Tugas seorang suamu adalah memberi nafkah lahir batin seorang istri. Namun pada kenyataannya tak sedikit lelaki yang menyempelekan kewajibannya itu. Jangankan memberi nafkah secara sukarela, tak jarang istripun bagai pengemis yang harus berkali-kali bahkan mengiba untuk meminta yang telah menjafi haknya.
Tak sedikit kita temui banyak lelaki yang belum menyadari posisi tanggung jawabnya ketika ia memutuskan menikah. Banyak yang abai atau malah masih asik dengan hobinya nongkrong serta bermain game.
Itu juga lah yang terjadi dengan Heru, ia begitu abai menafkahi Rena. Bahkan uang belanja perharipun jauh dari kata cukup, Rena istri yang penyabar selalu menurut dan patuh kepada kehendak Heru. Karna baginya sturganya ada pada lelaki yang telah menikahinya itu.
Namun kesabaran yang telah ia semai diinjak-injak oleh keegoisan Heru, Rena lelah dalam kesabarannya yang tak pernah dihargai akhirnya berontak.
Hal apakah yang akan dilakukan Rena? yuk baca kisahnya, jangan lupa like, vote and komennya ya readers💜.
Terima kasih 😊😇💜
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hesti Afrianthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pov Heru (12)
Perkenalkan aku Heru, Aku memiliki istri dan juga 2 anak yang lucu. Namun istriku tak pernah memahamiku, Selalu saja marah-marah tak jelas saat aku melakukan hobiku bersama kawan-kawan.
Aku sangat benci sikapnya yang aegois, tak memperdulikan aku, padahal aku ini sudah cape-cape kerja seharian. Cari hiburan sedikit aja ngomel-ngomel, dia gak tau klo aku mumet sama kerjaan, butuh hiburan dan bersama teman-temanku lah aku merasa terhibur.
Tapi rupanya ia sangat tidak suka dengan kesenanganku, katanya hanya menghabiskan uang untuk hal yang tidak penting, Tidak penting ya menurut dia, bagiku sangatlah penting. lagian uang juga aku yang cari jadi terserah lah mau aku habiskan untuk apa?
Dia itu manusia yang tidak bersyukur masih mending aku kasih uang belanja 50ribu rupiah untuk 2 hari, dari pada tidak sama sekali. Lagian masih banyak wanita diluar sana tidak diberi nafkah oleh suaminya. Bukannya bersyukur malah minta tambah terus. Heran kenapa duit terus sih yang ada di fikirannya.
******
Hari itu aku sangat kesal, gara-gara keributan yang lagi-lagi karna uang. Hari ini aku tak disediakan sarapan dan juga bekal makan siangku. Memang sangat keterlaluan, aku jadi mengeluarkan uang banyak untuk sarapan dan makan siangku. Padahalkan lumayan uangnya kalo kubelikan kuota bisa mabar sampau puas.
Aku geram sekali dengan tingkahnya yang tak keluar kamar pagi itu, tapi aku masih punya hati. Kusisakan uang belanja dan uang bayar hutang untuknya 200ribu diatas meja.
Pagi itu terpaksa berangkat kerja dengan perut lapar sengaja kugas kencang motorku, agar ia tau bahwa aku sedang marah pada sikapnya biar dia jera.
Tapi aku dikagetkan setelah pulang bekerja tak kudapatinya beserta anak-anakku, pintu terkunci rapat. beruntung ia menitipkan kunci rumah kami pada tetangga sebelah rumah. Saat masuk kedalam kulihat uang yang kuletakkan di meja pagi hari masih tergeletak ditempat yang sama. Ah senangnya aku bisa mengamankan uangku itu kembali ke dompetku hahaha. (tawa kemenangan)
Tak kuambil pusing ketidak beradaannya dirumah, hingga magrib tiba tak jua ada tanda-tanda kehadirannya, kudial no ponselnya. Namum tak tersambung, semakin kesal dibuatnya. Ah mungkin saja ia sedang main kerumah kerabat atau sahabatnya.
Setelah sholat magrib kuputuskan keluar rumah untuk membeli makan malamku sendiri. Ah.... lagi-lagi aku harus mengeluarkan uang. Total yang lumayan besar aku keluarkan untuk sehari makan saja hampir 50ribu Rupiah.
Seandainya ia tak perlu merajuk dan marah, mungkin uangku ini masih utuh didompet, ah kenapa juga ia harus marah untuk hal yang sempele. Bodo amat ah, malah aku tenang gak ada yang minta uangku lagi.
Sehabis Makan malam, kuhabiskan malam kumpul bersama teman-teman. Setidaknya dapat sedikit melupakan masalahku. Hingga hari semakin larut kuputuskan kembali kerumah dan beristirahat.
Begitu sampai rumah tak juga kudapati dia, ah masa bodo lah aku ngntuk dan harus tidur. besok aku harus memiliki tubuh yang fit untuk bekerja.
Namun perasaan khawatir mulai terlintas saat pagi menjelang tak juga ada tanda-tanda kehadirannya. Sekali lagi ku coba mendial nonya di hapeku.
tut.... tut...... tut........
Sekian lama kutunggu cukup lama teleponku diangkat. hingga akhirnya terdenggar suara diujung panggilan.
("Asaalamualaikum") sapanya
("Walaikum salam, kemana kamu sampai pagi gini belum pulang juga heh....!!!) Bentakku keras.
("Aku dikampung") jawabnya singkat, membuatku tertawa terbahak-bahak. Mqnq mungkin dia dikampung?! uang dari mana dia?!
("Jangan bohong kamu ya, duit dari mana kamu buat pulang?! cepetan pulang kalau gak.....") belum juga aku menyelesaikan kata-kataku ia sudah balik membentak.
("Kalau gak kenapa Mas?! heh.. kamu mau ancam aku?!) jawabnya dengan suara yang mulai meninggi.
("Kamu udah mulai kurang ajar ya mah sama suami berani bentak-bentak")
("Kamu yang bua aku seperti ini, aku msih mampu mencukupi keperluan aku dan juga anak-anak bahkan aku memiliki uang untuk pulang ke kampung, aku jenggah menghadapi manusia egois seperti kamu Mas") Cecarnya dengan berapi-api.
("Oh jadi kamu udah berani ya pergi tanpa pamit sama suami") ultimatumku padanya.
("loh bukannya kamu yang suruh aku pergi?! udah lupa kamu! sekarang gini ya Mas, aku perlu waktu sendiri untuk memikirkan kelanjutan rumah tangga kita. Sebaiknya kamu juga instropeksi diri, jika kamu mau merubah keegoisanmu jemput aku dan anak-anak kitq perbaiki semuanya dari nol, jika tidak, mohon maaf aku sudah tidak sanggup memghadapi kekikiranmu") Ancamnya yang tak sedikitpun menciutkan nyaliku. Namun belum juga kujawab tiba-tiba ia sudah memutus sambungan telponku.
Ah siapa juga yang takut dengan ancamannya itu, aku ini lelaki kepala keluarga. Gak boleh tunduk sama istri, Apa kata dunia nanti..!?
Next.....