Sekuel dari novel Cintaku Dari Zaman Kuno
Azzura hidup dalam kemewahan yang tak terhingga. Ia adalah putri dari keluarga Azlan, keluarga terkaya dan paling berpengaruh di negara Elarion. Namun, dunia tidak tahu siapa dia sebenarnya. Azzura menyamar sebagai gadis cupu dan sederhana semua demi kekasihnya, Kenzo.
Namun, tepat saat perkemahan kampus tak sengaja Azzura menemukan sang kekasih berselingkuh karena keputusasaan Azzura berlari ke hutan tak tentu arah. Hingga, mengantarkannya ke seorang pria tampan yang terluka, yang memiliki banyak misteri yaitu Xavier.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serangan Vampir?
Langit mulai meredup, menyisakan semburat jingga yang tertelan kelamnya senja. Motor sport Xavier melaju mulus melewati jalanan kota, angin membelai rambut Azzura yang terurai dari helmnya. Mereka menyusuri jalan tepi pantai hingga memasuki kawasan yang lebih sepi.
"Aku masih heran kenapa kamu tiba-tiba muncul tadi di kampus," ujar Azzura, membuka pembicaraan.
“Aku hanya, merasa harus ada di sana, apa lagi ada seorang gadis berkata dia bukan milik siapa-siapa,” jawab Xavier tenang, meski matanya tetap fokus ke depan.
Azzura melototkan matanya lalu mendesah kecil. "Bagaimana—ah, kadang kamu bikin aku bingung. Kau tahu semuanya."
Tiba-tiba, Xavier mendadak mengerem sedikit. Wajahnya menegang. Hidungnya mengendus udara dengan intensitas tinggi. "Bau darah," gumamnya lirih.
"Apa?" Azzura belum sempat mencerna ucapannya ketika Xavier memutar gas motor lebih dalam. Kecepatan mereka melonjak drastis.
"Xavier! Kamu mau ke mana?!"
"Pegangan!" serunya singkat, sebelum motor membelok tajam masuk ke sebuah gang sempit di antara deretan bangunan tua dan sepi.
Azzura hanya bisa memeluk pria tampan itu yang terus melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Xavier menghentikan motor, melompat turun tanpa melepas helm, lalu berlari cepat ke arah sumber suara rintihan yang samar-samar terdengar.
Azzura bingung. “Hei! Tunggu—Xavier!”
Tanpa pikir panjang, ia pun ikut mengejar. Derap langkah mereka bergema di gang sempit, hingga akhirnya mereka berhenti di sebuah sudut gelap, di mana sesosok pria sedang menunduk, menggigit leher seorang gadis remaja yang sudah tak berdaya.
“Lepaskan dia!” Xavier meraung.
Dalam sekejap, pria itu menoleh matanya merah menyala, gigi taringnya meneteskan darah.
"Mahluk apa itu?" bisik Azzura, menahan napas.
Xavier mencabut pedang pendek dari balik jaket kulitnya, kilau logam peraknya berpendar tajam. Dalam sekali ayunan, k*pala sang vampir terl*pas dan jatuh ke tanah.
Brugh!
Tubuh vampir itu mulai menggeliat aneh. “Azzura! Bakar dia! Jangan biarkan dia pulih!” teriak Xavier.
Azzura tertegun. “A—Apa?!”
“Cepat, Zura! Sekarang!” seru Xavier.
Tangan Azzura bergetar, tapi naluri dan latihan bersama sang ibu kemarin menuntunnya. Ia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, nyala api oranye menyala di telapak tangannya. Azzura mengarahkannya ke tubuh sang vampir.
"Elemen api!"
Tubuh itu langsung terbakar, api menjalar ganas membakar hingga menjadi abu dalam hitungan detik. Bau darah dan daging terbakar menyeruak di udara.
Azzura masih terdiam, napasnya memburu. “Apa yang baru saja terjadi?”
Xavier mendekat, menatapnya dalam. “Kamu baru saja menyelamatkan gadis itu dari menjadi vampir.”
Azzura menoleh pada korban, yang kini pingsan di tanah dengan leher penuh luka.
“Dia akan hidup?” tanya Azzura khawatir.
Xavier mengangguk. “Kalau belum digigit dua kali, dia masih bisa disembuhkan. Tapi kita harus cepat.”
Azzura menatap abu yang mengepul. “Kamu ... siapa sebenarnya, Xavier?”
Xavier menatap mata hijau Azzura dengan sorot tajam. “Nanti aku akan jelaskan. Tapi yang jelas, dunia yang kau kenal tidak seperti yang terlihat.”
**
Xavier dan Azzura berlari cepat, membawa gadis itu dalam pelukan Alex sang beta. Mereka melintasi lorong gelap yang membentang di bawah bangunan tua, suara langkah mereka bergema di udara yang sunyi.
Suasana di sekitar mereka semakin sunyi, hanya terdengar desahan napas gadis yang masih setengah sadar itu.
"Xavier! Ini apa? Kenapa kita ke sini?" tanya Azzura.
"Azzura, ini rumah sakit. Kami akan bawa dia ke ruang medis," ujar Xavier, tetap dengan wajah serius, meski matanya tetap terfokus pada jalan.
Azzura mengikuti, matanya masih memandang sekeliling. Semakin dalam mereka masuk, semakin aneh rasanya. "Aku baru tahu ada rumah sakit di bawah bangunan ini," kata Azzura, masih terheran-heran.
Xavier tidak langsung menjawab, namun langkahnya tetap tegap. "Ini rumah sakit milikku," jawabnya datar.
Azzura melirik ke sisi kiri dan kanan, dan tiba-tiba dia melihat sebuah pintu besar yang terbuka. Di dalamnya, tampak area rumah sakit yang sangat luas dan sangat modern, jauh dari kesan kumuh dan usang seperti yang Azzura bayangkan.
Ruangannya terang benderang, dengan pencahayaan canggih yang menambah kesan mewah, dan alat medis canggih yang dipenuhi dengan berbagai teknologi yang tampaknya jauh melampaui fasilitas rumah sakit biasa.
"Ini ...." Azzura berhenti sejenak, terpukau. "Kamu serius? Ini rumah sakit, Xavier? Ini jauh lebih canggih daripada yang ada di luar sana."
Xavier melangkah ke depan dengan tubuh gadis yang terkulai di pelukan Alex yang dari tadi hanya diam.
"Rumah sakit ini tidak terdaftar di mana pun. Kami menangani kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikan oleh rumah sakit biasa. Tidak hanya manusia, tapi juga makhluk-makhluk seperti tadi," jawab Xavier dengan tenang, seolah itu adalah hal yang biasa baginya.
Azzura terdiam sejenak. "Maksud kamu ... Vampir?" tanyanya, perlahan mulai memahami.
Xavier berhenti sejenak, menatap Azzura yang kini berjalan di sampingnya. "Ya. Dan hal-hal lain yang lebih gelap," jawabnya, suaranya sedikit lebih dalam.
Mereka akhirnya sampai di ruang medis. Alex dengan cepat meletakkan gadis itu di atas tempat tidur medis yang tampak sangat canggih.
Peralatan medis di sekelilingnya tampak bersih, rapi, dan sangat modern. Bahkan ada beberapa alat yang Azzura yakin tidak ada di rumah sakit biasa.
"Siapa gadis ini?" tanya Azzura, melihat gadis itu yang masih tidak sadar. Wajahnya sangat pucat, dan lehernya masih menunjukkan bekas gigitan.
"Namanya Maya," jawab Xavier. "Dia seorang manusia biasa yang terkena gigitan vampir, tapi belum sepenuhnya terinfeksi. Dia akan dirawat dan memastikan dia tidak berubah."
Azzura mengangguk, masih bingung dengan semua yang terjadi. "Kenapa ada rumah sakit seperti ini di bawah tanah? Mengapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?" tanya Azzura, penasaran.
Xavier melepaskan jaketnya, meletakkannya di kursi, dan mulai menyiapkan beberapa alat medis. "Ada banyak hal yang perlu kamu ketahui, Azzura. Tetapi aku tidak bisa memberitahumu semuanya dalam satu waktu. Kita perlu waktu untuk memahami dunia ini dengan lebih baik. Dan dunia ini, tidak sesederhana yang kamu bayangkan."
Azzura memperhatikan Xavier yang sibuk memeriksa alat medis dan menyiapkan serum penyembuh. "Dunia ini ...." Azzura mengulang kata-kata Xavier. "Aku merasa dunia yang aku kenal tiba-tiba runtuh. Aku tidak tahu harus percaya apa lagi."
Xavier menghentikan gerakannya sejenak, lalu menatap Azzura. "Percayalah pada dirimu sendiri, Azzura. Kamu punya lebih banyak kekuatan daripada yang kamu tahu."
Azzura menghela napas panjang. "Aku merasa seperti baru saja terjatuh ke dalam dunia yang tidak aku pahami. Aku hanya ingin melindungi orang-orang yang aku sayangi."
Xavier menatap Azzura dengan mata tajam dan serius. "Dan kamu akan melakukannya. Tapi dunia ini bukan hanya tentang melindungi orang yang kita sayangi. Ada lebih banyak yang harus kita hadapi."
Azzura terdiam, tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Namun, dalam hati, dia merasa cemas. Cemas akan apa yang Xavier katakan, dan apa yang akan datang di dunia yang baru saja dia temui.
Azzura kemudian menatap Xavier. "Siapa kamu sebenarnya, Xavier?"