Ibunya adalah pelayan di istana kekaisaran. Karena itu, Guang Shen tidak diperbolehkan berlatih beladiri. Sejak bayi, dantiannya disegel oleh kaisar Tian Tang.
Saat usianya genap 15 tahun, 4 roh dewa suci menghancurkan segel dantiannya. Empat roh dewa suci adalah roh spiritual langka. Kebangkitan itu membuat Kaisar murka. Ia dicambuk berkali-kali hingga mati. Lalu mayatnya dibuang ke lembah kematian.
Di lembah kematian, ia bertemu dengan ayahnya, seorang kaisar dewa. Sayangnya, nasib buruk terus membayanginya. Demi ibunya, ia terpaksa menjaga gerbang dewa selama 100 tahun.
Setelah 100 tahun, ia kembali dengan dendam yang membara. Dalam hati, ia bertekad untuk membalas rasa sakitnya kepada keturunan kaisar Huang. Satu per satu, keturunan dari orang-orang yang dulu menyakitinya akan dihabisi tanpa belas kasihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jusman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12 Kota Menara
"Apa yang ter—"
Huang Zhang panik. Energinya semakin tak terkendali. Sekujur tubuhnya kaku, dan luka kecil muncul di lengan dan kakinya. Luka itu penyebabnya adalah energi yang terus berputar di sekitarnya.
"Hoeek"
Huang Zhang memuntahkan segumpal darah hitam. Gumpalan hitam itu kemudian berubah menjadi rantai hitam. Rantai tersebut menyebabkan energi di tubuhnya semakin kacau dan menyerangnya dari dalam.
"Apa yang terjadi padaku?" tanyanya.
"Jujur saja, melawanmu sangatlah merepotkan, tapi energi yang tidak kau serap itu mempermudah semuanya!" jelas Guang Shen.
Wuuuussss
Syuuuutttt
Jarum-jarum perak menancap di tubuhnya. Jarum perak itu tidak menghilangkan rasa sakitnya, justru jarum itu menyiksanya dengan rasa sakit.
Tubuh Huang Zhang membengkak dan terus membesar. Melihat itu, Guang Shen langsung membuat formasi pelindung berlapis. Kurang dari semenit, tubuh Huang Zhang sudah berubah menjadi bola raksasa.
Dhuaaarrrrrr
Di detik berikutnya, ledakan terjadi. Di dalam formasi, potongan-potongan tubuh berserakan. Bukan hanya itu, darah mengubah tanah menjadi merah.
"Akhirnya selesai juga!" Guang Shen menjentikkan jarinya. Jarum-jarum yang sebelumnya menancap di tubuh Huang Zhang melayang di depannya.
"Sreeeeeekkk"
Salah satu jarum menembus leher wanita yang sejak tadi menyaksikan semuanya. Wanita itu ambruk ke tanah dalam keadaan sudah tak bernyawa. Setelah membakar mayat Huang Zhang dan mayat wanita itu, Guang Shen melesat meninggalkan tempat tersebut.
...****************...
Cahaya keemasan menghiasi langit. Di bawah pancaran cahaya tersebut, seseorang melesat dengan cepat. Dari kejauhan, tampak beberapa menara. Pemuda itu berhenti sejenak dan melihat ke menara itu.
"Kota Menara!" gumamnya.
Ia kembali melesat. Saat matahari terbenam, pemuda itu tiba di kota Menara. Dari luar, kota itu terlihat megah dengan bangunan berlapis marmer berjejer rapi.
"Tunjukkan identitasmu!" Seorang penjaga menghentikan langkahnya menggunakan tombaknya. Tanpa banyak basa-basi, ia menunjukkan lencana klan Guang.
"Dulu, ibu memberikan lencana ini padaku. Untungnya aku masih menyimpannya," batinnya.
"I–itu …. "
Penjaga itu keringat dingin. Dengan tangan yang gemetaran, ia membuka gerbang kota. Kepalanya sedikit menunduk dengan mata yang terpejam, seolah ada sesuatu yang sangat ditakutinya.
"Aneh, kenapa dia ketakutan setelah melihat lencana ini?" Guang Shen bertanya dalam hati sambil memperhatikan lencana yang dipegangnya.
"Kalau boleh tahu, apa yang membuat paman ketakutan?" tanyanya kepada penjaga tersebut.
"Itu …. " Penjaga itu ragu. Rasa takut membuatnya tak berani berbicara.
"Lencana itu … Sebaiknya Tuan Muda datang saja ke paviliun kristal!" Penjaga itu tersenyum, meski ketakutan nampak jelas di matanya.
"Baiklah!" Guang Shen menyimpan lencana itu. Ia melangkah melewati penjaga yang masih ketakutan.
"Klan Guang, selama 100 tahun terakhir, lencana giok klan Guang tak pernah ditemukan," ucapnya.
"Sepertinya klan Guang akan terbebas dari tekanan Klan Bei!" lanjutnya.
Guang Shen yang mendengar itu langsung berhenti. Keningnya berkerut, dan di benaknya, muncul satu pertanyaan, 'apakah klan Guang masih ada?' Rasa penasarannya yang sangat tinggi membawanya ke depan sebuah paviliun. Tepat diatas gerbang masuk, tertulis satu kata, 'Guang.'
"Guang!" Keningnya berkerut. Ia menatap kata itu sebelum memasuki paviliun. Di balik gerbang dan pagar kristal paviliun itu, puluhan pemuda sedang berlatih. Ada yang berlatih pedang, tombak, ada juga yang latihan memanah.
"Siapa kau?"
Seseorang mengarahkan pedang ke arahnya. Ia hanya tersenyum, tak menjawab pertahanan dari orang itu. Prioritas sekarang adalah mencari jawaban dari pertanyaannya.
"Siapa kau?" Orang itu menanyakan hal yang sama, tapi Guang Shen tak menjawab.
"Siapa kau?" untuk ketiga kalinya, orang itu mengucapkan kalimat yang sama.
"Guang Shen!" Dua kata itu membuat semua orang kaget.
"Guang katamu? Jangan berbohong!" Orang itu bersiap untuk menyerang, tapi seseorang menahannya.
"Biarkan dia bicara!" pinta seorang pria paruh baya.
"Aku hanya ingin menanyakan satu hal, apakah kalian mengenal Guang Xiu?"
"Guang Xiu? Di mana dia sekarang?" tanya pria paruh baya tersebut.
"Aku akan mengatakannya, tapi sebelum itu, Anda harus menjawab pertanyaanku," jelas Guang Shen.
"Guang Xiu, dia adalah adikku!" jelas pria paruh baya tersebut.
"Dulu, saat klan kami dihancurkan, adikku menghilang. Aku mencarinya selama bertahun-tahun, tapi tidak ketemu. Pada akhirnya, pencarian itu tak pernah lagi kelanjutkan," jelasnya.
"Oh, iya, namaku Guang Xiang," sambungnya.
"Aku sudah mengatakannya, sekarang perkenalkan dirimu!" pinta Guang Xiang.
"Namaku Guang Shen, dan Guang Xiu ibuku," ungkapnya.
Pernyataannya itu membuat para pemuda klan Guang marah. Tanpa aba-aba, mereka menyerangnya secara bersamaan. Serangan itu hanya dilihatnya sambil tersenyum, seakan-akan itu hanya mainan yang tak berbahaya sama sekali.
"Kalau serangan ini kukembalikan, aku pastikan kalian semua mati!" Puluhan serangan yang mengarah padanya, melayang di udara. Serangan yang terdiri dari anak panah, siluet tombak raksasa, dan wujud pedang raksasa berbalik ke arah pemuda klan Guang.
"Bocah, jangan main-main dengan klan kami!" ucap seorang wanita.
"Aku tidak pernah main-main!" Guang Shen menjentikkan jarinya, dan salah satu anak panah melesat ke arah wanita itu. Untungnya anak panah hanya menggores pipinya saja.
"Kami lebih percaya kalau kau mengatakan bahwa Guang Xiu Leluhurmu. Lagipula, sampah yang asalnya tidak jelas tidak pantas menyandang nama Guang!" ucap wanita itu.
"Pengecut yang hanya bersembunyi dan menjadi budak klan lain berani berkomentar? Benar-benar lucu!"
Guang Shen melirik tajam wanita itu. "Dahulu, klan Guang adalah klan petarung, tapi sekarang hanya menjadi bawahan, sangat memalukan."
"Kamu—" Wanita itu geram. Ia mengeluarkan panah kristal biru dan bersiap menyerangnya.
"Aku ke sini hanya untuk mencari tahu apakah klan Guang masih ada atau tidak. Selebihnya, aku tidak peduli!" jelasnya.
"Nak, apakah kamu benar-benar keponakanku?" tanya Guang Xiang.
Guang Shen tak menjawab. Ia menunjukkan lencana klan pemberian ibunya. Lencana itu membuat pria itu kaget sekaligus bingung.
"Leluhur, jangan percaya padanya! Dia hanyalah seorang penipu!" ujar wanita itu.
"Lencana itu tidak bisa ditiru, Lan Ying! Dulu, lencana itu dibuat khusus untuk Xiu," ungkap Guang Xiang.
Wanita itu masih tak percaya. Ia menghampiri Guang Shen. Langkahnya terhenti saat anak panah menancap tepat di dekat kakinya. Wanita itu mengepalkan tangannya karena marah.
"Setelah menghina klan Guang, kamu menyerangku lagi? Apakah kamu sudah bosan hidup?" tanya wanita itu.
Guang Shen tak merespon. Ia langsung mengurung wanita itu di tengah-tengah panah berlapis api. Bukan hanya itu, kakinya pun membeku perlahan-lahan.
"Bocah sialan!" Wanita itu berusaha melepaskan diri, tapi tidak bisa. Semakin ia memberontak, api pada anak panah itu semakin membesar.
"Lepaskan Lan Ying!" pinta Guang Xiang.
"Baiklah!" Guang Shen membebaskan Lan Ying. Setelah terbebas, ia tak lagi menyerang Guang Shen.
"Adikku menghilang lebih dari 100 tahun lalu. Bagaimana mungkin dia memiliki anak yang usianya 18 tahun?" Guang Xiang bingung. Bukan dia saja, melainkan semua orang yang ada di sana juga bingung.
"Karena usiaku sebenarnya bukan 18 tahun," jelasnya.
"Jangan bercanda!" tegur Lan Ying.
"Percaya atau tidak, itulah kenyataannya!" balas Guang Shen.
"Sekarang tak ada yang memerintah wilayah kekaisaran. Sebelum kabar ini menyebar ke wilayah lain, aku ingin klan Guang menduduki tahta kekaisaran!" ungkapnya.
"Tahta kekaisaran, ya!" Guang Xiang bergumam.
"Setelah 500 tahun, kesempatan ini datang. Apakah klan Guang bisa bertahan ataukah hancur seperti sebelumnya?" tanya Guang Xiang dalam hati.