Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XXVII APAKAH ITU ADA
Pak Dul, pak Samin, pak Kandeg juga pak Mano yang berada di situ saling menatap. Mereka beranggapan bahwa suara burung hantu tadi pertanda akan ada sesuatu yang aneh. Dalam keadaan itu, pak Samin berdiri lalu matanya memandang sesuatu di atas sana. Ia menoleh, sambil berkata,
" Coba, apa yang kau lihat itu sama dengan apa yang kulihat, kalian perhatikan warna putih itu, coba sini," kata pak Samin, membuat yang lain jadi penasaran karena ia selalu mengatakan begitu.
Sementara pengalaman dari mereka itu masih teringat kalau pak Samin cuma basa basi, ujung-ujungnya pasti ada apa-apa dari pantatnya.
Karena merasa penasaran, akhirnya orang-orang disitu pun mendekati pak Samin, termasuk pak Dul yang sudah bosan dengan kelakuan pak Samin. Semua mendekat dan terus mendekat, hingga pas di dekat pak Samin, tiba-tiba, pak Samin menjatuhkan kaleng bekas , dan suaranya itu begitu keras,
" Duuuuaaaaaarrrr, creng..creng"
Kontan, mereka terkejut hingga ada yang hampir terjatuh, sementara pak Dul yang di belakang, ia pun terjengkang dan terjatuh.
" Kedebluuuuuuuugh"
" Dasar sompret karet luh, " kata pak Dul.
Sementara yang lain hanya bisa mengeluh kesakitan, dan saat itulah pak Samin mau duduk, lalu.....
" Duuuuuuut...duuuuuut ..tet "
" Waduuuuuuh...Min Samiiiiin, gila luh Min, dasar sontoloyo," kata pak Mano.
" Dasar luh....sudah tua nggak pernah rubah sifatnya, pitak," hardik pak Dul.
Lalu mereka berhenti ketika mendengar suara rengekan anak kecil dari dalam rumah. Mendengar suara itu lalu pak Dul berkata,
" Sudah ....sudah...bubar saja, tuh cucuku jadi terbangun gara-gara si sompret Samin," ketus pak Dul.
Akhirnya mereka membubarkan diri setelah membereskan barang-barang bekas minum teh manis dan kopi serta baki bekas makanan ringan dan gorengan.
Pagi itu seperti biasa Hadi sudah datang dan siap mengantarkan ibu Sukesih, ibunya Bakrun berjualan, ia sedang menikmati sarapan dengan nasi uduk, juga minum air putih, serta lauk gorengan tempe. Selama ikut sama ibu Sukesih, ia selalu mengumpulkan hasil upahnya, dan berhasil untuk membeli sepeda walaupun sepeda bekas.
Sedang asyik menikmati sarapan, ia melihat dari ujung sana tampak seseorang berjalan sambil membawa tas dan juga ransel, diikuti oleh seorang perempuan.
" Hei bo.....ha uh ha ang ya bo, lun.....bah lun......uk mang ha ang lun," teriak Hadi saat melihat Lukman bersama istrinya.
" Hai.....Hadiiiiii, sehat luh...", teriak Lukman.
" Hai Man....syukur kamu datang, istirahat dulu , ntar malam nanti ke sini kalau nggak capek ya," kata Bakrun yang kaget saat lagi di belakang.
Bakrun memang pagi itu sudah berada di rumah ibunya , karena banyak pesanan gorengan. Ia datang sebelum waktu Subuh, dan dirinya memang sudah memberitahu bahwa ibunya lagi banyak orderan.
Beberapa menit kemudian, muncullah Heru dan Dakir.
" Wah....terlalu kau Run, saya tadi ke sana , lalu istrimu bilang kau sudah ke sini, katanya lagi banyak orderan ibumu," kata Dakir.
" Hei bro, sepeda baru nih, hebat ya anak ganteng ini," celoteh Heru kepada Hadi.
" hi ah aha luh , nga halu aih he as, he e ha he as," kata Hadi.
" Oooooh kirain baru, ternyata sepeda bekas, lumayan lah masih bagus tuh," kata Heru.
" Tapi nggak ada rem nya ya," celoteh Dakir.
" A ha , cu lem," kata Hadi.
Dakir tiba-tiba mendekat, mencari sesuatu di sepeda itu.
" Mana nggak ada rem kok ", kata Dakir.
" Hi lem.....hi lem," tegas Hadi.
" Nggak ada kok, mana nggak ada rem," kata Dakir.
" Wah ha al hu ca cih," kata Hadi.
" Hei Pe A, rem....rem...tadi kamu bilang lem, makanya saya cari," kata Dakir.
Mereka yang melihat semua itu hanya tertawa cakakakan.
Akhirnya mereka berangkat kerja sementara Hadi masih menata barang dagangan, dibantu sama ibu Sukesih.
Di rumah pak Yudi, ketiga sahabat itu selelu kompak, bekerja bersama, saling pengertian dan saling bantu membantu.
" Bakrun.....ke sini sebentar, ada yang perlu diobrolkan, sini Run," kata pak Yudi.
" Iya pak," sahut Bakrun.
" Run...sini...duduk .....ini minumnya", kata Ibu Lia.
Bakrun duduk di hadapan pak Yudi dan ibu Yati, mereka akan membicarakan sesuatu yang mungkin sangat penting tentang perusahaan atau yang lain, dan di samping itu merupakan suatu kehormatan bagi Bakrun.
" Begini Run, saya kan punya saudara di desa sebelah, ya kurang lebih 1 jam kalau ke sana, itu di sana ada rumah saudara yang kosong, tujuan saya, bagaimana kalau di sana akan dilakukan usaha seperti ini, saya percaya , kamu bisa menangani masalah ini," kata pak Yudi.
" Itu tujuan baik pak, untuk mengembangkan usaha ini, maaf...saya harus membicarakan hal ini dulu bersama keluarga," jawab Bakrun.
" Ya sudah, kalau begitu saya tunggu hasil rundingan dari kamu Run," ujar pak Yudi.
Akhirnya, pembahasan itu ditutup oleh pak Yudi. Bakrun kembali bekerja sebagaimana biasa, Dakir dan Heru sedang mengaduk bahan, sementara ibu-ibu menata cetakan yang akan dituangkan sabun. Pekerjaan itu merupakan usaha rumahan yang sangat bermanfaat, di samping mendapat pemasukan, juga mengurangi pengangguran. Pada intinya niat bekerja akan berhasil suatu saat dengan catatan tetap konsisten walau semuanya akan banyak ujian dan cobaan.
Siang itu , Bakrun sudah pulang dari tempat kerjanya, setelah selesai makan, ia mengobrolkan masalah di tempat kerja.
" Itulah Nel, jadi gimana menurut kamu, apakah setuju saya ambil atau buat yang lain ?" tanya Bakrun.
" Kalau dibilang nggak malah jadi nggak enak sama pak Yudi, tapi kalau dibilang iya , gimana dengan saya dan anak kang, jadi nanti saja saya obrolin sama ibu," jawab Neli.
" Ya sudah, apapun ibu harus tahu soal ini, supaya tidak jadi salah paham," kata Bakrun.
Pembicaraan mereka akhirnya tergantung pendapat ibu Lia selaku ibu Neli. Bukan berarti seorang Bakrun arogan atau mentang-mentang sebagai suami jadi bertindak seenak sendiri, semua yang mereka jalani harus saling bisa menghargai, itulah salah satu cara supaya kebahagiaan mereka selalu ada dan nyata.
Sesuai janji bahwa malamnya Lukman akan ke rumah Bakrun, saat itu jam sudah menunjukan pukul 19.45 WIB, Bakrun sedang duduk di teras, dengan hidangan minuman kopi juga cemilan gorengan, di samping itu ada termos dan beberapa gelas. Sedang asyiknya ia minum, dari depan pintu gerbang, muncullah Lukman, Dakir, Heru, Yanto juga Maman. Mereka datang sambil membawa bungkusan kresek dengan beberapa botol minuman kemasan.
" Assalamu'alaikum...", sapa Lukman dan kawan-kawan.
" Wa alaikum salam, sini masuk bro," jawab Bakrun.
Mereka semua berkumpul di teras rumah. Persahabatan mereka begitu rukun, dan saling merasakan.
" Gimana kabar kamu di rumah saudara sana Man ?" tanya Bakrun kepada Lukman.
" Baik Run....katanya mau rantau, buka usaha di desa tetangga Run ," kata Lukman sambil bertanya rencana pak Yudi.
"