Cat Liu, seorang tabib desa, tak pernah menyangka hidupnya berubah setelah menyelamatkan adik dari seorang mafia ternama, Maximilian Zhang.
Ketertarikan sang mafia membuatnya ingin menjadikan Cat sebagai tunangannya. Namun, di hari pertunangan, Cat memilih pergi tanpa jejak.
Empat tahun berlalu, takdir mempertemukan mereka kembali. Tapi kini Maximilian bukan hanya pria yang jatuh hati—dia juga pria yang menyimpan luka.
Masihkah ada cinta… atau kini hanya tersisa dendam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
“Selama ini tidak ada yang peduli denganku. Tapi pria ini datang dan mengulurkan tangannya untuk membantuku… Sejak guru meninggal, aku hanya sendirian menghadapi semua masalah. Apakah aku… jatuh cinta pada pria ini?” batin Cat.
Maximilian memperhatikan wajah gadis itu yang murung, lalu mengangkat tangannya dan dengan ringan menyentuh dahinya. “Kenapa diam saja?” tanyanya, nadanya lembut, berbeda dari ketegasan yang biasa ia tunjukkan pada orang lain.
Cat terperanjat, menatapnya cepat. Sentuhan kecil itu membuat wajahnya panas tanpa alasan.
Maximilian tersenyum tipis, lalu berjalan ke tengah ruangan. “Modal dan tempat sudah ada. Saat ini aku adalah bosmu. Kau putuskan saja semua yang ada di sini. Selain itu, mereka juga akan membantumu,” katanya sambil melambaikan tangan pada anak buahnya. Beberapa orang mengangguk hormat, siap menuruti perintah.
Maximilian kemudian berbalik lagi padanya, menatap lurus ke mata gadis itu. “Cat, apakah kau keberatan memberitahuku tentang kehidupanmu di desa?” tanyanya perlahan
Cat menarik napas dalam-dalam, lalu tersenyum tipis. “Tentangku tidak ada yang istimewa. Aku hanya mempelajari ilmu pengobatan, menghabiskan waktu menanam herbal dan meracik obat.” Suaranya tenang, namun di baliknya tersimpan kesepian panjang yang ia simpan sendiri.
Beberapa hari kemudian.
Udara sore di jalanan kota terasa sibuk, orang-orang berlalu lalang dengan langkah cepat. Cat baru saja keluar dari sebuah toko obat sambil membawa kantong berisi bahan herbal. Senyum kecil menghiasi wajahnya karena berhasil mendapatkan ramuan yang dibutuhkannya. Namun senyum itu segera sirna ketika sebuah mobil mewah berhenti mendadak tepat di hadapannya.
Maximilian keluar dengan langkah lebar, wajahnya terlihat sedikit tegang. “Kenapa tidak menjawab panggilanku? Aku juga mengirim pesan, dan kau tidak membacanya?” tanyanya langsung tanpa basa-basi.
“Aku sedang sibuk mengumpulkan bahan untuk racikan obat. Ada apa mencariku?” tanya Cat sambil memeluk erat kantong di tangannya.
Mata Maximilian menatapnya dalam, nada suaranya terdengar berat. “Cat, aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu. Tawaran yang kuberikan, kau langsung menolaknya waktu itu. Apakah kau benar-benar tidak butuh bantuanku?”
Cat melangkah ke samping, menunjuk papan toko obat tradisional yang baru saja ia tinggalkan. “Walau tanpa sebuah toko aku juga bisa menjadi tabib. Lihat ini! Di sini ada tabib hebat. Beliau menerimaku bekerja di tempat ini. Setiap hari pasien datang begitu banyak, dan tenaga kerja tidak cukup. Karena aku bisa mengobati orang, aku bisa membantu. Tidak semestinya harus membuka toko sendiri.”
Jawabannya terdengar tegas, matanya berkilat penuh keyakinan.
“Kau menolak bantuanku dan lebih memilih bekerja di sini?” tanya Maximilian, nadanya seperti campuran antara kecewa dan tak percaya.
“Iya,” jawab Cat mantap. “Aku tidak ingin bergantung pada siapa pun, karena tidak ada yang tahu ke depannya apa yang terjadi. Tuan Zhang, aku tidak ingin berhutang padamu. Aku harus mengandalkan diriku sendiri!”
Sejenak Maximilian terdiam. Ia menatap gadis di hadapannya dengan pandangan yang sulit dijelaskan—antara kagum, kesal, dan bangga sekaligus. Lalu ia tersenyum kecil, meski ada sedikit nada kecewa yang terselip. “Usiamu masih muda, dan sudah bisa mandiri. Luar biasa.”
Cat tersenyum tipis. “Karena aku bukan anak manja. Jadi, hidup di kota besar ini, aku harus bisa mandiri. Aku tidak ingin menjadi anak manja.”
Maximilian mendengarkan dengan saksama, lalu tanpa peringatan ia meraih tangan Cat. Gadis itu terkejut dan menoleh cepat. “Kalau begitu, mari kita merayakan!” katanya dengan nada ceria, seolah tidak ingin memperpanjang perdebatan.
“Hei! Untuk apa merayakan? Aku hanya menjadi tabib biasa,” tanya Cat bingung saat Maximilian mendorongnya masuk ke dalam mobil.
Pria itu duduk di sampingnya, matanya berkilat penuh tekad. “Hidup di kota besar tidak mudah seperti yang kau bayangkan. Karena ini adalah keinginanmu, aku mendukungmu. Dan karena itu, tentu saja harus dirayakan,” jawab Maximilian dengan senyum hangat yang jarang ia tunjukkan pada siapa pun.
Di sisi lain, seorang wanita yang merupakan kakak seperguruan Cat sedang mengintai gadis itu bersama lima anak buahnya.
"Kenapa pria itu selalu menemaninya? Apakah mereka pasangan?" tanya salah seorang anak buahnya dengan curiga.
"Kita ikuti saja," jawab wanita itu dingin. "Malam ini, gadis bodoh itu harus jatuh ke tanganku."
Malam hari. Restoran.
Cat berjalan menuju toilet wanita. Ia sedang mencuci tangannya di depan wastafel, saat tiba-tiba sosok yang dikenalnya muncul dari belakang.
"Adik, kita bertemu lagi," ucap wanita itu dengan senyum sinis.
Cat menatap kakaknya itu melalui cermin, wajahnya berubah dingin. "Cessy Ng... kau seperti hantu, muncul di mana-mana," ujarnya sambil meraih tisu untuk mengelap tangannya.
"Adik," kata Cessy pelan namun penuh ancaman, "serahkan benda itu dan kau bisa pergi. Kalau tidak, jangan salahkan aku kalau harus mempermalukanmu. Jangan lupa, kalau keluargamu dan pacarmu tahu masa lalumu... apakah mereka masih akan menerimamu?"
Cat menatapnya dengan berani. "Masa laluku? Kau punya bukti? Kalau punya, sebarkan saja! Aku tidak takut!"
Cat berbalik menatap tajam pada kakaknya, namun sebelum ia sempat bereaksi, Cessy dengan cepat melemparkan serbuk putih ke arah wajahnya.
"Kau...!" Cat terbatuk dan melangkah mundur, tubuhnya mulai terasa lemas.
"Adik," ujar Cessy dengan tatapan puas, "kau pasti tahu racun apa ini."
"Racun... pelemah otot? Hanya itu yang kau bisa?" suara Cat melemah sebelum akhirnya tubuhnya tumbang, tak sadarkan diri.
Cessy menatap tubuh Cat yang tergeletak, lalu tersenyum tipis. "Aku menggunakan banyak ramuan hanya untuk mengalahkanmu. Guru selalu tidak adil... jadi jangan salahkan aku kalau aku harus menyingkirkanmu."
smgat thor, up bnyk2 dong thor, tq!
thor smngat🫰di tnggu trs ni