NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Amplop Rumah Sakit

🦋

"Nyonya, Tuan, silakan menunggu sebentar. Nona Auliandra akan segera tiba," ucap Nira sambil mempersilakan kedua tamu duduk di ruang kerja yang bergaya minimalis namun elegan.

Hening hanya dipecahkan oleh denting jam dinding. Lima belas menit kemudian, pintu terbuka perlahan.

Auliandra masuk dengan langkah mantap, mengenakan atasan round-neck dan rok slit berwarna dusty. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai, bergerak lembut setiap ia melangkah.

"Maaf membuat Nyonya dan Tuan menunggu," ucapnya sambil mengulurkan tangan dengan senyum profesional.

"Tidak masalah. Anak muda biasanya memang sibuk dengan pekerjaan," jawab Nyonya Maura sambil membalas jabatan tangannya.

Tamu itu adalah Rion dan Maura, orangtua Lucas. Karena Lucas berada di luar negeri, mereka datang menggantikannya untuk urusan kerja sama dengan AS Grup. Namun ada alasan lain yang tak kalah penting: wajah Auliandra yang nyaris sama persis dengan mendiang putri mereka.

Sejak awal, mata Maura tak lepas dari wajah Auliandra. Ada kerinduan yang berputar di sana, seperti menatap potret yang hidup kembali. Tangannya bergetar menahan keinginan untuk memeluk gadis itu.

"Nona Auliandra, maaf jika yang menemui Anda harus kami berdua," ujar Rion sopan. "Putra kami sedang di luar negeri untuk urusan penting."

"Tidak masalah, Tuan Rion. Lagipula, Anda dan Tuan Lucas sama saja di mata saya," jawab Auliandra dengan nada ramah.

Ia menambahkan, "Sejak dulu saya kagum pada Majesty Grup. Perusahaan Anda menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Jarang sekali ada perusahaan sebesar itu yang memperlakukan karyawannya tanpa memandang kasta."

"Putri kami yang mencetuskan aturan itu," sahut Maura dengan suara yang mulai melemah. Matanya berkaca-kaca.

Auliandra sempat ragu sebelum bertanya, "Kalau boleh tahu... ke mana putri Anda?"

"Putri kami telah berpulang... bersama putra kecilnya," ucap Maura, air matanya jatuh.

Auliandra langsung menyesal menanyakan. "Maaf, Nyonya, saya tak bermaksud membuka luka lama."

"Tidak apa-apa." Maura tersenyum tipis, namun tatapannya tetap sendu. "Justru hari ini... rindu saya sedikit terobati."

"Terobati?" tanya Auliandra pelan.

"Wajah Anda sangat mirip dengan putri bungsu kami." Maura berdiri, menghampiri, lalu duduk di samping Auliandra.

"Oh, iya... tuan Lucas pernah mengatakan hal yang sama," gumam Auliandra.

"Bolehkah... saya memeluk Anda?" suara Maura bergetar.

Belum sempat Auliandra menjawab, Maura sudah membungkuk memeluknya erat, seolah takut gadis itu menghilang. Nira refleks ingin memisahkan mereka, tapi Auliandra menggeleng, memberi isyarat untuk membiarkannya.

Auliandra membalas pelukan itu, merasakan hangatnya kerinduan seorang ibu yang kehilangan anak.

"Terima kasih... sudah membiarkan saya memeluk Anda," ucap Maura ketika melepas pelukannya.

"Jangan terlalu formal, Nyonya. Kalau memang itu bisa mengobati rindu, Anda boleh memanggil saya seperti memanggil putri Anda."

Mata Maura membesar, lalu menoleh pada Rion, seolah ingin memastikan ia tak salah dengar. "Benarkah? Anda tidak keberatan?"

"Tentu tidak. Saya pun tahu rasanya kehilangan."

Air mata Maura kembali menggenang. "Kalau begitu... bolehkah saya memanggilmu putriku?"

"Tentu. Dan saya akan memanggilmu Ibu," balas Auliandra sambil tersenyum.

Mereka tertawa kecil bersama. Maura mencubit pipi Auliandra gemas, rasa rindu lima tahun itu seakan pecah menjadi kelegaan.

"Ceritakan padaku tentang putrimu, Bu," pinta Auliandra.

Maura pun mulai bercerita. Tentang Valora Majesty, putri bungsu yang mandiri, tabah, dan pengertian. Tentang cobaan yang menimpanya sejak bayi, sakit parah di usia delapan tahun, hingga akhirnya tinggal bersama sang kakek dari pihak ayah. Tentang perubahan sikap Valora yang drastis, hingga masa kelam ketika ia dilecehkan sepupunya, depresi, dan... hamil tanpa mereka sadari.

Cerita itu mengalir seperti duri yang menancap di dada. Nira yang semula hanya mendengarkan, kini ikut hanyut. "Apa ada manusia sekejam itu?"

Puncaknya, Maura menceritakan kematian cucunya akibat black magic keluarga sang suami, dan berakhir dengan kematian Valora yang tragis, didorong dari atap gedung oleh suaminya sendiri.

Semua terdiam. Auliandra mengepalkan tangan, menahan amarah.

"Pria itu harus membayar," kata Nira tegas.

"Kuasa keluarganya terlalu besar saat itu," balas Maura lemah.

Auliandra memegang tangan Maura. "Tenang, Bu. Karma itu nyata. Biarkan semesta yang mengadilinya."

Maura tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia merasa seperti sedang berbicara dengan Valora yang hidup kembali.

***

Hari mulai condong sore ketika Kakek Wardana menerima sebuah kiriman. Sebuah kotak panjang, dibungkus kertas cokelat polos, tanpa alamat pengirim yang jelas, hanya sebuah inisial: K.

Di dalamnya, terbaring seikat bunga Gladiol berwarna merah muda pucat. Cantik, namun dingin.

Bunga itu punya dua wajah: di satu sisi, lambang kekuatan dan keteguhan hati; di sisi lain, di banyak budaya ia adalah simbol kesepian, penderitaan, dan perpisahan yang tak terbalas.

"K...?" gumam Kakek Wardana. Ia menoleh ke arah putrinya.

"Shara, kau kenal seseorang berinisial K?"

Shara menggeleng sambil mengerutkan kening. "Sepertinya tidak, Yah. Kita tak punya kenalan dengan inisial itu."

"Kalau begitu, simpan saja. Mungkin... teman lama ayah. Ini bukan pertama kalinya. Selalu bunga Gladiol yang dikirim," jawabnya datar.

Cakra masuk, langkahnya santai namun matanya tajam memperhatikan bunga itu. Ia mengambilnya dari meja. "Aneh... kenapa aku mencium wangi mawar dari bunga Gladiol?"

Shara menatapnya tak percaya. "Itu tidak mungkin." Ia merebut bunga itu, menghirup dalam-dalam. Tak ada aroma mawar sama sekali.

"Aku rasa ada yang salah dengan penciumanmu. Periksa saja ke dokter," ujar Shara sambil menyerahkan kembali bunga itu ke ayahnya dan meninggalkan ruangan.

Cakra hanya menggumam, "Aneh..." sebelum berjalan menuju kamarnya. Namun, tatapan matanya tetap tertinggal di bunga itu, seperti ada rahasia yang bersembunyi di kelopaknya.

Sementara itu, di sebuah toko bunga mewah di pusat kota, Gavriel tengah berdiri di depan meja kasir.

"Aku ingin dua buket Daffodil, satu buket Tulip merah, dan tiga buket Mawar merah," katanya.

Tak lama, bunga-bunga itu sudah dibungkus rapi. Gavriel membawanya ke mobil, menaruhnya dengan hati-hati, lalu tersenyum pada gantungan kecil di kaca spion, foto dirinya bersama Valora dan bayi mereka.

"Hari ini... kamar kita akan kembali wangi, Sayang," ucapnya pelan, seolah berbicara langsung pada foto itu.

Sepanjang perjalanan, senyumnya tak pudar. Perempuan yang dianggapnya telah tiada kini seakan hadir kembali dalam sosok Auliandra. Tapi ada satu luka yang tak pernah sembuh, rasa kehilangan pada putranya.

Setibanya di kediaman Wardana, ia memerintahkan para maid mengangkut buket-buket bunga itu ke kamarnya.

Beberapa maid berbisik-bisik, membicarakan tuan muda yang jarang membeli bunga sebanyak ini. Kepala pelayan, Ana, menegur mereka dengan tatapan tajam. Setelah mereka bubar, ia bergumam lirih pada dirinya sendiri,

"Nona Valora... lihat betapa hancurnya tuan Gavriel setelah kepergianmu."

Gavriel menata bunga-bunga itu dengan teliti. Beberapa vas ia letakkan di sudut kamarnya, dua vas sisanya ia bawa menuju kamar Valora—ruangan yang telah tertutup selama lima tahun.

Ia berhenti sejenak di depan pintu, meletakkan satu vas di lantai, lalu memutar gagang pintu. Kamar itu bersih, rapi, tanpa setitik debu. Ana yang diam-diam menjaga kebersihannya selama ini, sesuai perintah Gavriel.

Ia meletakkan bunga di meja bundar, lalu satu lagi di meja rias Valora. Semua benda di sana tetap sama seperti saat terakhir Valora memakainya, bahkan skincare yang tak pernah tersentuh tetap diganti secara berkala.

Duduk di kursi rias, tatapannya jatuh pada cermin yang penuh tempelan bunga kering. Valora memang menyukai bunga... pikirnya sambil menghela napas.

Ketika ia membuka lemari, deretan pakaian Valora masih tergantung rapi. Namun saat hendak menutupnya, sebuah amplop terjatuh ke lantai, tepat di dekat kakinya.

Ia memungut amplop itu. Ada logo rumah sakit di pojok kiri atas. Alisnya berkerut.

Membukanya, ia mulai membaca isi kertas di dalamnya. Setiap kata membuat matanya membesar, hingga napasnya tercekat.

Valora... hamil. Bukan hamil pertama, tapi hamil bayi kembar saat meninggal.

Tangannya bergetar. Air mata jatuh, membasahi surat itu.

"Apa yang sudah kulakukan, Tuhan... aku membunuh istri dan... anak-anakku," suaranya pecah, penuh sesal. "Maafkan aku, Sayang... maafkan Ayah, Nak..."

Ia melipat kertas itu dengan gemetar. Namun, saat membaliknya, ia melihat goresan samar di balik halaman—dua huruf: G & R.

Jantungnya berdegup cepat. Ia meraih amplop itu lagi, merogohnya, dan menemukan selembar kertas lain. Bukan dokumen medis, melainkan sebuah gambar istana megah. Di bawahnya, tertera tiga huruf tebal: Z G R.

🦋To be continued...

1
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!