Banyak yang bilang orang baru akan kalah dengan orang lama. Nyatanya nasib Zema sangat berbeda.
Menikah dengan sahabat masa kecilnya justru membuat luka yang cukup dalam dan membuatnya sedikit trauma dengan pernikahan.
Dikhianati, dimanfaatkan dan dibuang membuat Zema akhirnya sadar. Terkadang orang yang dikenal lebih lama bisa saja kalah dengan orang baru yang hadir dihidup kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Zema termenung. Ingatannya kembali ke masa enam setengah tahun silam, sebelum semua kerumitan ini hadir.
Yang ia ingat, saat pulang kuliah, dia melihat sang kakak sedang disidang oleh orang tuanya.
Wajah sang kakak memar. Zema yang takut hanya berlalu sembari melirik sang kakak.
Bibirnya pecah, entah mungkin karena dihajar ayahnya, pikir Zema saat itu.
Jika Dery difitnah oleh Kenzie, kenapa bisa Anton menemukan bukti kejahatan Kenzie saat ini.
"Dari mana Mas Anton mendapatkan bukti ini?"
"Saya bertemu dengan salah satu orang yang saat itu ikut juga menikmati tubuh Kenzi. Saya kan memang menyelidiki dia, berbeda dengan kakak mbak Zema yang tak tahu apa-apa. Maaf bukan apa, keluarga mbak Zema yang sederhana jelas tak mengerti tentang hal seperti ini."
Zema menarik napas, apa yang dikatakan oleh Anton memang benar. Bahkan jika tak berteman dengan Intan, dia tak akan tahu hal-hal seperti memata-matai seperti ini.
Ia dan keluarganya adalah orang sederhana yang berpikir dunia itu tak seperti drama ditelevisi. Meski melihat drama tentang mata-mata dia jelas tak permah paham permainan hal seperti ini.
"Lalu apa yang terjadi selanjutnya Mas Anton?"
Anton menarik napas panjang. Dia lalu menatap Sigit untuk membantunya menjelaskan.
"Karena kejadian ini cukup lama. Saat saya menyadap ponsel Suami mbak Zema, tidak banyak yang saya tahu. Akhirnya saya mencaritahu melalui orang tua mbak. Sepertinya kita harus menemukan kakak mbak Zema terlebih dahulu."
Zema menarik napas panjang, ucapan Sigit dan Anton ada benarnya. Setidaknya dia punya bukti jika kakaknya tidak terlibat dengan kejadian Kenzie.
"Lebih epik lagi, kalau mbak Zema berani menemui Pak Alex," guyon Anton yang sayangnya ditanggapi serius oleh Zema.
"Haruskah?"
"Ngga perlu mba, yang ada malah nanti mbak yang dihabisi oleh orang itu."
Setelah menerima beberapa bukti dari kedua mata-matanya, Zema memilih bertemu dengan Intan.
Sekarang Intan jadi teman dekatnya. Zema bersyukur ditengah keruwetan hidupnya, Tuhan memberikan teman baik sebagai gantinya Luthfi.
"Aku setuju dengan ide gila Alex. Apa yang perlu kamu takutkan. Kamu minta bantuannya, bukan untuk memojokkannya. Ancaman itu hanya untuk memaksanya saja."
"Kalau dia menolak dan justru mengancamku atau keluargaku bagaimana?"
"Inilah namanya bertarung. Masalahmu bukan hal sepele. Masalahnya selesai, kalau kamu hanya mau bercerai, tapi kamu kan ingin tahu kenapa mereka jahat padamu? Jadi apa pilihanmu? Mau ambil langkah mudah? Atau membalas mereka? Semua ada ditanganmu."
Apa yang Intan katakan benar juga. Semua ini tidak akan rumit andai dia pasrah saja dan mengalah. Bercerai, jadi janda tapi juga kehilangan hak asuh anaknya.
Semudah itukah? Lalu hidup berjalan seperti tidak terjadi apa-apa.
Hidup mereka bahagia, sedang hidupnya? Entahlah.
Tidak. Jika semua masalahnya hanya diperselingkuhan mungkin bisa selesai setelah dia menggugat cerai.
Masalah ini meluas karena ternyata Kenzie menjebak sang kakak dan membuat kakaknya entah sekarang pergi ke mana.
Zema bahkan sudah meminta mata-matanya mencari Dery dan akan memberikan mereka bonus.
"Bagaimana?"
"Enggak bisa Ntan. Masalahnya mereka bukan hanya mengusikku, mereka mengusik keluargaku. Memang apa salah kami? Kejahatan Kenzie harus dibongkar dan dipertanggungjawabankan olehnya."
"Nah itu. Lagi pula, suamimu juga sudah dibodohi olehnya. Apa kamu mau membiarkan rubah betina itu melenggang nyaman? Setelah berhasil membodohi semua orang?"
Zema menghela napas. Apa yang dikatakan Intan ada benarnya. Hanya saja dia tak ingin berurusan dengan orang besar seperti Alex. Biarlah nanti dia pikirkan cara lain.
Dia kembali ke apartemen setelah menjemput Leora di daycare. Anaknya itu merasa senang, karena katanya banyak anak-anak yang lebih kecil darinya.
"Ara ingin punya adik mah, kata Miss Ara akan jadi kakak yang baik."
Zema tersenyum tipis. Dia jelas tidak berencana memliki anak lagi ditengah situasinya saat ini.
"Kapan kita pulang mah?" rengek Leora.
"Besok ya, hari ini Leora tidur di sini dulu."
Setelah menghabiskan banyak waktu bersama anaknya, nyatanya Leora masih merindukan Atta.
Zema menatap wajah Leora yang lebih banyak menuruni wajah Atta.
Tak lama dia menatap ponsel lamanya. Dia lantas menyalakan ponsel itu.
Zema memberanikan diri membuka pesan-pesan yang di kirim oleh ibu, suami serta sahabatnya.
[Maafkan ibu Zema. Jika kamu ingin tahu, datanglah ke rumah kami. Setelah kamu kembali] isi pesan ibunya.
Sedangkan Atta, dia masih mengelak dan mengatakan jika dirinya salah paham. Dia mengabaikan pesannya.
Baru akan beralih ke pesan Luthfi, tiba-tiba Atta melakukan panggilan.
"Kenapa ponsel kamu ngga aktif Zem? Di mana Ara? Apa dia baik-baik saja?" cecar Atta bertubi-tubi.
Bukannya bertanya dengan tenang, atau sekedar mengucapkan ulang tahun padanya, suaminya itu justru mencecarnya tanpa perasaan.
"Ada apa denganmu Ta? Ara juga anakku, kau pikir aku tak bisa menjaganya?" balas Zema berani.
Atta menghela napas, "bukan begitu, aku hanya cemas. Kenapa juga kamu harus mematikan ponselmu?" gerutunya.
"Karena aku tak mau liburanku terganggu—" jawab Zema jujur.
"Zem, kenapa kamu ke kanak-kanakan sekali. Berpikirlah dengan tenang. Enggak ada perselingkuhan, apa salah kalau kami bertemu Zem?"
"Aku lelah, ingin istirahat. Bicaralah nanti jika kita bertemu."
Zema langsung mematikan panggilannya secara sepihak, hal yang tak pernah dia lakukan dulu.
Paginya, Leora begitu bersemangat karena akan diantarkan lagi ke tempat penitipan anak.
Harusnya gadis kecil itu sudah bersekolah, tapi karena keegoisannya, Leora harus menghabiskan waktunya di tempat penitipan anak.
Tak seperti ucapannya yang ingin dekat dengan putrinya. Nyatanya Zema merasa dia tak bisa selalu bersama dengan Leora.
Aku memang bukan ibu yang baik, lirihnya.
Dia benar-benar tak mungkin membawa Leora ke rumah orang tuanya. Apalagi anaknya itu mudah bosan jika ke rumah kakek neneknya dan pasti akan merengek minta pulang, sedangkan dirinya harus menyelesaikan masalah dengan orang tuanya.
Zema mengetuk pintu rumah orang tuanya setelah menempuh perjalanan satu jam lamanya.
Pembantu keluarganya yang menyambutnya.
"Non Zema?"
"Bapak sama ibu ada Bi?" tanyanya sembari masuk ke dalam rumah.
"Ada Non, mereka di taman belakang."
Rumah orang tuanya tak begitu besar, tapi halamannya lumayan luas. Tak seperti rumahnya yang tinggal di perumahan.
Zema berjalan menuju belakang tempat orang tuanya biasa menghabiskan waktu mereka.
"Pak, Bu?" sapanya sembari mendekat.
Wajah Kamila berubah sendu saat melihat putrinya benar-benar datang menemuinya.
"Zema?" panggil Latif yang air matanya telah luruh.
Zema telah duduk di hadapan keduanya. Suasana sedikit tegang.
"Ini oleh-oleh buat bapak, ibu dan yang lainya," ucap Zema berusaha mencairkan suasana.
"Terima kasih Zem. Selamat ulang tahun Nak. Maaf kalau kami tak bisa menyiapkan kado untukmu," ujar Kamila malu.
"Aku cuma minta penjelasan kalian saja sebagai kadoku. Bagaimana bisa?"
Kedua orang tua Zema saling melempar pandangan.
"A-apa yang ingin kamu ketahui Zem?"
"Aku mau tanya di mana Bang Dery?"
Wajah Kamila mendadak syok. Setelah pergi hampir enam tahun lamanya. Kini tiba-tiba Zema menanyakan kabar putra sulung mereka lagi.
Kamila merasa jika Zema seakan tahu sesuatu. Apa yang dia ketahui? Pikir Kamila berkecamuk
.
.
.
Lanjut
Semoga makin seru cerita nya
jgn lma* up nya y k
terimakasih Thor ...
makin seru dan bikin penasaran ceritanya.
semangat buat up lagi ya Thor ...💪