Bukan kita menginginkan lahir ke dunia ini. Bukan kita yang meminta untuk memiliki keadaan seperti ini.
Sudah bertahan begitu lama dan mencoba terus untuk bangkit dan pada kenyataannya semua tidak berpihak kepada kita?
Aira yang harus menjalani kehidupannya, drama dalam hidup yang sangat banyak terjadi dan sering bertanya siapa sebenarnya produser atas dirinya yang menciptakan skenario yang begitu menakutkan ini.
Lemah dan dan sangat membutuhkan tempat, membutuhkan seseorang yang memeluk dan menguatkannya?
Bagaimana Aira mampu menjalani semua ini? bagaimana Aira bisa bertahan dan apakah dia tidak akan menyerah?
Lalu apakah pria yang berada di dekatnya datang kepadanya adalah pria yang tulus yang dia inginkan?
Mari ikutin novelnya.
Jangan lupa follow akun Ig saya Ainuncefenis dan dapatkan kabar yang banyak akun Instagram saya.
Terima kasih.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 12 Masalah Baru.
"Kamu udah punya pacar belum?" tanya Aira tiba-tiba
Pertanyaan itu membuat Arfandi menoleh ke arahnya dan mendadak speechless.
"Kenapa? Apa pertanyaan itu sensitif?" tanya Aira heran dengan reaksi Arfandi.
"Bukankah pertanyaan yang sensitif itu ketika kamu di tanyai kapan menikah bukan?" Aira terus saja bertanya namun pria itu terus saja menatapnya.
"Isss, malah bengong," sahut Aira melambaikan tangannya di depan wajah Arfandi.
"Aku belum punya pacar," jawab Arfandi.
"Masa iya. Seorang CEO Perusahaan dan belum memiliki pacar. Hal itu aneh bukan?" sahut Aira.
"Tapi jika kenyataannya seperti itu bagaimana?" ucap Arfandi
"Baiklah, aku percaya aja deh," sahut Aira dengan tersenyum.
"Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Arfandi.
Aira menggelengkan kepala.
"Kenapa?" tanya Arfandi.
"Apa harus memberikan jawaban?" tanya Aira.
"Kamu juga mempertanyakan hal itu kepadaku dan aku juga menjawabnya," sahut Arfandi.
"Kalau begitu tidak ada alasan untuk menjawabnya," sahut Aira.
"Hhhhhh, kalau dipikir-pikiran apa masih perlu untuk pacaran saat-saat seperti ini. Bukankah itu hanya untuk membuang-buang waktu saja," sahut Arfandi.
"Kamu benar! pacaran sama sekali tidak berfaedah," sahut Aira.
"Jadi sudah terbukti. Jika kamu yang tidak adil," sahut Arfandi.
"Baiklah! Alangkah baiknya sekarang kita lupakan masalah pacar dan pacar," ucap Aira. Arfandi hanya mengangguk saja.
Hening, suasana ketika menjadi hening kalah pasangan itu hanya terdiam dan melihat ke depan, menyaksikan ombak lautan yang cukup tinggi dan menyapu pasir. Terasa begitu adem seolah kedamaian menerpa keduanya.
Arfandi melihat ke arah Aira, tampak senyum di ujung bibirnya, dia terlihat begitu sangat bahagia saat melihat Aira tersenyum.
Arfandi seketika mengingat, waktu masa SMA mereka. Aira yang awal-awal memperkenalkan diri terlihat malu-malu dan sangat cuek, orang-orang mungkin bisa menyebutnya sebagai gadis pendiam.
Tetapi nyatanya ketika orang itu dekatnya maka akan mengetahui sifat aslinya. Aira gadis yang ceria yang selalu berhasil menutupi kesedihannya dan selalu merasa jika dia bahagia dan baik-baik saja.
***
Malam yang sudah berakhir berubah menjadi pagi yang begitu cerah. Arfandi yang berdiri di bawah pohon dengan melihat ponselnya dan wajahnya tampak kaget.
Arfandi melihat di sekitarnya, para karyawan yang memulai pekerjaan lapangan dan terlihat saling berbicara satu sama lain seperti ada yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka.
Arfandi tampak mencari-cari seseorang, namun tidak menemukan orang yang dia cari.
"Nana!" panggil Arfandi ketika Nana melewatinya.
"Iya. Pak?" tanya Nana.
"Kamu melihat Aira?" tanya Arfandi tampak kecemasan yang ada di wajahnya.
"Tidak. Pak. Saya aku juga sejak tadi menghubungi," jawab Nana.
"Saya minta no telponnya," ucap Arfandi. Nana menganggukkan kepala dan langsung memberikan.
"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak!" ucap Nana menundukkan kepala yang membuat Arfandi mengangguk.
Arfandi langsung menghubungi Aira dan tidak ada sama sekali sahutan dari Aira. Arfandi yang terlihat begitu gelisah dan meninggalkan tempatnya berdiri. Saat berjalan yang tiba-tiba saja langkah Arfandi terhenti.
Hiks-hiks-hiks-hiks-hiks.
Mendengar suara tangis dengan nafas yang terasa begitu sesak membuat Arfandi melihat di balik tanaman yang dijadikan pagar. Wanita yang dicarinya ternyata ada di sana yang berjongkok memeluk lututnya dan menangis sesenggukan.
Bagaimana tidak. Aira setelah mendapatkan ancaman dari deckolektor yang menagih hutang yang mempermalukannya saat ini, waktu itu data-data pribadinya disebarluaskan fotonya dijadikan donasi untuk pembayaran hutang.
Hari ini jauh lebih parah. Aira dipermalukan dengan fotonya yang didampingikan dengan foto asusila yang benar-benar merendahkan dirinya dan menghancurkan mentalnya dan dikirim orang-orang yang bekerja di kantornya yang memiliki nomor pribadi.
Ekspresi wajah Arfandi terlihat pasti merasa sangat ikut prihatin atas apa yang terjadi pada karyawannya. Terlebih lagi belakangan ini dia sangat memperhatikan Aira.
"Aira!" tegur Arfandi.
Suara tangis itu seketika berhenti dan menoleh ke belakang dengan mengusap air matanya cepat. Aira yang langsung berdiri sepertinya sangat malu berhadapan dengan Arfandi yang pasti juga tahu apa yang terjadi padanya.
Arfandi menahan wanita itu untuk tidak pergi dengan memegang lengan sehingga posisi mereka berdua sekarang sejajar dengan lawan arah.
"Izinkan aku membantumu," ucap Arfandi to the point yang sudah bisa menyimpulkan masalah keuangan yang sekarang dihadapi Aira bukanlah main-main.
Aira melepaskan tangannya dari Arfandi.
"Aku masih bisa menghadapi masalahku dan jangan kasihan padaku. Jika kamu merasa tidak nyaman dengan masalahku yang dibawa-bawa ke kantor dan orang-orang lain turut menjadi sasaran. Aku akan mengundurkan diri," ucap Aira yang masih tetap merasa kuat.
"Kamu tidak bisa Aira menghadapi semua ini sendiri. Ini sudah kelewat batas!" tegas Arfandi.
"Aku masih punya keluarga dan jangan pernah mencampuri urusanku. Bagiku semuanya tidak ada apa-apanya!" tegas Aira yang langsung pergi
"Aira!" panggilan Arfandi sama sekali dihiraukan Aira.
"Ini yang tidak bisa kamu ubah dari diri kamu. Kamu selalu memandang segala sesuatu sendiri dan merasa paling bisa menghadapi semuanya sendiri," ucap Arfandi.
Dia tampak begitu khawatir dengan mental Aira, bagaimana tidak dua kali di depannya Aira hampir putus asa yang ingin melenyapkan dirinya sendiri. Apa yang bisa dilakukan Aira setelah itu.
****
Perusahaan.
Perjalan bisnis yang sudah usai dan Aira tetap profesional menjalankan tugasnya walau mendapatkan gunjingan dari orang-orang di sekitarnya. Tetapi ternyata hari ini Aira tidak masuk kantor.
Arfandi yang keluar dari ruangannya dan berhenti di dekat meja Aira yang melihat meja itu kosong. Aira tidak mengundurkan diri, hanya saja dia izin untuk tidak masuk hari ini karena ada urusan keluarga.
Arfandi berpikiran jika itu hanya sebuah alasan saja yang pasti Aira sekarang berada di rumahnya dengan semua pemikiran yang melilit otaknya.
Arfandi salah paham, Aira memang berada di rumah orang tuanya yang memang keluarganya sedang ada acara arisan. Aira yang berada di dapur membantu Meisya menyiapkan makanan untuk menyambut para saudara-saudaranya.
"Kamu kurang tidur?" tanya Meisya sembari menoleh ke arah putrinya yang sejak tadi mengaduk tepung.
"Banyak pekerjaan jadi mau tidak mau begadang," jawab Aira yang berusaha menutupi masalah yang dihadapi.
"Jangan terlalu keras bekerja," ucap Meisya. Aira menganggukkan kepala.
"Mah. Kira-kira Papa punya uang tidak?" tanyanya tiba-tiba yang mungkin mau tidak mau harus menggunakan orang tuanya untuk menyelesaikan masalahnya.
"Kenapa tidak tanya saja," sahut Meisya.
"Belakangan ini Papa banyak keperluan apa tidak?" tanya Aira.
"Tidak ada keperluan apapun. Seperti biasa hanya makan di rumah ini saja. Apalagi Rafa juga sudah membuka showroom mobil, jadi sudah jarang pulang. Paling Mama, Dinda dan Papa. Dinda juga kerja," jawab Meisya.
Aira diam saja.
"Kalau kamu sedang membutuhkan uang, kamu tanya langsung Papa kamu," ucap Meisya memberikan saran yang membuat Aira menganggukkan kepala.
Aira yang terlihat mencuci tangannya yang sepertinya dia akan mencoba membicarakan masalahnya kepada orang tuanya. Meisya melihat putrinya itu yang keluar dari area dapur ke taman untuk menghampiri Ardi yang memang sedang berada di taman.
Meisya seorang ibu yang pasti punya perasaan jika putrinya tidak baik-baik saja walau selama ini Aira selalu merasa baik-baik saja.
"40 juta, yang kemarin saja belum kamu kembalikan," langkah Aira terhenti ketika Ardi yang baru saja memberikan uang kepada Rafa.
Bersambung...
semoga sj afandi mau membantu mia
insyaallah aku mampir baca novel barumu thor
itu arfandi ada apa ya ga keluar dari kantornya apa dia sibuk di dlm apa sakit, bikin penasaran aj
jarang2 kan aira bisa sedekat itu sama arfandi biasanya dia selalu menjauh...
tapi arfandi lebih menyukai aira,,,
setelah ini aira bisa tegas dalam berbicara apalagi lawannya si natalie... dan jangan terlalu insecure ... semua butuh proses