Irgi beralih menatap Humaira.
Wajah calon istrinya itu sangat polos tanpa make up sama sekali. Tubuhnya juga dibalut baju gamis panjang serta jilbab pink yang menutup bagian dadanya. Dia sungguh jauh berbeda dengan pacarnya yang bernama Aylin.
Selain memiliki wajah yang cantik, Aylin pandai berdandan serta modis dalam berpenampilan. Kepopulerannya sebagai influencer dan beauty vloger membuat Irgi sangat bangga menjadi kekasihnya.
Namun wasiat perjodohan mengacaukan semuanya. Dia malah harus menikahi gadis lain pilihan kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Ink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manyambut Mama
Karena mama akan datang untuk menginap, Humaira dan Irgi bangun lebih pagi dari biasanya. Mereka sepakat untuk berbagi tugas mengerjakan pekerjaan rumah supaya ketika mama datang, rumah sudah dalam kondisi bersih dan rapih.
"Kamu mau nyapu ngepel atau cuci baju?" Humaira terlihat sedang menuangkan cairan pembersih lantai ke dalam ember berisi air.
"Nyuci deh. Tapi kasih tahu dulu caranya." ucap Irgi polos.
Irgi menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal lalu tertawa pelan. Seumur hidup dia belum pernah melakukan pekerjaan tersebut.
"Oke. Kumpulin dulu baju kotor Kamu lalu bawa ke mesin cuci. Aku mau ambil punyaku dulu."
Humaira masuk ke dalam kamarnya dan menyisihkan pakaian dalam kotor miliknya. Ia hanya membawa pakaian luar saja untuk dicuci menggunakan mesin cuci. Dia tidak mau jika Irgi sampai menyentuh pakaian dalamnya.
Selanjutnya, Irgi mendengarkan serta mengamati apa yang dijelaskan oleh Humaira ketika mulai mencuci dengan mesin.
Irgi tak ubahnya seperti anak kecil yang punya mainan baru, sementara Humaira, gayanya justru seperti ibu-ibu yang sedang mengajari anaknya.
"Nah kalo udah masuk semua tinggal tutup dan pencet tombol ini. Udah deh bisa ditinggal. Empat puluh lima menit lagi udah bersih, tinggal jemur." tutur Humaira.
"Gampang ya ternyata. Udah nih, bisa ditinggal?"
"Bisa. Nah sambil nunggu cucian, kita bisa kerjain yang lain. Liat ke sana?" Mata Humaira menunjuk tumpukan piring kotor di atas sink.
"Hah?"
"Cuci piring. ayok!" Kaki Humaira sudah melangkah menuju tempat cuci piring yang letaknya bersebelahan dengan mesin cuci.
"Aduuuh, Kamu aja deh Maira, masa cowok cuci piring. Aku gak bisa!"
"Cuci piring gak ada hubungannya sama gender. Ayok sini! Aku ajarin. Abis ini kerjaanku masih banyak. Apa mau kita tukeran tugas? Kamu yang bersih-bersih sama masak?"
"Iya, iya. Aku cuci piring aja." Irgi pun mendekat, menuruti permintaan istrinya.
"Apa waktu sekolah Kamu gak pernah ikut eskul Pramuka?" Humaira menatap Irgi heran.
Tangan suaminya benar-benar kaku seperti robot saat mengerjakan pekerjaan rumah. Bahkan waktu mencuci gelas saja, gelasnya sampai lompat ke bawah, membuat Humaira geleng-geleng kepala.
"Pernah ikut kok. Aku baru ingat, aku pernah si cuci piring. Iya, waktu kemah kelas dua SMP tapi ya aku udah lupa. Udah lama banget."
Humaira hanya tersenyum getir memandang Irgi.
"Oiya nanti kalo cuci piringnya udah, Kamu tolong kupasin bawang ya buat bumbu masak. Aku siapin di sebelah sini."
Selanjutnya Humaira segera menyiapkan bawang merah dan bawang putih di sebuah baskom kecil beserta pisaunya.
"Ya ampun, Maira. Satu-satu kali! Ini aja belum selesai. Pusing aku harus ngerjain ini, ngerjain itu!"
Humaira tertawa pelan di balik punggung suaminya. Saat itu, ia senang bisa memberi perintah pada Irgi.
"Iya, iya. Maksudnya biar aku gak bolak balik ngasih instruksi gitu. Aku mau beres-beres di sana soalnya."
"Ya udah sana, ini pasti beres semua kok tenang aja."
Irgi begitu serius pada pekerjaannya. Dia tidak tahu jika Humaira masih menertawakannya, karena terus menggerutu.
"Awas gelasnya lompat lagi ke bawah!" Ledek sang istri sambil berjalan meninggalkan Irgi.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi.
Setelah keadaan rumah bersih dan rapih, jemuran juga sudah berjejer di luar, Humaira melanjutkan aktifitasnya untuk memasak hidangan di dapur.
Dalam hal masak memasak, Humaira cukup terampil dan berbakat. Sejak kecil ia sudah sering membantu ibunya di dapur. Apa lagi sejak Bapak meninggal dan ibu harus bekerja di luar, hampir setiap hari ia menggantikan tugas ibunya untuk memasak di dapur.
"Ah, capek juga!" Irgi menghela nafas sembari mengelap keringat yang berembun di dahinya.
Dia baru saja menjemur cucian di luar rumah, tentunya dengan sedikit arahan dari sang istri.
"Mama udah OTW belum?" Humaira muncul dari arah dapur sambil membawa sesuatu di atas nampan.
"Mama bilang si berangkat jam sembilan. Paling bentar lagi sampe."
Irgi duduk di atas sofa ruang tengah lalu menyalakan televisi LED berukuran dua puluh satu inchi di ruangan itu.
"Nih, rewardnya! Kamu tunggu mama aja di sini. Aku lanjut masak dulu." Humaira meletakkan minuman dingin, cemilan serta rujak buah di atas meja bundar di samping sofa.
"Waaahh, rujak bengkoang!" Mata Irgi langsung berbinar-binar.
...****************...
hmm covernya bagus kak