Apa yang terjadi jika ada seseorang yang masuk dalam hidupmu adalah orang yang usianya jauh di atasmu dan bukan type yang sefrekuensi denganmu. Di saat kamu mengharapkan bebas, namun dia adalah pria yang protective dan penuh aturan.
Ini adalah kisah cinta ringan sepasang manusia.. tentang seorang gadis usil dan riang namun bertemu dengan pria jebolan pesantren tapi mesumnya setengah mati.
Tampilannya mungkin urakan dan begajulan bak preman pasar memang begitu meresahkan tapi siapa sangka pria tersebut sangat menghargai wanita terlebih saat sudah jatuh cinta, garang tersebut lenyap dan berubah lembut.. selembut kapas.
note : TINGGALKAN JIKA TIDAK TAHAN KONFLIK DI DALAMNYA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Repot sendiri.
"Hooooee.. siapa itu gebrak pintu malam begini???" Teriak Bang Jay.
"Ijin Dan, Letnan Noven yang hantam pintu." Jawab salah seorang Taja.
"Lho.. Ono opo bocah iku?" Bang Jay berdiri dan langsung menghampiri Bang Noven.
"Hhh.. kapan sih Letnan Noven nikah. Kalau Letnan Jay numpang disini terus, kita bisa habis setiap hari jadi bahan malpraktek." Kata seorang Taja yang lain sambil melepas panci aluminium di kepala dan melempar sapu lidi di tangan. "Malam begini kita masih main tentara-tentaraan. Apa lagi musimnya tentara main jadi tentara."
"Itu dah. Daritadi Letnan Jay buat ribut tapi waktu Letnan Noven marah, eehh Letnan Jay ikut marah."
"Gue angkat tangan. Nggak sanggup dah lawan koplaknya Letnan Jay, tapi lebih ngeri lagi berurusan dengan Letnan Noven. Ngomong-ngomong istrinya cantik sekali ya."
"Aduhaaai.. hahahaha.." Para Taja saling balas bergosip sendiri.
"Hssstt.."
//
"Papamu itu benar-benar ujian buat Abang. Bisa-bisanya kemarin para orang tua ngotot ingin cepat menikahkan tapi sekarang malah balik menunda. Kalau kamu sampai hamil bagaimana??"
Irene malah terkikik mendengar Bang Noven yang terdengar frustasi dan stress berat. Pria itu mencoba menghubungi sana sini tapi nihil dan tak ada yang menjawab. "Mana mungkin hamil Bang, kita khan belum nikah. Abang ini aneh."
"Kamu yang aneh..!! Poin nya bukan pada saat buka terop, tapi pada saat Abang ngetest stop kontak." Jawab Bang Noven semakin geregetan saja.
Mata Irene hanya berkedip-kedip mendengarnya. "Ngetest stop kontak untuk buka terop Bang?"
"Ya Allah.. kamu duduk diam saja dek..!! Biar Abang mikir." Gerutu Bang Noven.
Sorot mata Irene memicing membawa aura jengah, ia pun berjalan masuk meninggalkan Bang Noven.
"Dek.. deeeekkk.."
Dari balik pohon terdengar tawa puas yang membahana. "Habis ngetest stop kontak ya Bang?" Ledek Bang Jay yang ternyata mengetahui permasalahan sahabatnya.
"Ya nggak lah. Mana ada gue celamitan begitu. Nggak usah ngada-ada." Kata Bang Noven.
Bang Jay mengangguk namun dirinya tak lantas percaya begitu saja sebab ia sangat tau kelakuan sahabatnya itu. "Hmm.. kira-kira kapan Anggun kesini? Aku kangen. Mau ku lamar diaa."
"Heeh Gudhel. Jangan macam-macam deh. Adikku masih kecil."
"Waaahh.. nggak sadar diri lu. Irene dan Anggun jelas lebih muda Irene." Jawab Bang Jay.
"Aku bilang nggak ya nggak pot, please..!! Aku nggak mau adik ku sampai kedluduk pacaran sama pria nggak jelas." Kata Bang Noven.
"Nggak jelas piye. Aku jelas laki-laki."
Bang Noven melepas sandalnya lalu menghantamkan pada Bang Jay, rasa kesalnya semakin menjadi-jadi saja.
***
Keesokan harinya saat Bang Noven sibuk mempersiapkan diri untuk apel pagi, ada panggilan telepon dari '❤️PUSAT SAKIT KEPALA❤️'.
"Irene.. kenapa nih?" Bang Noven segera mengangkat panggilan telepon tersebut. "Assalamu'alaikum..!!" Sapanya.
"Abaang.. Irene nggak bisa bangun."
"Nggak bisa bangun kenapa???" Tanya Bang Noven mulai panik.
"Tolong..!!"
Mendengar suara itu, Bang Noven mematikan panggilan telepon dan langsung menghampiri kamar sebelah.
Begitu pintu terbuka, Bang Noven melihat Irene benar-benar lemas. Tubuhnya demam tinggi dan menggigil. "Kenapa baru bilang sekarang?????" Ia segera melepas seragam PDHnya.
"Irene pusing Bang."
"Iyaa.. sabar ya..!!" Bang Noven mengeluarkan termometer dari lemari pakaiannya dan segera mengukur suhu tubuh Irene. "Astagfirullah.. demamnya tinggi sekali kamu dek."
...
Cckkllkk..
Perlahan Bang Jay membuka pintu kamar mess Bang Noven. Dirinya sedikit datang terlambat karena harus apel pagi juga membelikan bubur yang Bang Noven pesan.
"Nov, Irene sudah tidur?" Bisik Bang Jay.
"Baru bisa tidur tapi belum sempat sarapan. Mana obatnya..!!" pinta Bang Noven.
"Ini.." Bang Jay menyerahkan bungkusan berisi bubur dan obat pesanan Bang Noven. "Pucat sekali. Kenapa bisa sakit?"
"Mungkin terlalu lama berenang." Jawab Bang Noven.
"Masa merintih kesakitan? Periksakan Broo..!!" saran Bang Jay.
"Aku tau, sementara demamnya sudah lebih baik setelah ku kompres. Setelah lebih reda sakitnya baru aku bawa ke rumah sakit."
"Oke, nanti ku antar..!!"
"Nggak usah, aku tau niatnya caper sama perawat di rumah sakit." tolak Bang Noven mentah-mentah.
"Makanya restui aku sama Anggun donk. Aku cinta mati sama Anggun." pinta Bang Jay penuh permohonan.
"Keluar dah lu..!!"
"Hahahaha.. panas hati ya lu??" ledek Bang Jay. Namun tawanya terhenti saat mendengar dering di ponselnya. Ia pun segera menjawabnya dan keluar dari kamar Bang Noven, wajahnya pun berubah serius. "Kita periksa kandunganmu disini saja dek. Abang lebih tenang menjagamu disini..!! Bicara sama Abangmu bukan hal yang mudah."
"Anggun takut bertemu Bang Noven." jawab Anggun di seberang sana.
"Ada Abang."
"Nggak Bang, nanti Abang bisa di hajar sama Bang Noven. Bang Galang buat salah saja langsung habis babak belur di tangani Bang Noven, bagaimana dengan Abang." ucap cemas Anggun.
"Nggak masalah sayang. Di hajar itu sudah makanan sehari-hari, remuk bukan hal besar. Asalkan Abang bisa dekat sama kamu dan anak kita, hati Abang sudah tenang." jawab Bang Jay. "Abang akan terima apapun resikonya karena sudah berani mengotak atik adik kesayangannya."
...
Dokter keluar dari ruang periksa lalu segera menemui Bang Noven yang tidak bisa menyembunyikan rasa cemasnya meskipun pria itu sudah memasang wajah tenang.
"Nggak apa-apa Mas. Demam biasa, kaget dengan suasana baru saja dan tentunya ada sedikit trauma fisik." kata dokter senior di rumah sakit.
"Apa perlu di rawat inap dok? Soal trauma fisiknya apa parah?" tanya Bang Noven.
Dokter senior tersebut tersenyum. "Mas Noven sendiri yang bisa mengukur seberapa parah trauma fisik tersebut. Faktornya mungkin kurang rileks, kurang pemanasan dan yang pasti istri Mas Noven gugup atau ketakutan." penjelasan dokter saat itu.
Bang Noven menoleh menatap Irene yang masih terbaring di atas ranjang observasi dan sedang di bantu seorang perawat untuk bangkit dari posisinya.
"Baik dok, terima kasih atas penjelasannya."
:
Sepanjang jalan Irene hanya menatap pemandangan di sisi kirinya. Wajahnya sendu dan sesekali meringis merasakan sakit.
"Mau makan apa dek?" tangan Bang Noven mengusap rambut Irene tapi Irene menolaknya.
"Abang salah apa?" Tanya Bang Noven tak paham kesalahannya.
"Abang bentak Irene."
"Kapan? Mana pernah Abang bentak kamu." Bang Noven sungguh tak ingat kapan dirinya membentak Irene.
"Tadi malam. Jam sepuluh lewat tiga menit di empat puluh dua detik." Jawab Irene.
"Ya Allah Ya Rabb.." Bang Noven mengusap dadanya. Abang minta maaf ya untuk jam sepuluh lewat tiga menit di empat puluh dua detik."
"Iya."
Bang Noven kembali bersandar membuang nafas berat. 'Begini nih kejadiannya kalau sudah berurusan dengan calon penguasa bumi.'
.
.
.
.
saya mampir.... thor
🙏