5 jiwa yang tertransmigrasi untuk meneruskan misi dan mengungkap kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kurukaraita45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Neofourfive
Petunjuk :
Semua yang terjadi bukanlah kebetulan, pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu.
•••
Neofourfive. Sebuah kota yang berpusat 2 sekolah hebat. THE BINA GARUDA SCHOOL dan BIMA NUSANTARA NASIONAL. Banyak orang ketahui, jika keduanya adalah sekolah hebat dengan ribuan murid. Keduanya telah berdiri sejak 25 tahun silam, dan semakin maju perkembangan maka semakin pesat persaingan.
"Gawat! Musuh baca pergerakan kita! Semalam gue pantau cctv sekolah, dan kalian tau apa yang terjadi?" Rayn menjeda ucapannya sejenak, ia memijat pelipisnya dengan kasar.
"Shi! Buku itu ada copy-annya tanpa kita ketahui. Dan musuh ambil itu semalam, masalahnya buku itu lengkap tidak seperti buku aslinya. Jadi, mereka juga tau siapa dalangnya!" Papar Rayn.
"Gue gak percaya itu!" Ujar Akashi dengan cuek.
Hingga Rayn menampilkan sebuah rekaman video di laptopnya, setelah melihat isi rekaman akhirnya Akashi percaya juga keempat temannya.
"Itu? Apa yang dia tinggalkan?" Tanya Evelyn.
Rayn mengambil sebuah kertas yang ia selipkan di papan catur. "Ini isinya! Kalian baca kode itu!" Mereka melihatnya dengan seksama, dan mulai menerjemahkan arti kode tersebut.
"Ini bukannya kode telpon ya?" Tanya Akashi, menanyakan pendapatnya.
"Iya bener! Gue tau apa arti kode itu," dalih Daisen.
Bercelly berucap. "Apa?"
"Perang di mulai!"
"Perang?"
Rayn menggebrak meja dengan kasar. "Gak bisa! Kita harus lebih teliti,"
"Tujuan utama kita itu buat ungkap dulu kedok sekolah, tapi kenapa malah mereka yang menyerang kita?" Lisa bersuara.
"Udah, mending sekarang kita abaikan dulu mereka. Tapi kalo mereka bergerak, kita juga bergerak melawan. Ada 8 anak buat hadapin mereka dulu, sisanya kita fokus sama misi utama." Evelyn memberi pendapat, dan itu dapat diterima dengan baik oleh kelima temannya.
Rayn menatap papan catur yang ada di depannya, dia segera mengambil perhatian kelima temannya tersebut, untuk segera memperhatikan papan catur yang masih rapi, belum ada kemajuan selain Daisen sebagai kuda yang membentuk arah L, di sisi paling kanan.
Hingga dia memajukan 1 langkah pion anak berwarna hitam yang berada di depan kuda sebelah kiri. "Mereka maju, gue yakin yang semalam bukan tangan kanan dari direktur sekolah. Tapi salah satu dari anak ini, karena kita tau sendiri siapa 6 orang itu."
"Gue juga yakin! Pergerakan kita selanjutnya adalah lo Sen! Lo siap?" Tanya Akashi.
"Gue udah siapin semuanya, dan kita mulai sekarang." Daisen tersenyum smirk.
"Jadi maksud lo bagi 2 itu anak-anak?" Beo Bercelly, menatap Evelyn.
"Benar! Kita juga harus pantau pergerakan anak-anak," jawabnya.
Rayn terkekeh. "'Kan itu udah tugas gue, gue yang mantau kalian berlima dan 8 anak itu."
"8 anak siapa aja?" Dengan polosnya Lisa bertanya. Sedangkan, Bercelly dan Evelyn siap menyimak apa yang akan Rayn bahas.
"Ini Ghea, yang berada di depan gajah sebelah kiri, atau depan gue. Selanjutnya ini Dila, peringkat 9 sekolah." Rayn menunjuk pion sebelah kanan Ghea atau depan kuda sebelah kiri. "Pojok kiri ini Sila, peringkat 13."
Penjelasan selanjutnya oleh Akashi. Dimulai dari sebelah kanan Ghea. "Ini Asri, peringkat 8." Berlanjut hingga pojok sebelah kanan, sambil menunjuk satu-satu.
"Orun, peringkat 10. Irun, peringkat 7. Zidan, peringkat 12 dan Afgi, peringkat 11. Kalian semua paham?" Tanya Akashi. Membuat mereka mengangguk secara serentak.
"Kita ubah rencana awal, Daisen yang harusnya di depan raja, jadi pojok kanan ini." Rayn langsung memindahkan posisi tersebut sesuai maksudnya.
"Kenapa gitu?" Tanya Akashi.
Rayn menghela nafasnya. "Pergerakannya gak ke sana, karena musuh pasti akan menggerakkan pilar utama."
"Apa itu Renjana?" Celetuk Daisen.
"Iya! Gue rasa itu dia, kita lihat aja. Kita gak tau siapa aja nama dan identitasnya. Tapi mereka gak tau identitas asli kita, mereka tau hanya identitas fisik. Dan gue udah punya nama samaran dari awal. Udah 2 tahun berlalu, dan gue yakin mereka belum kenal gue sebagai Rayn."
"Apa nama samaran lo? Kok gue gak tau." Akashi terkekeh.
"Risyan."
Mereka semua terkekeh mendengarkannya, terkecuali Evelyn yang hanya diam saja. Rayn menatap Evelyn, ia dapat membaca perasaan Evelyn saat ini.
"Kenapa Risyan? Jauh banget," kelakar Daisen diakhiri tawa.
"Tiba-tiba kepikiran ya?" Beo Akashi, sedangkan Bercelly dan Callisany hanya menggelengkan kepalanya.
"Gak, gue sengaja aja. Itu nama samaran gue."
ΩΩΩ
"Kenapa harus Risyan?" Tanya Evelyn, secara tiba-tiba saat keempat temannya telah pulang terlebih dahulu. Evelyn sengaja, karena ingin berbicara dengan Rayn.
"Saya suka panggilannya."
"Tapi saya kurang suka, itu masa lalu dan tak ingin terulang lagi!"
Flashback on
"Jadi hari ini kita jadian?" Tanya Rayn secara antusias menatap Neshiya.
Ia menganggukan kepalanya sambil tersenyum. "Iya dong, Risyan."
"Apa Risyan?"
Neshiya membelakakan matanya. "Kenapa? Gak salah 'kan?" Tanyanya.
Rayn terkekeh begitu kencang. "Jadi selama ini kamu gak tau nama aku?"
"Bener 'kan? Aku dari awal cuman manggilnya aku kamu aja, sama kamu."
Rayn semakin terkekeh. "Kenapa Risyan sih? Jauh banget."
Neshiya menutup mulutnya. "Bener salah ya?" Pipinya merah padam.
"Salah lho, nama aku Rayn. Rayn Adhitama. Jauh banget Risyan deh," Rayn terkekeh semakin berlebih.
Kini Neshiya harus menahan malu seorang diri. "Gitu ya! Maaf, aku gak tau kan kita gak sekelas."
"Ya makannya ayok dong pindah IPA aja, biar sekelas sama aku."
Neshiya berpikir sejenak, dan itu membuat pandangan mata Rayn tak pernah lepas dari keimutannya. "Gak mau ah, aku kurang suka IPA. Itu susah, gak kayak IPS."
"Yeh, ya udah deh gimana kamu aja. Yang penting happy." Mereka berdua tertawa.
Flashback off
"Kenapa sih? Bukannya kamu suka panggilan itu?" Tanya Rayn dengan bangganya.
"Cukup ya! Semua itu hanya masa lalu, saya tak mau mengungkap masa lalu itu lagi. Kamu tau?-" Evelyn menggantungkan ucapannya, matanya mulai berkaca-kaca dan menatap Rayn. "Sakit jika saya harus ingat semuanya, dan kamu tak akan mengerti itu." Ia menunjuk-nunjuk dada bidang Rayn.
Rayn tak pernah menyangka jika Evelyn akan seperti ini. Tatapan lembut yang selalu ia dapat berubah tajam, merajamnya, dan menusuk. "M-maaf, bukan saya tak pernah mengerti itu. Tapi, bisa jika kita mulai semuanya dari awal? Saya siap menerimamu apa adanya."
Evelyn benar-benar tak habis pikir lagi. "Semua ini gak mudah bagi saya, jika kita masih ingin berteman tolong mengerti saya. Saya gak akan bisa ulang mas situ lagi, karena kita sekarang berbeda." Evelyn langsung meninggalkan Rayn tanpa sepatah katapun lagi.
Rayn tak pernah menyangka, semuanya akan benar-benar berubah 360° secepatnya.
...-ToBeContinued-...