untuk mengadakan pertemuan dengan beberapa investor di perusahaannya. Siang harinya Hans membuka bekal makanan yang telah dibawanya dari rumah. Saat memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya, tiba-tiba dia teringat akan kejadian yang menimpa Dewi.
Hans: "Apakah pria itu pacar dari Dewi? Kenapa pria itu sangat kasar pada Dewi?" gumannya sambil bertanya-tanya dalam hatinya. Hans mulai memikirkan keadaan Dewi. "Jika terjadi pada Mawar, pasti aku akan memukul pria itu. Pria itu tidak menghargai wanita." gumannya lagi dengan pelan. Hans melanjutkan makannya sesendok demi sesendok hingga akhirnya makanan itu habis. Waktu berlalu begitu cepat, pekerjaan Hans di kantor belum selesai. Pukul 7 malam, Lily menelpon Hans karena Hans belum pulang ke rumah. Hans mengatakan pada Lily bahwa dirinya sedang sibuk dan harus menyelesaikan beberapa pekerjaan kantor yang tertunda. Lily selalu memahami situasi Hans.
Lily: "Jangan pulang larut malam, mas." pesannya dengan penuh perhatian.
Hans: "Iya, sayang. Palingan sekitar pukul 8 malam." ucapnya dengan lembut. Setelah berbicara pada Lily melalui ponselnya, Hans melanjutkan pekerjaannya di dalam ruangannya seorang diri, karena karyawan yang lain telah pulang. 15 menit berlalu Lily kembali menelpon suaminya dan mengatakan bahwa Mawar juga belum pulang ke rumah. Hans mulai gelisah, jam kuliah Mawar biasanya hanya sampai jam 4 sore dan tidak pernah pulang sampai malam. Hans mencoba menelpon adiknya itu, beberapa kali panggilan telpon Hans tidak di jawab oleh Mawar. Beberapa detik, Hans mencoba menelpon Mawar lagi sampai pada akhirnya Mawar menjawab panggilan Hans.
Mawar: "Aku sedang di rumah Dewi, mas. Dewi takut sendirian." sahutnya.
Hans: "Ke mana kedua orang tua Dewi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Mawar: "Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota, mas." ucap Dewi lagi. "Aku hanya menemaninya sampai jam 10 malam, kok." ucapnya lagi.
Hans: "Mengapa kamu tidak menelpon ibu atau Lily?" tanyanya dengan sedikit kesal.
Mawar: "Maaf, mas." ucapnya dengan rasa bersalah.
Hans: "Kirimkan alamat Dewi sekarang. Mas akan menjemputmu nanti. Saat ini mas sedang lembur di kantor." ucapnya.
Mawar: "Iya, mas. Terima kasih." sahutnya. Mawar mematikan ponselnya, lalu menatap Dewi yang sedang duduk di sampingnya.
Dewi: "Maafkan aku, ya. Aku telah merepotkanmu dan mas Hans." ucapnya dengan perasaan bersalah.
Mawar: "Tidak apa-apa, Wi. Kamu juga pernah menolongku, kan." ucapnya sambil tersenyum kecil menatap wajah sahabatnya yang merasa bersalah. Dewi adalah sahabat Mawar sebelum duduk di bangku kuliah, awal masuk kuliah Dewi pernah menolong Mawar yaitu membantu membayar biaya kuliah Mawar yang jumlahnya tidak sedikit. Pertolongan Dewi inilah yang selalu diingat oleh Mawar sampai sekarang, karena saat itu Hans dan Lily belum menikah. Pekerjaan Hans juga belum mapan, dan kehidupan Mawar dan Hans mulai membaik setelah Hans menikah dengan Lily yang kaya raya. Tepat pukul 9 malam pekerjaan Hans akhirnya selesai, Hans merapikan berkas-berkas yang berada di atas meja kerjanya, lalu meninggalkan ruang kerjanya. Hans melangkah dengan terburu-buru meninggalkan kantornya. Sebelum keluar dari pintu kaca kantor, Hans menyapa satpam kantornya yang masih terjaga bersama beberapa satpam yang lain.
***