Perjodohan
Terdengar klasik tapi masih banyak praktik tersebut di tengah masyarakat. Capella Permata Adityawarman, gadis 23 tahun yang baru saja menyelesaikan studinya dan bekerja sebagai jurnalis. Capella sudah dijodohkan saat ia kecil dengan Mahen. Kedua orang tersebut saling mencintai. Sebentar lagi Mahen dan Capella akan menikah, namun beberapa hari lagi pesta yang akan diselenggarakan berubah kacau saat Mahen menjadi tersangka pemerkosaan dan pembunuhan. Capella ingin membatalkan pernikahan itu dan orangtua Mahen yang terlanjur menyukai Capella serta persiapan pernikahan 90% memaksanya menikah dengan anak bungsunya yang super dingin dan nakal, Januari Harrisman Trysatia, pemuda yang masih 19 tahun. Capella harus menikahi Januari yang jauh di bawahnya dan masih labil.
"DASAR PELACUR!!" Januar meludahi Capella di depan orangtunya.
"JANUARI! DIA ISTRIMU!" teriak Megan kepada anak bungsunya.
"Sampai kapan pun gue tidak akan pernah menganggap lo istri." Januar mendorong Capella.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amanda Ferina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 13
Brakkk
Pintu utama rumah dibuka dengan sangat kasar oleh Januar. Pria itu berteriak lantang ke seluruh penjuru rumah.
Tangannya mengepal dan ia meninjau dinding di sampingnya. Bagaimana tidak saat ini Delisha sedang marah dengannya karena ia tak membela wanita itu di depan papanya tadi.
Januar paling tidak suka jika melihat Delisha menangis. Bahkan pada saat itu ia pun sebenarnya telah menyesal membentak Delisha hingga membuat wanita itu sempat membencinya.
Semua itu gara-gara Capella. Tangan Januar mengepal dan meneriakkan nama Capella ke setiap penjuru rumah.
Capella yang baru datang dengan motor beat nya pun mengernyit heran melihat Januar. Ia baru saja dibelikan oleh Januar motor pribadi, Capella tak menyangka jika Januar sebaik itu. Laki-laki tersebut melakukan hal itu karena ia tak ingin Capella akan merasakan hal yang sama seperti saat ia hampir dilecehkan.
Capella mengehela napas panjang dan masuk ke dalam rumah untuk memastikan sebenarnya ada apa dengan Januar hingga ia terlihat sangat marah.
"Januar," panggil Capella dengan suara lembutnya.
Januar pun memejamkan mata lalu kemudian berbalik. Ia memandang Capella dengan serius lalu kemudian menyeringai seraya mendekati Capella.
Capella meremang dan berusaha waspada dengan pria ini. Ia takut jika Januar akan melakukan sesuatu kepada-nya.
"Lo dari mana?"
"Kerja."
"Lo tau gak gara-gara lo ada di kehidupan gue semuanya jadi berantakan. Lo udah mulai ngerusak hidup gue semenjak lo pacaran dengan Mahen. Kakak gue lebih prioritaskan elo, dan lo tau Delisha gue bentak gara-gara lo! Dan Papa gak nerima Delisha gara-gara lo. Semuanya gara-gara lo! Lo! Akh!!" teriak Januar frustasi dan menarik rambutnya.
Wjahanya seakan penuh sesal dan juga amarah. Capella meneguk ludah dengan perasaan campur aduk. Ia baru tahu jika Januar merasakan hal itu kepadanya.
Capella benar-benar merasa sangat bersalah kepada pria itu karena telah membuat Januar memiliki masalah dan itu karena dirinya.
"Maaf," cicit Capella dan tersenyum tipis. Wanita itu berusahalah menahan air mata yang hendak luruh. Bagaimana pun ia memiliki hati yang lembut dan tak akan sanggup jika dibentak oleh Januar seperti saat ini.
Januar menoleh ke arah Capella. Ia tersenyum lebar lalu menganggukkan kepala sembari bertepuk tangan. Setelah itu Januar pun tertawa terbahak-bahak. Lalu sesaatnya wajahnya langsung berubah datar dan mengintimidasi Capella melalui matanya.
"Gak butuh maaf lo."
Kemudian Januar pun pergi dan masuk ke dalam kamar pribadinya. Capella pun mengusap air mata yang sempat membasahi seluruh pipinya.
Bahkan Januar sama sekali tidak tersentuh dengan air mata yang ia teteskan. Pria itu memang tidak akan pernah peduli, karena Januar sudah dari dulu menganggap dirinya adalah musuh pria itu.
"Jadi alasan itu yang membuat mu membenci ku dari dulu?" tanya Capella dan baru mengetahui kebenarannya.
Jadi Januar merasa jika ia tak diprioritaskan oleh kakaknya sendiri dan itu karena Capella. Capella pun akhirnya menemukan jawabannya kenapa selama ini Januar selalu menatap dirinya dengan pandangan sinis.
Sudah dari lama Capella mencari jawaban itu dan hari ini semuanya sudah terjawab. Wanita itu pun masuk ke dalam kamar dan duduk termenung di depan meja rias.
Ia memandang wajahnya yah super duper Kumal karena seharian ia terus bekerja tanpa mengenal kata lelah.
Jangan salah meskipun ia sudah menikah dengan Januar tapi ia sama sekali tidak mendapatkan nafkah dari pria itu. Januar memang belum bekerja tapi ia adalah penerus perusahaan ayahnya sebagaimana Mahen telah dipenjara maka ia penggantinya.
Ayahnya bahkan sudah memberikan Januar cara memimpin perusahaan dengan baik. Januar memang pintar hanya saja ia malas-malasan.
Capella tersenyum tipis. Ia membenci keinginan ibunya yang berniat menjodohkan ia dengan anak Tante Megan. Tak dapat Mahen terpaksa ia pun menikahi Januar.
"Kali ini aku sedikit kecewa dengan mu Ma," ucap Capella sembari menatap selembar foto ibunya. "Maafin Ella. Ella bukan bermaksud membenci mama tapi Ella hanya.... Hanya tak bisa menerima takdir Ella Ma."
Capella pun menangis menatap foto itu. Andai ibunya masih ada dan minat penderitaannya sekarang dan menyelamatkannya. Mungkin ibunya melihat keadaan dirinya sekarang namun ia tak bisa menyelamatkan Ella.
_______________
Januar menghembuskan rokok di mulutnya. Ia terdiam sembari menatap gedung-gedung tinggi dari atas rooftop rumahnya. Kenapa ia lebih sangat menyesal saat membentak Capella.
"Wanita sialan itu. Kenapa aku harus merasa sangat bersalah padanya," ucap Januar dan mengusap wajahnya frustasi.
Ia tak mengerti dengan dirinya yang terus merasa tak nyaman kepada Capella. Januar mungkin merasakan itu karena selama ini Capella tetap baik padanya meksipun sering dibentak oleh-nya.
Mungkin karena hal itu hatinya tersentuh, bukan karena ada perasaan lain tapi Januar juga masih memiliki sisi lembut dan juga berperasaan.
"Capella, gue benar-benar tertantang saat ngeliat lo."
Januar pun menghembuskan napas panjang dan meminum cairan mineral ke mulutnya. Bahkan air itu jatuh dan mengenai leher Januar.
Januar meneguknya dengan hikmat hingga ia pun mendapatkan kesegaran dan dapat berpikir jernih. Ia memandangi keindahan alam yang begitu sempurna.
Matahari tenggelam memanglah pemandangan yang sangat memukau. Januar tak henti-hentinya menatapnya dan tak ingin mengalihkan pandangannya.
Mungkin selama ini di mata orang Januar hanyalah pria yang cuek dan dingin. Ia juga terkenal toxic namum orang tetap menyukainya karena pesonanya yang sangat memukau.
Derrttt
Januar pun menghela napas panjang dan merogoh ponselnya. Ia menatap nama si penelpon dan menarik napas panjang lalu mengangkatnya. Kemudian Januar mendekatkan ponsel tersebut ke telinganya.
Dan terdengarlah panggilan di seberang sana.
"Cok, gak ada niatan buat ngumpul bareng? Nih anak-anak pada nungguin lo."
"Hm."
"Januar serius."
"Gue disuruh bokap malam ini buat meeting."
"Lo mau jadi CEO."
Januar tak menjawab dan langsung mematikan sambungan telepon. Ia sebentar lagi akan menjadi CEO di umurnya yang sangat muda.
Januar juga tak menyangka jika ia akan menjadi penerus perusahaan ayahnya. Padahal Januar sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang itu. Ia sangat menyukai seni terutama bermain gitar. Tapi ayahnya sama sekali tak peduli dengan keahliannya dan terus memaksanya menjadi seorang CEO.
Ia bersyukur saat Mahen lah anak pertama yang otomatis adalah dia yang akan memimpin perusahaan ayahnya selanjutnya. Namun dugaannya salah dan ternyata tanggung jawab itu dirinya lah yang akan mengemban.
"Januar."
Januar menatap Capella yang menghampirinya. Surai wanita itu yang sangat panjang membuat rambutnya ditiup angin dan berterbangan menutupi wajahnya. Sejak saat itu Januar pun tertegun melihat Capella.
Capella terheran-heran melihat ekspresi Januar. Ia pun menyapa pria itu sekali lagi hingga Januar tersadar dan mengubah tatapannya.
"Ada apa?"
"Papa telpon, katanya kamu harus datang ke kantor."
"Gue tau."
Capella mengangguk dan hendak turun. Namun Januar menahannya.
"Gue gak mau jadi CEO."
Capella terkejut dan ia merasa jika dirinya tak pantas untuk ikut campur dalam masalah itu.
"Kamu ikutin aja apa kata Papa."
Januar menghela napas dan berjalan melewati Capella yang terdiam di tempatnya. Januar seolah tak menganggap dirinya.
"Aku tau kamu ingin menjadi seorang musisi."
__________
Tbc
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMAKASIH.