NovelToon NovelToon
Jiwa Sang Pangeran Aerion

Jiwa Sang Pangeran Aerion

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Fantasi Wanita / Mengubah Takdir
Popularitas:714
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

Dikhianati. Dituduh berkhianat. Dibunuh oleh orang yang dicintainya sendiri.
Putri Arvenia Velmora seharusnya sudah mati malam itu.
Namun takdir memberinya satu kesempatan—hidup kembali sebagai Lyra, gadis biasa dari kalangan rakyat.
Dengan ingatan masa lalu yang perlahan kembali, Lyra bersumpah akan merebut kembali takhta yang dirampas darinya.
Tapi segalanya menjadi rumit ketika ia bertemu Pangeran Kael…
Sang pewaris baru kerajaan—dan reinkarnasi dari pria yang dulu menghabisi nyawanya.
Antara cinta dan dendam, takhta dan kehancuran…
Lyra harus memilih: menebus masa lalu, atau menghancurkan segalanya sekali lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12: Lantai Marmer dan Bayangan Terakhir

​Malam itu terasa lebih dingin, tetapi bukan karena cuaca. Dinginnya menusuk dari dalam, dari tekad Lyra yang kini harus memaksakan diri menuju Sayap Putri, wilayah terlarang yang disegel sejak "kematian" Arvenia.

​Lyra berpakaian serba hitam, bergerak melalui lorong Istana yang sunyi. Setiap langkah yang ia ambil di karpet tebal terasa salah. Ini adalah koridor yang ia kenal—tempat ia berlari, tertawa, dan terakhir kali, tempat ia berpapasan dengan Valerius sebelum menuju kamar kematiannya.

​Ia menggunakan kunci yang dicuri dari gudang penyimpanan tua. Pintunya berderit pelan, memecah keheningan yang menyesakkan.

​Sayap Putri terasa seperti makam yang terpelihara sempurna. Udara kaku, dipenuhi aroma wangi bunga mawar kering dan debu. Cahaya bulan yang masuk melalui jendela tinggi hanya cukup untuk menampakkan kemewahan yang kini terasa menyeramkan.

​Lyra sampai di kamarnya yang dulu. Kamar tidur utama Putri Mahkota.

​Ia membuka pintu kayu ek yang berat. Begitu ia melangkah masuk, gelombang ingatan menyerbu, begitu kuat hingga Lyra harus menahan diri agar tidak muntah.

​Di sudut sana, meja rias tempat ia terakhir kali melihat dirinya sendiri, penuh harap. Di sini, di atas tempat tidur berselimut sutra, Valerius memberinya kalung janji.

​Dan di tengah ruangan, di bawah permadani yang sudah ditarik dan digulung, terbentanglah lantai marmer putih yang dingin.

​Marmer itu sudah dicuci bersih, tidak ada noda merah yang terlihat. Tetapi Lyra melihatnya. Mata Arvenia melihatnya.

​Darahku.

​Lyra berlutut di lantai marmer itu, tangannya gemetar. Arvenia di dalam dirinya meraung. Mengapa aku harus kembali ke tempat di mana aku dihancurkan oleh orang yang kucintai?

​"Liontin Segel," Lyra berbisik, Lyra menggunakan mantra Kael untuk fokus. "Aku di sini untuk Liontin Segel."

​Lyra mulai mencari. Kael mengatakan Liontin itu disembunyikan di bawah lantai marmer.

​Lyra mengingat detail arsitektur ruangan itu. Di bawah lantai marmer utama, di tengah kamar, terdapat sebuah panel rahasia yang berfungsi sebagai brankas kecil untuk dokumen yang sangat pribadi. Hanya seorang Putri yang tahu cara mengaksesnya.

​Lyra merangkak, menyentuh setiap ubin. Di antara deretan ubin marmer, ia menemukan garis sambungan yang sedikit lebih longgar dari yang lain. Ia mendorong dan menggeseknya, menggunakan pisau kecilnya.

​Akhirnya, ubin itu bergeser, memperlihatkan lubang kecil di bawahnya.

​Lyra menarik napas dalam, menjulurkan tangannya ke dalam lubang itu. Tangannya menyentuh sesuatu yang dingin, keras, dan logam.

​Ia menarik Liontin Segel itu keluar.

​Liontin itu berbentuk bulat, terbuat dari perak tua, dengan ukiran Bintang Bermata Tujuh yang dikelilingi oleh ular yang melingkar. Itu bukan simbol Eteria; itu adalah simbol kuno, gelap, dan mengancam.

​Saat Lyra memegang Liontin itu, gelombang ingatan baru datang—bukan ingatan romantis, melainkan ingatan politik yang disembunyikan.

​Lyra ingat Valerius pernah memakai Liontin serupa, tetapi ia selalu menyembunyikannya. Valerius pernah berbicara tentang "Ordo Tujuh Bintang" yang bekerja untuk "mengembalikan keseimbangan sejati."

​Lyra tiba-tiba mengerti kengeriannya. Ordo ini bukan hanya musuh Ayahnya. Organisasi ini memandang Istana Eteria—dan garis keturunan Velmora—sebagai korup dan tidak layak. Dan Valerius adalah anggotanya.

​Valerius tidak hanya membunuh Lyra karena dipaksa oleh Duke Renald. Valerius membunuh Lyra untuk Ordo Tujuh Bintang, untuk membuktikan kesetiaannya pada ideologi yang lebih besar.

​Air mata Lyra menetes, bukan karena sakit hati karena dikhianati, tetapi karena kesadaran akan tipu daya yang begitu besar. Valerius lebih dari sekadar kekasih yang lemah; dia adalah mata-mata berdarah dingin yang menggunakan cinta Lyra untuk mendekati takhta.

​Dendam Lyra, yang semula diarahkan pada Valerius, kini menemukan sasaran baru: Ordo Tujuh Bintang.

​Tepat saat Lyra memegang Liontin itu, ia merasakan keheningan di kamar itu terasa aneh.

​"Arvenia."

​Suara Kael berbisik, menggunakan dialek kuno, datang dari suatu tempat.

​"Kael?" Lyra mencari, keheranan.

​"Aku ada di sini, di kamarmu. Aku mengawasimu, Arvenia. Melalui cermin itu."

​Lyra melihat ke cermin riasnya yang besar, yang dulunya tempat ia merias diri. Di permukaan cermin yang buram, ia melihat pantulan Kael. Kael berada di Ruang Kerjanya, tetapi ia entah bagaimana bisa melihat Lyra.

​"Apa yang kau temukan?" tanya Kael, suaranya mengandung antisipasi.

​"Liontin Segel. Bintang Bermata Tujuh," jawab Lyra, mencengkeram erat Liontin itu. "Valerius tidak hanya berkhianat. Dia adalah mata-mata dari Ordo Tujuh Bintang."

​Lyra merasakan pembebasan yang luar biasa. Ia tidak dibunuh karena kelemahan. Ia dibunuh karena ia menghalangi rencana kelompok yang jauh lebih kuat.

​"Ya," Kael mengonfirmasi. "Liontin itu adalah bukti. Valerius memang martir di mata mereka, tetapi dia adalah penipu yang mati di hadapanku."

​"Anda tahu tentang Ordo ini?" tanya Lyra, curiga.

​"Ordo Tujuh Bintang adalah alasan mengapa aku, Aerion, harus kembali," Kael menjelaskan. "Mereka adalah kekuatan kuno yang selalu mencoba menghancurkan garis keturunan Velmora, bahkan sebelum Valerius lahir. Mereka membunuh Puteri Mahkota sebelum Ayahmu, mereka juga membunuh Ayah Valerius. Mereka adalah musuh sejati Eteria."

​"Dan Anda memberikan Liontin ini kepada saya... untuk apa?"

​"Untuk membebaskanmu dari Valerius," Kael berbisik, tatapannya melalui cermin terasa nyata dan penuh hasrat. "Aku tahu kau tidak bisa fokus pada takhta selama bayangan Valerius masih menghantuimu. Sekarang, kau tahu Valerius hanyalah seorang pion yang dieksploitasi. Dendammu tidak lagi pribadi. Dendammu adalah untuk kerajaan."

​Kael tersenyum. "Kau sudah bebas. Liontin itu adalah kunci untuk menghancurkan Ordo Tujuh Bintang. Dan kau, Arvenia, adalah pemilik Liontin yang baru."

​Lyra menatap Liontin itu, lalu ke pantulan Kael di cermin. Valerius sudah mati, dan dendamnya telah diarahkan. Hatinya yang dulu sakit kini diisi oleh tekad yang membara dan rasa terima kasih yang mendalam kepada Kael.

​Lyra berjalan mendekati cermin itu, menyentuh pantulan Kael.

​"Anda tidak hanya menguji saya, Kael," kata Lyra, menggunakan nama yang lebih intim. "Anda membebaskan saya."

​"Kekuatan hanya bisa dicapai melalui pembebasan," jawab Kael, suaranya lembut. "Kau kini sepenuhnya milik Eteria, Arvenia. Bukan milik hantu masa lalu."

​"Saya tahu apa yang harus saya lakukan," kata Lyra. "Liontin ini akan menjadi bukti kuat yang bisa kita gunakan untuk menekan semua bangsawan yang tersisa. Mereka semua pasti takut pada Ordo Tujuh Bintang."

​"Pikiran yang tajam," puji Kael. "Sekarang kembalilah ke Ruang Kerja. Aku ingin kau memberiku laporan lengkap tentang cara kita akan menggunakan Liontin ini untuk menghancurkan faksi Marquess Elina."

​Lyra tersenyum—senyum tulus pertama yang ia rasakan sejak kebangkitannya. Senyum yang penuh kekuasaan dan kepercayaan.

​Saat Lyra berbalik untuk meninggalkan kamar itu, Kael menghentikannya lagi.

​"Satu hal lagi, Arvenia," Kael berbisik.

​"Apa, Yang Mulia?"

​"Liontin itu memiliki kutukan. Kutukan yang mengikat penggunanya pada takdir Organisasi itu. Dan hanya ada satu cara untuk melawan kutukan itu, Ratu-ku."

​"Apa itu?"

​"Cinta yang lebih kuat daripada dendam, yang hanya bisa diberikan oleh seorang Aerion."

​Kael tersenyum tipis. "Sekarang, kembali ke sini. Dan bawa Liontin itu. Waktu kita untuk bermain sudah berakhir. Saatnya memerintah."

​Lyra, memegang Liontin yang baru dan berat itu, meninggalkan kamar marmer itu untuk terakhir kalinya. Ia tidak lagi melihat darah, hanya masa depan dengan Kael—seorang sekutu, seorang Pangeran Kuno, dan kini, satu-satunya orang yang bisa membebaskannya dari kutukan.

1
Andira Rahmawati
aku kok aga bingung ya sama jln ceritanya...masih blm nyimak..
putri lindung bulan: iya maaf akan aku revisi lagi,karena masih pemula
total 1 replies
putri lindung bulan
Ketika hati hancur, dunia terasa runtuh. Namun, dari luka yang paling dalam, justru lahir kekuatan yang tak pernah kita sadari.
“Bangkit Setelah Terluka” bukan sekadar kisah tentang kehilangan, tapi tentang keberanian untuk memaafkan, bertahan, dan mencintai diri sendiri kembali.

Luka memang meninggalkan jejak, tapi bukan untuk selamanya membuat kita lemah.
Dalam setiap air mata, tersimpan doa yang tak terucap.


Cinta, pengorbanan, dan air mata menjadi saksi perjalanan hidup seorang wanita yang hampir kehilangan segalanya—kecuali harapan.

“Bangkit Setelah Terluka” menuturkan kisah yang dekat dengan hati kita: tentang keluarga, kesetiaan, dan keajaiban ketika seseorang memilih untuk tetap bertahan meski dunia meninggalkannya.

Bacalah… dan temukan dirimu di antara setiap helai kisahnya.
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Terima kasih untuk cerita yang luar biasa, tolong jangan berhenti!
putri lindung bulan: salam kenal
total 2 replies
putri lindung bulan
yang sudah baca,terimakasih ya.yuk berteman dengan ku💪💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!