Auristella Queensha Syahreza
Stella. Primadona sekolah,siapa yang tidak terpesona dengannya? Gadis cantik dan tajir semua orang mengaguminya.
Kenan Alvaro Melviano
Kenan. Mostwanted yang dikagumi para gadis. Tetapi memiliki sifat dingin yang tak tersentuh.
Sebuah keberuntungan bagi stella dapat berpacaran dengan kenan. Lelaki yang menurutnya romantis walaupun terkadang menjadi posesif Namun semua kandas ketika dia tahu bahwa kenan hanya menjadikannya bahan taruhan.
Seperti tidak ada rasa bersalah. Kenan tetaplah kanan,selalu mengekang stella walaupun tidak ada hubungan apa-apa.
🌸
"Gue ngak ijinin lo makan ini."
"Dan gue ngak perlu ijin lo." Sinis Stella.
"Gue ngak suka penolakan."
"Gue ngak perduli."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lailararista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Minta maaf
"Lo mau kemana Stel?" Tanya Alexa memperhatikan Stella yang berdandan.
"Kerja." Jawab Stella.
"Bukannya ini hari minggu?"
"Terus kenapa kalo ini hari minggu?" Stella memoleskan lip balm ke bibirnya.
"Emangnya lo gak libur?"
"Ya ngak lah Lex, malahan cafe rame hari libur gini." Stella memperhatikan penampilannya dicermin, setelah merasa sempurna. Stella menyambar tas selempangnya.
"Gue ikut ya."
"Ngapain?"
"Gue bosen di rumah."
Stella menghela nafas"Gak usah Lex, lagian lo ngapain nanti disana. Udah ah gue cabut dulu."
Sebelum Stella membuka pintu, Lauren lebih dulu membukanya.
"Kamu udah siap, temen kamu udah nunggu tuh diluar."
Stella mengerinyit, Stella rasa dia tidak punya teman selain Alexa.
"Siapa bun?"
"Cowok, katanya dia temen tempat kamu kerja."
"Aciee, udah dapet gandengan aja." Alexa muncul disamping Stella dengan muka konyolnya.
"Apaansih."
"Cepet pergi, nanti dia kelamaan nunggu. Kan sayang cogan disuruh nunggu." Lauren mengerling nakal.
"Cogan cogan, inget umur bun. Udah tua juga."
"Biarin aja, emang kalo udah tua gak boleh gaul gitu. Ya kan tan."
Lauren mengangkat jari jempolnya"yes."
"Bodo lah, aku pergi dulu." Stella menyalimi tangan lauren.
"Eh lo ngak salam sama gue." Teriak Alexa saat stella sudah menjauh.
"Lo ngapain pake jemput gue segala? Gue kan bisa pergi sendiri." Tanya stella saat sudah berhadapan dengan gavin.
"Ngak usah geer, gue lewat sini, sekalian aja kerumah lo." Cuek gavin. Gavin menaiki motornya lalu memasang helm.
"Lo mau naik, atau mau disini?"
Stella mencebik, namun dia tetap naik. Gavin memberikan helm kepada Stella. Stella menerima dan mencoba memasang tali pengikat helm tapi tidak bisa.
Melihat stella yang kesusahan, Gavin bertanya.
"Bisa gak?"
"Bisa kok." Stella berusaha memasangnya.
Gavin menghadap belakang dan membantu Stella memasangnya.
"Kalau ngak bisa bilang aja." Setelah selesai, Gavin berbalik dan menyalakan motornya.
"Gue bisa ya, helm lo aja yang keras." Bantah Stella.
Dari kejauhan ada seseorang yang mengambil gambar mereka berdua. Lalu mengirimnya kepada orang yang menyuruhnya.
Seorang pria menerima pesan dari orang suruhanya, untuk menjaga dan memantau gadisnya.
Dia menggeram melihat foto itu, pria itu meremas ponselnya lalu menyeringai.
"Dia mau balas dendam heh."
"Kita liat seberapa jauh lo mampu deketin Stella."
Pria itu tersenyum angkuh. Dia tidak akan pernah membiarkan siapa saja menyentuh Stella, gadisnya. Stella hanya miliknya, siapapun yang berusaha merebutnya akan berurusan dengannya.
...🌸...
Alexa menatap ponselnya yang berdering sedari tadi, dia baru keluar dari kamar mandi.
"Siapa sih?" Gumam Alexa.
Alexa mengambil ponselnya, dan tertera disana nama Nicholas. Alexa mengabaikan ponselnya yang terus berdering.
Alexa tidak mau mengangkatnya, karena masih sakit hati dengan perlakuan Nicholas kemarin.
Ponselnya terus berdering, Alexa menggeram mengambil ponselnya dengan kasar. Alexa menekan tanda hijau dan meletakannya ditelinga.
"Kerumah sakit sekarang, lokasinya gue share lock."
Belum sempat Alexa menjawab, Nicholas mematikan telvonnya.
Alexa memandang ponselnya yang menampilkan wallpaper dirinya. Alexa bangkit dan menukar bajunya.
"Kamu mau kemana sayang." Tanya Lauren ketika melihat Alexa yang baru keluar dari kamar dengan pakaian rapi.
"Aku mau keluar sebentar tan."
"Yaudah kamu hati-hati ya." Alexa tersenyum dan mengagukan kepalanya.
"Iya tan, aku berangkat dulu ya." Alexa mencium tangan lauren.
Setelah pamit, Alexa masuk kedalam taksi yang sudah dipesannya. Dia menyebutkan tempat tujuaannya.
Alexa termenung didalam taksi, memikirkan masalah yang dihadapinya. Kenapa Nicholas menyuruhnya kerumah sakit? Pertanyaan itu yang terus ada dibenaknya.
Saking terhanyut dalam lamunannya, Alexa sampai tidak menyadari bahwa taksi yang ditumpanginya sudah sampai ditempat tujuan.
Alexa membayar ongkos taksi dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Alexa memperlambat langkahnya ketika hampir sampai didepan sebuah kamar.
Alexa menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Tanganya dengan perlahan memegang knock pintu, membukanya.
Semua yang berada didalam menoleh. Alexa berdiri kaku, melihat semua orang yang dikenalinya. Papa, mama, Abangnya dan juga teman-temannya. Disana ada juga Axel yang tidak menatapnya sedikit pun.
Alexa berusaha menahan air matanya agar tidak keluar. Melihat mamanya yang begitu telaten menyuapi Marsya.
Alexa berusaha bersikap biasa. Alexa masuk menghampiri Nicholas.
"Ada apa nyuruh gue kesini?
Gue mau kesini bukan untuk diliatin dengan pandangan menjijikan kalian." Alexa berujar datar.
"Jaga omongan kamu Alexa!" Bentak Hendri.
Alexa tersentak dia kembali mengingat kejadian yang membuat dadanya sesak.
Alexa memejamkan matanya, Alexa menatap papanya tegas.
"Sekarang mau papa apa?"
"Kalo kamu masih mau dianggap anak. Minta maaf sama Marsya sekarang."
Alexa menatap mata Hendri dengan pandangan terluka. Minta maaf? Bahkan dia tidak tau salahnya apa.
"Aku gak buat salah, buat apa minta maaf."
"Lo gak usah membangkang Alexa!"
"Membakang?" Alexa beralih memandang Nicholas. "Membangkang lo bilang? Apa pernah gue gak nurutin keinginan lo? keinginan papa,....mama? Gue selalu nurut. tapi kali ini gue gak akan ngelakuin apa yang kalian minta. Karena gue gak salah."
Alexa yang hendak berbalik terdiam mendengar kata papanya.
"KALO KAMU GAK MAU MINTA MAAF, JANGAN HARAP SAYA AKAN MENGANGGAP KAMU SEBAGAI ANAK!"
Alexa berbalik, mereka terkejut menatap alexa termasuk Axel. Axel menatap Alexa dalam diam.
Alexa berbalik dengan mata memerah. Alexa yang semula ceria, tidak pernah terlihat menangis sekarang menangis. Wajahnya terlihat begitu putus asa.
"Oke, kalo itu mau kalian. Aku akan turuti."
Alexa berjalan menghampiri brangkas marsya. Marsya memeluk lengan Citra, seperti takut dengan Alexa. Citra memeluk Marsya untuk menenangkannya. Cih drama!
"Gue...minta maaf."
"Kalo minta maaf yang tulus. Kamu buat Marsya takut." Ucap Citra saat Alexa mengucapkan maaf terkesan jutek.
Alexa menuruti keinginannya, dia berusaha tersenyum. Walaupun matanya terus mengeluarkan air mata.
"Marsya, gue minta maaf atas apa yang gue lakuin sama lo." Meski gue gak pernah buat kesalahan.
Setelah mengatakan itu Alexa berbalik.
"Makasih udah pernah menjadi orang tua dan juga kakak yang baik buat aku. Semoga dia bisa menggantikan aku, aku pamit. Kalian gak usah cemas aku baik-baik aja."
Alexa menutup pintu dengan pelan. Alexa bersandar di dinding koridor rumah sakit. Dia menutup mulutnya, menahan isak tangisnya. Alexa tidak menyangka hal ini akan terjadi untuk kedua kalinya dihidupnya. Tidak dianggap sama keluarga sendiri. Rasanya sangat sesak.
Seseorang berdir dihadapan Alexa, Alexa mendongak menata orang itu.
"Kenapa? Lo juga mau nyalahin gue. Kalo lo kesini cuma untuk memojokan gue lebih baik lo pergi, gue gak butuh lo, gue gak butuh orang yang gak pernah percaya sama gue hiks."
Axel menarik Alexa ke dalam pelukannya. Alexa menangis keras di pelukan Axel. Axel memeluk Alexa erat, tidak peduli bajunya basah karena air mata.
Axel tidak pernah melihat Alexa serapuh ini, terakhir dia lihat ketika mereka masih kecil. Saat Marsya datang kerumahnya.
"Maafin gue, gue sempat gak percaya sama lo."