NovelToon NovelToon
THE MASK OF SILENCE

THE MASK OF SILENCE

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir
Popularitas:401
Nilai: 5
Nama Author: MishiSukki

Di balik reruntuhan peradaban sihir, sebuah nama perlahan membangkitkan ketakutan dan kekaguman—Noir, sang kutukan berjalan.

Ditinggalkan oleh takdir, dihantui masa lalu kelam, dan diburu oleh faksi kekuasaan dari segala penjuru, Noir melangkah tanpa ragu di antara bayang-bayang politik istana, misteri sihir terlarang, dan lorong-lorong kematian yang menyimpan rahasia kuno dunia.

Dengan sihir kegelapan yang tak lazim, senyuman dingin, dan mata yang menembus kepalsuan dunia, Noir bukan hanya bertahan. Ia merancang. Mengguncang. Menghancurkan.

Ketika kepercayaan menjadi racun, dan kesetiaan hanya bayang semu… Siapa yang akan bertahan dalam permainan kekuasaan yang menjilat api neraka?

Ini bukan kisah tentang pahlawan. Ini kisah tentang seorang pengatur takdir. Tentang Noir. Tentang sang Joker dari dunia sihir dan pedang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MishiSukki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Awal yang Tragis

Di pinggiran kota yang dipenuhi kabut dan kemiskinan, sebuah rumah kecil dan kumuh berdiri dengan gagah di tengah kehancuran zaman. Rumah itu terbuat dari kayu lapuk yang sudah tergerus oleh waktu, dindingnya yang dulunya kokoh kini tampak rapuh dan pecah-pecah.

Atapnya bocor di beberapa tempat, dan setiap kali hujan turun, air akan merembes masuk, menambah beban bagi penghuni yang tak berdaya di dalamnya.

Rumah itu berada di daerah yang terabaikan, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota yang lebih makmur. Dikelilingi oleh ladang yang sudah lama tidak terurus dan jalan setapak yang sempit, rumah itu tampaknya menjadi tempat terakhir bagi mereka yang tak mampu bertahan di kota besar.

Di luar, udara berbau lembap dan tanah yang basah, sementara langit selalu terlihat kelabu, dipenuhi awan tebal yang menghalangi cahaya matahari.

Di dalam rumah, suasana tak kalah suram. Penerangan hanya berasal dari beberapa lilin yang nyala redup, memantulkan bayangan panjang di dinding yang penuh dengan retakan. Lantai kayu yang berderit setiap kali diinjak sudah kehilangan kehalusannya, dan sebagian besar furnitur di dalam rumah hanyalah benda-benda yang sudah tua, terkikis oleh waktu dan ketidakpedulian. Tidak ada kehangatan, tidak ada keceriaan.

Hanya ada rasa dingin yang merayap ke seluruh ruangan, menggigit kulit yang mulai kehilangan kelembutan.

Di sudut rumah, sebuah perapian yang sudah lama tidak digunakan berdiri dengan debu tebal menutupi batu bata yang mulai retak. Ruang tamu yang kecil hanya diisi oleh beberapa kursi kayu yang usang, meja kayu yang salah satu kakinya patah, dan tumpukan barang-barang yang tidak berguna lagi.

Setiap sudut rumah ini berbicara tentang keputusasaan, tentang kehidupan yang dipenuhi oleh perjuangan tanpa henti dan harapan yang sudah lama memudar.

Jalan-jalan berdebu dan penuh dengan lumpur, sementara para penghuninya—petani dan pekerja kasar—hanya bisa berjalan dengan langkah lesu, terhimpit oleh beban hidup yang semakin hari semakin sulit. Tidak ada tempat untuk melarikan diri, hanya ada rutinitas yang menekan dan menahan mereka di tempat yang tidak mereka inginkan.

Namun, meskipun rumah itu terlihat seperti tempat yang telah dilupakan oleh waktu, ada sesuatu yang tersisa—sesuatu yang tidak bisa dihancurkan oleh kekerasan dunia ini. Meskipun keadaannya buruk, rumah itu tetap menjadi tempat berlindung, tempat untuk mereka yang tidak punya pilihan lain.

Bagi mereka yang tinggal di dalamnya, itu adalah rumah mereka, satu-satunya tempat yang mereka miliki. Dan meskipun dunia di luar penuh dengan kekerasan, kesulitan, dan penderitaan, di dalam rumah itu, masih ada kenangan-kenangan yang tak terlupakan.

Kenangan akan masa-masa sebelum semuanya berubah, ketika rumah itu masih tampak baru, ketika keluarga yang dulu tinggal di sana penuh dengan harapan. Tapi sekarang, semua itu sudah menjadi bayangan yang hanya bisa dikenang, tersimpan dalam lorong waktu yang panjang dan gelap.

Noir terbangun dengan mata yang terbuka perlahan. Kegelapan masih menyelimuti ruang di sekitarnya, dan udara di dalam rumah itu terasa dingin dan lembap. Ia merasakan tubuhnya yang kecil, seakan-akan ia bukanlah pria yang sudah tua dan lelah, melainkan seorang anak laki-laki yang belum tahu apa-apa tentang dunia yang keras ini.

Ia memandangi sekitar, dan sekejap, segala rasa kebingungannya mulai terhapus oleh suasana yang begitu familiar dalam ingatan barunya. Rumah itu—rumah yang terbuat dari kayu lapuk dan batu bata yang sudah mulai retak—ternyata adalah rumahnya. Sebuah rumah yang kumuh dan tak terurus, namun terasa seperti rumah bagi seorang anak yang hidup dalam keterbatasan.

Usianya baru sembilan tahun, lebih muda dari kenangan yang pernah ia alami sebagai orang dewasa. Di sampingnya, sebuah selimut tipis yang kusut, berbau lembap, menutupi tubuhnya. Mata Noir terbuka lebar, bingung dan terkejut. Di luar, suara angin yang berhembus di sela-sela dinding kayu mengingatkan dia pada masa kecil yang penuh dengan keputusasaan.

Ia mendengar suara dari luar kamar—suara langkah kaki yang berat, bunyi pintu yang terbuka, dan suara percakapan yang rendah. Suara itu datang dari orang tua yang tinggal bersama di rumah itu, yang sudah sangat lelah dengan hidup yang penuh perjuangan. Mereka bertahan hidup dengan sedikit yang mereka miliki, berjuang untuk makanan dan bertahan di tengah kehancuran kota yang terus berkembang.

Noir tidak mengerti sepenuhnya apa yang terjadi, tetapi sesuatu dalam dirinya merasa terjebak. Ia tahu, di kedalaman hatinya, bahwa ia tidak benar-benar ada di masa kecilnya. Ia terperangkap dalam mimpi atau semacam realitas paralel. Ia melihat dunia ini, namun dengan mata yang lebih dewasa, lebih tahu tentang kebusukan dan penderitaan yang akan datang.

Di luar jendela yang kotor dan berdebu, ia melihat pemandangan yang tak banyak berubah: kota yang penuh dengan debu, sementara jalan-jalan berlumpur dipenuhi oleh orang-orang yang tampak lelah, tak punya tujuan. Dunia ini seakan-akan sudah terperosok dalam ketidakberdayaan, dan kehidupan yang dijalani para penghuninya hanyalah satu perjuangan tanpa akhir.

Dengan langkah kecil yang gemetar, Noir bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu kamar. Tangannya meraba dinding kayu yang dingin, merasakan setiap retakan yang ada, seakan mencoba untuk meresapi semua yang ada di sekitarnya. Dia menatap sejenak ke luar jendela, memandangi dunia yang terbentang di hadapannya, penuh dengan kesulitan dan keputusasaan yang tidak bisa dihindari.

Noir, yang kini hanya seorang anak laki-laki berumur sembilan tahun, merasa bahwa hidupnya baru saja dimulai. Dan dia memulai kehidupan barunya di dunia yang sama dengan kehidupan sebelumnya. Dunia yang rusak dan bobrok. Tapi kali ini, ia akan bermain dengan aturan yang berbeda.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!