NovelToon NovelToon
MY BELOVED PIAN

MY BELOVED PIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:846
Nilai: 5
Nama Author: fchrvlr0zak

sesekali kamu harus sadar kalau cowok cool, ganteng dan keren itu membosankan. lupakan kriteria "sempurnah" karena mereka tidak nyata.

hal - hal yang harus diketahui dari sosok pian :
1. mungkin, sedikit, agak, nggak akan pernah ganteng, cool, apalagi keren. bukan berarti dia jelek
2. nggak pintar bukan berarti dia bodoh
3. aneh dan gila itu setara
4. mengaku sebagai cucu, cucu, cucunya kahlil gibran
5. mengaku sebagai supir neil armstrong
6. mengaku sebagai muridnya imam hanafi
7. menyukai teh dengan 1/2 sendok gula. takut kemanisan, karena manisnya sudah ada di pika
8. menyukai cuaca panas, tidak suka kedinginan, karena takut khilaf akan memeluk pika
9. menyukai dunia teater dan panggung sandiwara. tapi serius dengan perasaannya terhadap pika
10. menyukai pika

ada 4 hal yang pika benci didunia ini :
1. tinggal di kota tertua
2. bertemu pian
3. mengenal sosok pian, dan....
4. kehilangan pian

kata orang cinta itu buta, dan aku udah jadi orang yang buta karena nggak pernah menghargai

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fchrvlr0zak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KEMANA PIAN

Surat yang diberikan oleh Pian pada hari sabtu kemarin menjadi kata puitis terakhir yang mengantarkan Pika pada kenyataan; bahwa Pian sudah tidak pernah memunculkan batang hidungnya lagi di sekolah. Pian menghilang! Itu kesimpulannya.

Hari pertama, Pika berpikir kalau Pian mungkin sedang sakit sampai-sampai dia nggak bisa hadir ke sekolah. Hari kedua, mungkin Pian juga masih sakit. Hari ketiga, Pian keenakan sakit sampai dia udah nggak mau lagi masuk sekolah. Hari keempat, mungkin pian sudah mati.

Oke... itu pikiran paling negatif yang terlintas di kepala Pika saat ini. Tapi hal lebih buruk yang mungkin terjadi adalah; Pian marah gara-gara Pika udah bikin dia malu di depan teman-temannya kemarin.

Masa Bodo! Sungguh Pika nggak peduli. Mau urat malu Pian sampai putus sekalian kek, Pika nggak peduli. Harusnya Pian nyadar kalau dia udah bikin Pika malu duluan akibat tingkah laku konyolnya yang nggak banget, sampai-sampai Pika jadi pengin menyembunyikan wajahnya di tempat sampah.

"Bude, nasi gorengnya satu yaa..." Pika berbicara kepada penjual makanan di kantin sekolah.

Bude Nani, begitu sapaan akrab yang sering dipanggil oleh murid maupun guru-guru di sekolah ini. Bude Nani menyiapkan pesanan Pika seperti biasa setiap jam istirahat. Nasi goreng dengan telor ceplok, tidak pake bawang, tapi kerupuk merahnya cukup banyak.

"Teh manisnya nggak sekalian Neng?" tawar Bude Nani sambil menyodorkan sepiring nasi goreng pada Pika.

Pika menggeleng, lalu tersenyum sekenanya. Biasanya setiap kali Pika pesan nasi goreng, dia juga tidak pernah memesan teh manis. Dia hanya minum air putih yang sudah tersedia di meja kantin.

"Biasanya juga minum teh manis, Neng." kata Bude lagi sambil mengerling genit.

"Ha? Enggak kok. Pika biasanya minum air putih aja."

"Bukan Neng Pika yang mesan teh manisnya. Tapi si Pian atuh yang suka mesanin teh manis buat Neng Pika tiap jam istirahat. Masa Neng lupa sih..."

"Ha?" sontak mata Pika terbelalak lebar. Memang benar sih, setiap kali Pika mengambil tempat duduk di kantin bersama teman-temannya, lalu menyantap nasi goreng dengan lahap. Pasti ada saja orang lain yang datang menghampirinya sambil menyuguhkan segelas teh dan berbicara dengan kalimat yang sama. "Ini teh manis dengan setengah sendok gula. Nggak perlu kemanisan, soalrya takut Pian diabetes setiap kali liat Pika."

Dan respons Pika hanya. "Ha? Maksudnya? Gue nggak pesen teh manis deh, sumpah."

Lalu orang itu kembali menjawab. "Ada yang pesanin teh ini khusus buat Pika." Pika kembali bertanya dengan wajah bodoh.

"Siapa?" Kemudian orang itu langsung mengarahkan jemarinya, dan menunjuk sosok Pian yang sudah berdiri di sebelah meja jualannya Bude Nani sambil melambai plus pakai cengiran menyebalkan pula. Pika geram. Di saat semua teman-temannya pada tertawa melihatnya, Pika langsung mengambil gelas teh tersebut lalu memberikannya ke meja sebelah, kepada siapa saja yang mau minuman gratis.

Pika kembali berbicara kepada orang yang mengantarkan teh tersebut. "Tolong bilang sama Pian yaaa.. makasih, tapi teh manisnya bakal bikin gue eneg."

"Iya Neng. Si Pian kan nggak datang ke sekolah, jadi nggak ada yang mesenin Neng Pika teh manis. Nah, Neng Pika mau pesan teh manis nggak?" Bude Nani kembali berujar, membuyarkan lamunan Pika.

"Enggak Bude, malkasih. Dan satu lagi, kalau Pian udah balik ke sekolah, tolong bilangin ke dia jangan pesan-pesan teh segala buat Pika. Pika nggak suka."

"Oke Neng."

Pika bergabung bersama teman-temannya di meja kantin, melahap makanannya dengan tenang tanpa gangguan orang lain yang akan menawarkannya teh manis lagi. Tapi entah mengapa semua itu jadi terasa lebih sepi.

"Eh Pika, liat tuh si Tristan dari tadi liat-liat ke sini terus. Jadi geer deh aku." Tika memperbaiki rambutnya dan duduk dengan centil.

Pika mengangkat tatapannya dari nasi goreng ke arah Tristan. Cowok itu juga membalas tatapan Pika sambil tersenyum. Lantas Pika juga balas tersenyum.

"Tumben dia makan di kantin, biasanya juga merokok di gudang belakang." Nilam berbicara sambil menyantap pelan-pelan bakso pesanannya.

"Ya jelas lah. Ketua gengnya aja nggak masuk sekolah," sambung Widya.

"Siap-siap aja ya woy, besok dapat pengumuman dari guru yang kasih tau kalau bangkai Pian udah ketemu." Kalimat asal Tika membuat smua teman-temannya menatap kaget. Mereka nyaris terpekik.

"Ha? Maksudnya?"

"Astaghfirullah Tika, kok jahat."

"Biar pengganggu di sekolah ini musnah. Kalau Pian musnah, sumpah deh aku akan bikin nasi tumpeng," komentar Tika lagi. Teman-temannya hanya tertawa.

Selesai makan di kantin, Pika bergegas ke perpustakaan. Sedangkan teman-teman lainnya sudah masuk ke kelas terlebih dulu.

Pika sangat suka berada di dalam perpustakaan atau toko buku. Pika suka berada di dekat buku-buku. Mungkin karena bau bukunya yang menyeruak, tenang, tidak ribut, adem, dan yang pasti tidak ada cowok aneh seperti Pian nyasar ke sini.

Tapi pernah suatu ketika Pian masuk ke dalam perpustakaan dan merusak ketenangan Pika.

"Samlekum Agen,"goda Pian sambil mengambil kursi dan duduk di samping Pika. Cowok itu juga mengambil buku yang membuat Pika mengernyit tajam. Judul buku yang ada di tangan Pian adalah Pratikum Biologi mengenai Anatomi Katak.

"Mau apa sih ke sini?" tanya Pika ketus, kembali fokus pada buku di hadapannya.

"Mau nanya. Kalau misalnya aku mati, Agen Pika akan carin nggak?"

Sontak Pika terkejut dan melempar tatapannya ke arah Pian, matanya terbelalak. "Ha? Maksudrya?"

"Oh, enggak. Ini.. si katak." Kemudian Pian meletakan toples-yang entah datang dari mana-ke atas meja perpustakaan.

Refleks Pika berteriak histeris sampai semua pasang mata menoleh ke arahnya. Pasalnya di dalam toples milik Pian ada seekor katak yang sedang' melompat-lompat.

"Aaaaa, Pian. Lo gila yaaa! Ngapain silh pake bawa kodok ke sini segala!"

"Tenang Agen. Aku bisa sulap kodok ini jadi pangeran. Simsalabim..." Pian memutar telunjuknya sendiri ke arah kodok. "Aku sulap engkau jadi pangeran!" lalu jarinya dia arahkan ke dirinya sendiri. "Semriwing.. Semriwing... ini dia pangerannya, hehehe. Tapi maaf, nggak ganteng. Mungkin, agak, sedikit, boleh lah dibilang ganteng.nDikit aja nggak pa-pa kok."

"Ih, nggak lucu tau!" Pika memukul pundak Pian.

"Pergi sana, bawa kataknya jauh-jauh. Geli, Pian!"

"Jangan gitu Agen. Si katak ini sebentar lagi mau mati, kira-kira ada nggak yaa katak betina yang cari dia." Wajah Pian persis seperti orang tolot saat itu. "Eh, tapi, aku nggak tahu katak yang di dalam toples ini jantan atau betina. Gimana kalau kita periksa dulu. Dia udah sunat apa belum." Pian ingin memutar tutup toplesnya.

"Piaaaan, jangan!!!!" Pika berteriak kencang, saking ketakutannya sampai naik ke atas kursi.

"Heh, Pian. Siapa yang suruh kamu masuk ke perpustakaan ini?" mendadak Pak Wandi, guru PPKN yang terdengar super duper galak muncul di antara mereka.

Kabarnya lagi, Bu Leni, penjaga perpustakaan ini tidak bisa melarang Pian untuk tidak masuk ke perpustakaan. Jadi mau nggak mau, Bu Leni terpaksa minta bantuan dari Pak Wandi.

"Eh, Pak Wandi. Mau ketemu sama sodaranyabyaaaaa?" Pian mengulurkan toples itu kehadapannya.

Pak Wandi melotot tajam, lalu berjalan mendekat dan menjewer telinga Pian.

"Kau pikir perpustakaan ini tempat kau teater, ha? Seenaknya aja ribut di dalam perpustakaan. Ikut aku keluar!"

Saat Pian ditarik keluar secara paksa oleh Pak wandi, masih sempat-sempatnya saja Pian melontarkan sebuah puisi. "Aku pernah bilang kalau aku ini seperti bulan. Tapi peranmu ternyata lebih penting. Kamu itu matahari. Kamu tahu itu? Matahari selalu memantulkan cahaya kepada bulan. Kamu pun begitu, yang selalu memantulkan kecantikan yang membuatku jadi ikut terpesona."

Orang-orang yang tadinya asyik dengan buku mereka masing-masing, kini jadi memerhatikan Pika

seraya bersorak. "E...E...E..eeeehaakkk."

Sedangkan pak Wandi mulai menutup mulut Pian dengan telapak tangannya. "Ah, berisik kau Pian!"

Bell masuk yang berbunyi nyaring membuyarkan lamunan Pika. Menyadarkan Pika pada kenyataan kalau Pian tidak ada di perpustakaan saat ini.

***

1
Esti Purwanti Sajidin
taraaaa langsung nge vote ka syemangaddd
Hitagi Senjougahara
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Dennis Rodriguez
OMG! Gemes banget!
Alison Noemi Zetina Sepulveda
Aku jadi terbawa suasana dengan ceritanya, bagus sekali! ❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!