Hanya demi uang, Celline rela menjual dirinya pada seorang CEO perusahaan besar yang bernama James Chandra. James hanya menginginkan seorang anak. Dia rela membayar seorang wanita untuk melahirkan seorang anak sebagai penerus untuknya.
Jika Celline dapat melahirkan seorang anak untuk James, maka Celline akan mendapatkan uang sebesar 1 milyar Rupiah dari James. Dan Celline bisa keluar dari rumah pamannya.
Semenjak orangtua Celline meninggal dunia akibat kecelakaan, Celline harus tinggal bersama dengan keluarga om-nya yang tidak pernah memperlakukan dirinya secara manusiawi. Mereka selalu saja menyiksa Celline baik secara fisik maupun psikis. Kalau Celline tidak mau menurut apa yang mereka katakan dan inginkan.
Bagaimakah kisah Celline bisa bertemu dengan James? Dan bagaimanakah cara Celline bisa keluar dari rumah om-nya itu? Apakah Celline bisa merubah sikap dingin James pria itu? Ikuti perjalanan hidup Celline yang penuh dengan lika-liku kehidupan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evita Lin 168, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Setelah selesai berbicara dengan seseorang di telepon, James kemudian menghampiri Celline kembali.
“Ayo pulang.” Ajak James.
Pria itu pun berjalan mendahului Celline. Sementara gadis itu melangkah dengan langkah kecil di belakang suaminya.
Mereka berdua melewati koridor rumah sakit yang pagi ini sudah terlihat ramai tidak seperti semalam. Saat sampai di lobi dan halaman depan, James berhenti sejenak. Dia berbalik menatap Celline yang ketinggalan langkah di belakangnya.
“Lambat sekali! Kamu ini seperti siput.” Gumam James.
Namun, sudut bibirnya tertarik ke bawah sedikit. Ada senyum tipis yang dia tahan di ujung sana.
”Cepatlah, Celline! Nanti saya bisa terlambat datang ke kantor!” Teriak James pada gadis yang kini mempercepat langkah kakinya karena James sudah mulai marah-marah lagi.
Saat mereka sudah ada di dalam mobil, hanya terdengar suara audio dari dalam mobil itu. Bibir keduanya sama-sama terkatup rapat.
James baru membuka suaranya saat mobil itu sudah sampai di depan mansionnya. “Istirahatlah. Jangan pergi kemana-mana!” Perintahnya pada Celline yang sedang melepas sabuk pengamannya.
Celline hanya menganggukkan kepalanya, kemudian masuk ke dalam mansion.
“Ada apa dengan wanita itu? Mengapa dia diam saja?” Gumam James yang juga menyusul Celline masuk ke dalam mansion.
Setelah ganti pakaian, dengan pakaian kerja yang rapi, James mengetuk pintu kamar Celline.
“Celline….. Celline…..!”
Dipanggil berkali-kali, namun tak ada jawaban sama sekali. James mencoba membuka pintu kamar itu. Tidak ada Celline di kamar. James mendengar suara percikan air dari dalam kamar mandi.
“Oh, rupanya dia sedang mandi.” Kata James dalam hati yang kemudian berbalik.
Ceklek……
Saat James akan keluar, Celline malah keluar dari dalam kamar mandi. Aroma shampo yang terasa segar langsung menyeruak memenuhi udara di dalam kamar.
Gadis itu sangat kaget. Didapatinya suaminya sudah berada di dalam kamarnya. Celline malu karena hanya menggenakan handuk. Dia langsung masuk ke dalam kamar mandi kembali.
Celline mengunci pintu kamar mandi dari dalam. Melihat hal itu, James hanya mampu tersenyum tipis.
“Celline, saya mau berangkat kerja dulu. Nanti kalau kamu butuh sesuatu, kamu bilang saja sama kepala pelayan atau bibi!” Teriak James, supaya Celline mendengar suaranya dari balik pintu.
“Iya!” Sahut Celline tanpa membuka pintu kamar mandi.
Setelah mendengar pintu kamarnya ditutup, Celline buru-buru keluar dan memakai pakaiannya. Setelah berpakaian rapi, dia pun mengintip dari arah jendela kamarnya.
Terdengar suara mesin mobil keluar dari halaman mansion. Celline pun lesu. Tadi waktu ada suaminya di dalam kamar, dia langsung kabur, namun setelah suaminya pergi, dia malah merasa kehilangan.
Sekarang gadis itu jadi bingung sendiri, apa yang mau dia kerjakan hari ini. Dia sudah bosan kalau cuma menonton televisi saja. Akhirnya dia memilih untuk rebahan saja seharian ini.
Kalau Celline merasa bingung tidak ada kerjaan di rumah, situasi berbeda sangat terlihat kontras.
Di sebuah perusahaan besar yang berpusat di kota besar itu, perusahaan Chandra kini sedang mengalami masalah. Saat ini harga saham mereka sedang merosot tajam. Mungkin karena disebabkan oleh kondisi global, sehingga membuat minat pasar jadi melemah.
James dan asistennya, Benny terlihat sangat serius dengan tumpukan berkas yang ada di hadapan mereka.
“Benny, tolong kamu jadwalkan ulang meeting dengan konsultan dari Melboune itu. Sepertinya kita perlu mengadakan kerjasama lagi dengan perusahaan mereka itu.”
“Maaf, tuan. Sepertinya sangat sulit, karena tuan sendiri yang sudah melewatkan jadwal pertemuan sebelumnya.”
“APA??!! Tidak bisakah kamu mengurusnya lagi?!” Raut wajah James mengeras. Ada ketidakpuasan tergambar dengan jelas.
Mau tidak mau Asisten Benny harus mengatur ulang semua pekerjaan pimpinannya itu. Dan itu sangat merepotkan sekali, mengingat rekan kerja mereka itu sudah pasti mempunyai kesibukan yang luar biasa.
“Baiklah, tuan. Akan saya atur ulang.” Kata Benny akhirnya.
Saat matahari akan pulang dan meninggalkan jejak jingga di langit sore, Benny sedang buru-buru menuju ruang kerja pimpinannya.
Tok….. Tok….. Tok…..
“Masuk!” Terdengar suara dari balik pintu.
“Tuan, ada informasi yang menyebutkan bahwa Tuan George ada di Hotel Asia malam ini. Beliau dan istrinya akan menghadiri sebuah acara di hotel itu sebagai undangan tamu VIP di sana.” Lapor Benny.
“Hotel Asia? Saya akan ke sana malam ini.”
“Baik, tuan.”
Setelah itu Asisten Benny memilih mengundurkan diri. Sepertinya kehadirannya sudah tidak dibutuhkan lagi.
“Kalau begitu, saya permisi dulu, tuan.”
James mengangguk kemudian berbalik. Dia pun meraih telepon di atas mejanya. Bersiap menelpon orang rumahnya.
Repot juga kalau Celline tidak ada telepon. Sepertinya James harus membelikan istrinya itu sebuah handphone.
“Pak, Celline ada dimana?” Tanya James di telepon.
“Sebentar, tuan. Akan saya panggilkan. Non….. Non Celline….. Ada telepon dari Tuan James!” Teriak kepala pelayan dengan keras.
Pria itu bahkan sampai menjauhkan handphonenya dari telinganya. Dia takut kalau gendang telinganya rusak, karena suara keras dari panggilan kepala pelayan.
“Iya, pak.” Jawab Celline.
Celline bergegas keluar dari dalam kamarnya. Dia langsung mengangkat telepon dari suaminya.
“Hallo, tuan.”
“Kamu siap-siap sekarang.” Kata James tanpa basa-basi lagi, sehingga membuat Celline jadi bingung.
“Mau kemana, tuan?”
“Sudah, jangan banyak tanya.”
Klek……
Tut….. Tut….. Tut….. Telepon pun sudah terputus.
“Memangnya mau kemana? Apa mau ke rumah sakit lagi bertemu dengan Nona Melan?” Celline merasa tak bersemangat kalau memikirkan mantan kekasih suaminya itu sehingga, membuat Celline jadi sesadar-sadarnya.
Berharap pada James, hanya seperti menabur cuka di atas lukanya saja. “Dasar pungguk merindukan bulan!” Kata Celline dalam hatinya.
*****
Satu jam kemudian…..
Celline sudah terlihat rapi, memakai pakaian yang sederhana. Saat James datang, pria itu langsung mencari Celline.
“Bi, dimana Celline?” Tanya James yang begitu pulang langsung bertemu dengan bibi.
“Ada di samping mansion, tuan.”
“Sedang apa dia?”
“Saya kurang tahu, tuan.”
“Celline….. Celline…..!” Teriak James dengan suara kencang dan berat.
James sedang diburu waktu. Sekarang bukan saatnya main petak umpet dengan istrinya itu.
Dilihatnya Celline dari kejauhan. Wanita itu malah sedang bermain air di pinggir kolam.
“Ayo, Celline!” Panggil James.
Mendengar namanya dipanggil, Celline pun menoleh. Karena kaget kakinya terpeleset dan jatuh di kolam.
“Aduh…..!” James mendesis.
Ada-ada saja ulah Celline ini. Saat James sedang terburu-buru, malah pakai acara tercebur di kolam segala.
“Bisa tidak, kamu hati-hati sedikit?!” Ucap James dengan tatapan tajam. Sambil tangannya terulur membantu Celline untuk naik ke atas.
Gadis itu bukannya takut, saat ditatap singa yang sedang mengamuk, dia malah sibuk memeras rambutnya yang basah kuyup.
“Celline, kamu dengar saya bicara tidak?!”
Celline menghentikan aksinya. Kini dia malah menatap balik pria yang hobi marah-marah itu. “Iya, maaf, tuan.” Jawab Celline yang kemudian menunduk kembali.
“Ya sudah. Sana, cepat ganti baju!” Perintah James.
“Baik, tuan.”
Celline pun segera meninggalkan James. Selepas kepergian Celline, James menggeleng keras kepalanya. Dia kembali ke ruang tamu sambil menunggu Celline.
Sesaat kemudian, Celline keluar dengan memakai baju lebih santai lagi.
“Celline, apa kamu tidak punya baju lain?” Tanya James yang terlihat sangat kaget melihat pakaian yang Celline kenakan.
Celline menggeleng. James pun akhirnya membawa Celline ke butik. Di sebuah butik ternama di pusat kota itu. James memilih sendiri pakaian-pakaian itu dan langsung menyerahkannya pada karyawan untuk segera di bungkus.
Sementara Celline yang ada di belakang James hanya diam saja sambil mengikuti kemana pun pria itu pergi. Waktu James sangat terbatas. Dia tidak mau membuang-buang waktunya lagi.
Kalau menunggu Celline memilih sendiri, bisa-bisa sampai besok belum selesai-selesai. Karena pasti Celline hanya memegang baju itu, kemudian tak jadi beli, saat melihat label harganya.
Saat dirasa barang yang dibutuhkan sudah bisa memenuhi lemari Celline, kemudian James meminta pelayan untuk membantu Celline untuk menuju ruang ganti.
Bersambung………