Selama ini, Rambo mengutuk diri dalam kehidupan nikah paksa yang terjadi antaranya bersama Erin 3 bulan belakang. Sayang, tak ada ruang untuk Erin dalam kehidupan Rambo yang masih memendam cinta lama.
Hingga semua berubah ketika waktu mempertemukannya kembali dengan sang pujaan hati di masa lalu, Marwah.
Dipertemukan kembali dalam keadaan yang sama-sama telah menikah, Rambo yang tak bisa menahan rasa cintanya pada Marwah, akhirnya terjebak dalam konflik terlarang dalam kehidupan rumah tangganya. Dengan ancaman yang semakin banyak, terutama pada Marwah yang sering mendapat kekerasan dari suaminya, juga Erin yang tak mau melepaskan Rambo, mampukah Rambo melindungi wanita yang dicintainya... Atau haruskah ia menerima hidup bersama Erin selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 - Tangisan di Waktu Subuh
"Sebelum itu tolong katakan siapa perempuan simpanan kamu Mas?! jangan bohongi aku, a-aku tahu kamu tak mungkin bicara begini kalau tidak punya wanita lain. Ayo beritahu aku Mas!"
Erin menangis, dengan ekspresi yang jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Mendadak Rambo diam, berhenti sepersekian detik sejak kerah seragamnya ditarik Erin.
"Mas, ayo jawab Mas! kamu punya perempuan lain, kan? siapa? beritahu aku biar aku bicara padanya untuk jangan ganggu keluarga kita."
Setiap tangisan air mata Erin yang jatuh menyadarkan Rambo seperti apa rasa sakit dan kecewanya seorang wanita. Tapi, apa peduli Rambo soal itu sekarang, selama ini Erin pun melakukan hal yang sama. Bukankah hanya karier dan pekerjaan yang penting? lalu kenapa saat Rambo ingin pisah, Erin mengerang hebat seperti orang gila?! kemana keberanian yang tadi Erin tunjukkan di meja makan, saat melempar piring makan Rambo dengan lantang?
"Mas jawab! jangan diam saja! Aku tahu aku salah, aku minta maaf karena selalu bersikap kasar dan pembangkang. Aku mohon mas! Jangan begini... I-ini masih bisa diperbaiki Mas---"
"Erin, cukup!" Rambo menyela, digenggamnya erat tangan Erin agar berhenti menarik kerah bajunya. "Kamu janji padaku untuk bicara dengan baik, emosi semacam ini tak ada bedanya."
"Mas!!" Erin menaikkan nada bicaranya. "Kamu tidak tahu sehebat apa aku melawan perasaan ini sekarang, aku berusaha bersikap tenang dan menekan emosi setelah kamu mengatakan hal semacam ini. Sekarang aku tanya, siapa yang bisa seperti ini saat suaminya mau bercerai?! Tidak ada Mas---Aku berani bersumpah tidak ada seorang pun bisa bertahan dengan emosi yang baik seperti yang kamu harapkan."
Rambo diam, kemudian mendongak menatap langit malam dari jendela. Bulan tertutup awan sebagian, masih menyisakan secercah cahaya keperakan yang bersinar laksana berlian. Bintang-bintang hampir tak terlihat, dikalahkan cahaya terang lampu kamar. Tapi apa itu penting? Manusia jarang melihat ke luar diri mereka sendiri.
Rambo menggeleng dan menatap Erin lagi, memperhatikan tiap inci wajah Erin, mencari jejak air mata dan kekecewaannya.
Namun Rambo tidak bisa melihat apa-apa, tidak bisa merasakan apa-apa, ia pun menarik napas. Erin masih menatapnya, dengan air mata yang deras.
"Aku tidak mau cerai, Mas!" Seru Erin sambil terisak. "Aku mohon, beri aku kesempatan walau hanya satu kali saja. Kamu tidak bisa lepaskan aku sebelah pihak, sementara di sini yang dirugikan bukan cuma kamu tapi aku juga. Aku tidak pernah berselingkuh atau bermain lelaki di belakangmu, kekurangan ku di sini hanya sifat dan karakter yang belum matang untuk menjadi ibu rumah tangga. Tapi, bukankah itu juga tugas kamu Mas? tugas kamu untuk membimbing istri, kalau istrimu salah. Kamu terlalu fokus pada kekuranganku sebagai istri, sampai kamu sendiri lupa dengan peranmu sebagai suami."
Erin mengalihkan pandangan dari Rambo yang diam membisu, sebab mata cokelat itu menatapnya dingin seakan Rambo telah bulat pada keputusannya untuk bercerai dari Erin.
Sesaat keheningan itu terjadi, baik Rambo atau Erin kembali berpikir. Sesaat memberi ruang pada perasaan masing-masing, sehingga Rambo mampu menyadari atas kata-kata Erin barusan. Memanglah ia tak bisa menyalahkan Erin sepenuhnya untuk semua ini, jika bisa dikatakan memang murni alasan Rambo untuk berpisah adalah karena ia mencintai Marwah.
"Mas aku mohon, aku mohon... "
Rambo kembali tersadar dari lamunan begitu Erin turun bersimpuh di kakinya.
"Erin, hei. Jangan begini, ayo berdiri---" Ucap Rambo, tentu ia tak diam. Rambo ikut membungkuk berusaha menarik Erin kembali tegak.
"Tidak Mas, aku mohon aku mohon... Jangan jadikan aku janda. Aku tidak mau cerai Mas, kalaupun kamu memang sudah bermain cinta di belakangku, aku ikhlas Mas. Aku maafkan kamu, tapi dari sini ayo kita sama-sama perbaiki, tinggalkan wanita itu Mas, aku janji akan berusaha keras untuk bisa jadi istri idaman yang kamu harapkan. Dan untuk itu, tolong bimbinglah aku, aku yakin cinta pasti tumbuh di antara kita. Aku mohon Mas, aku mohon jangan tinggalkan aku---"
Rintihan dari mulut Erin yang terus bersimpuh, menimbulkan getar dalam jiwa Rambo, sedikit mampu menyentuh relung dalam dasar hatinya yang telah jauh dari sang istri. Pertama dan belum pernah terjadi, terutama karena melihat kerendahan hati dan ketulusan Erin untuk mempertahankan rumah tangga mereka.
Tapi lagi-lagi Rambo tak mampu menyingkirkan kenyataan tentang dirinya yang tak bisa berada di tengah-tengah, apalagi berdiri di keduanya. Rambo telah memilih Marwah, maka jangan lagi ragu-ragu untuk mengambil langkah.
"Aku tahu ini berat, tapi sama seperti membaca buku, akhirannya akan tetap sama. Begitulah hubungan kita, berulangkali pun kita coba perbaiki, aku yakin akan tetap sama. Kamu masih fokus pada dirimu, sedangkan aku adalah pria dewasa yang tak selamanya bisa sabar menghadapi semua perilaku kamu. Kita saling tolak-menolak, bagai magnet dengan kutub yang sama. Tidak akan bisa bersatu. Aku minta maaf, tapi aku merasa kita cukup sampai di sini saja... " Ucap Rambo.
"Jangan Mas! tolong... Satu kali saja, beri aku kesempatan yang terakhir." Rintihan Erin semakin kuat, setara dengan rengkuhan tangannya di kaki Rambo.
"Mas! aku mohon pikirkan sekali lagi, aku ini perempuan, bagaimana masa depanku saat kamu menjadikan aku janda?! Ini bukan kesalahanku karena mau dinikahi kamu, tapi ini adalah pilihan kita berdua. Karena itu, untuk berpisah pun tolong jangan ambil keputusan hanya dari kehendak kamu saja. Aku juga punya hak Mas----Aku di besarkan dengan sangat baik, bahkan saat dinikahkan denganmu, orang tuaku menaruh kepercayaan besar agar kamu mampu menjagaku seperti mereka, tolong pikirkan orang tua ku juga Mas. Bagaimana perasaan mereka saat lihat anaknya menjadi janda di umur pernikahan hanya 3 bulan. Aku mohon---beri aku kesempatan."
Rambo kembali diam, rupanya Erin mengatakan sesuatu dalam pikirannya dengan sangat rasional namun juga emosional, sehingga mampu membuat Rambo diserbu perasaan melankolis. Rambo sadar betul, kini ia sangat egois. Mengorbankan harga diri seorang wanita dan keluarganya hanya untuk memenuhi hasrat gila pada hati Rambo. Posisi dirinya beda dengan Erin, Rambo setelah berpisah masih memiliki Marwah. Sementara Erin, dengan status janda itu... orang akan memandang berbeda.
Tapi sekali lagi, Rambo tak bisa berdiri di tengah-tengah. Ia harus tetap pada keputusannya walau apa pun yang terjadi. Bersatu dengan Marwah dan tinggalkan Erin, atau lupakan Marwah dan hidup bersama Erin selamanya. Hanya itu...
"Aku cuma menyakiti kamu lebih dalam, jika memaksakan diri. Maaf, tapi keputusanku sudah bulat Erin. Nanti akan ku temui Papa dan Mama mu untuk membicarakan ini baik-baik. Aku akan kembalikan kamu ke mereka, seperti dulu, setelah sidang cerai kita selesai." Ucap Rambo kembali... Kemudian pergi ke kamar nya.
Aku boleh kehilangan segalanya, tapi tidak dengan Marwah lagi. Gumam Rambo.
Sementara ia meninggalkan Erin penuh kegilaan di dalam kamar. Meskipun karakternya buruk dan belum matang, namun kali ini nampaknya Erin sungguh kecewa. Lewat dari pukul 3 pagi, awal hari yang buruk ditemani tangisan panjang wanita yang katanya akan segera menjadi janda...
"Masih ada waktu, aku tidak akan biarkan kita berpisah Mas. Selagi ada waktu, aku akan lakukan sebaik mungkin untuk pernikahan kita... " Bisik Erin pada pada selimut. Selimut tebal motif kembang...