Sulastri tak menyangka kalau dia akan jadi korban pemerkosaan oleh pria yang tak dia kenal, dia sampai hamil dan dihakimi oleh warga karena merasa kalau Sulastri merupakan wanita pembawa sial. Sulastri meninggal dunia dan menjadi kuntilanak.
Wanita yang menjadi kuntilanak itu datang kembali untuk membalas dendam kepada orang-orang yang dulu membunuhnya, dia juga terus gentayangan karena mencari siapa yang sudah merenggut kesuciannya.
Jangan lupa follow Mak Othor biar gak ketinggalan up-nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BD Bab 12
"Gun, tadi malam aku mimpiin Lastri. Dia jadi kuntilanak, ngejar-ngejar aku lagi. Badannya penuh darah, perutnya bolong. Hiiih, serem!"
Wandi mengutarakan apa yang dia mimpikan tadi malam kepada Gunawan, kini keduanya sedang di sungai. Mereka duduk berdua sambil memancing ikan, karena memang kedua pemuda itu merupakan pengangguran.
"Masa sih? Kamu mungkin terlalu banyak pikiran, makanya memimpikan Lastri. Lagi pula wanita itu sudah mati, walaupun kita tidak tahu di mana dia dikubur, tetapi aku yakin kalau Lastri tidak akan mungkin mengganggu kita. Apalagi sampai menjadi kuntilanak," ujar Gunawan.
Wandi merasa kalau apa yang dikatakan oleh Gunawan itu tidak benar, karena beberapa hari ini banyak orang yang melihat kuntilanak. Ciri-cirinya sama seperti Sulastri, dia takut kalau kuntilanak itu akan datang untuk membalas dendam.
"Tapi, Gun. Sudah banyak orang yang melihat kuntilanak di dekat gudang terbengkalai, aku curiga kalau kuntilanak itu adalah Lastri. Karena wanita itu meninggal saat hamil," ujar Wandi.
"Sudah-sudah, kamu itu tidak perlu membahas Lastri lagi. Bisa gila nanti, mending mancing aja."
"Kamu tuh dibilanginnya malah gitu, tapi jujur ya. Setelah hari itu kita mau meminta Lastri untuk melakukannya dengan kita, punya aku tuh sering bangun. Kalau kebayang tubuh Lastri yang aduhai itu suka bikin aku pengen."
"Nah! Kalau kamu cerita hal itu aku setuju, aku juga sering pengen. Tiba-tiba saja punya aku bangun, sialan banget emang tuh cewek! Bodinya aduhai baget, kamu bisa lihat sendiri kan' pas di kamar mandi? Dada sama bokongnya gede dan bulet, sayangnya gak bisa megang."
"Sampean bener, kelamaan nge-bujang membuat aku pengen. Apa tidak sebaiknya kita mencari wanita malam saja? Gak tahan aku lama-lama bayangin tubuh Lastri," ujar Wandi.
Plak!
"Aduh!" keluh Wandi karena tiba-tiba saja pundaknya dikeplak menggunakan sendal jepit milik Gunawan.
"Sampean itu jangan gila! Kalau mau menggunakan jasa perempuan malam tentunya kita nggak ada duit, yang kedua perempuan malam juga nggak sehat. Bisa saja menularkan penyakit," ujar Gunawan.
Kedua pemuda itu merupakan pengangguran, mereka tidak memiliki uang. Untuk makan mungkin masih bisa memancing di sungai, atau mungkin memetik sayuran. Namun, untuk membeli rokok mereka masih meminta kepada kedua orang tuanya.
Kalau kedua orang tua mereka tidak memiliki uang, keduanya akan pergi ke perkebunan tembakau. Mereka akan menawarkan jasa untuk membantu para juragan tembakau bekerja, setelah mendapatkan upah barulah mereka bisa melinting tembakau. Itu pun harus menunggu tembakau itu kering terlebih dahulu.
"Iya juga sih," ujar wadi sambil mengusap-usap pundaknya yang terasa panas. "Terus, kita harus bagaimana? Usia sudah memasuki umur dua lima, tapi jujur pengen banget ngerasain numpak wedok."
Semakin lama memancing di sungai, keduanya semakin merasa dingin dan pikiran pun jadi ngaco. Keduanya ingin melakukan hal yang tidak seharusnya.
"Bagaimana kalau kita cari cewek polos aja, alasannya kita pacarin. Padahal cuma mau ditunggangi," usul Gunawan.
Wandi nampak berpikir dengan begitu keras, di kampungnya, kedua pemuda itu sudah terkenal pengangguran dan dihindari para gadis desa. Bagaimana caranya mereka bisa mendapatkan kekasih? Bagaimana cara mereka bisa memanfaatkan wanita untuk kebutuhan biologis mereka?
"Kayaknya idenya terlalu sulit, Gun. Siapa juga gadis desa di sini yang mau pacaran sama kita?"
Pletak!
"Aduh! Keningku sakit goblokk! Asuuuu!" pekik Wandi karena Gunawan menyentil jidat Wandi dengan cukup kencang.
Wandi sebenarnya yang begitu kesal mendapatkan perlakuan seperti itu dari Gunawan, rasanya dia ingin mendorong temannya itu agar tercebur ke sungai. Namun dia tahan, karena memang hanya Gunawan yang mencari sahabat penganggurannya selama ini.
Berbeda dengan Johan dan juga Wisnu, kedua pemuda itu masih memiliki pekerjaan. Johan bekerja di pabrik frozen food milik juragan Saleh, sedangkan Wisnu bekerja di pasar sebagai tukang panggul sayur.
Sebenarnya peluang untuk bekerja itu selalu ada, tetapi keduanya memang terkenal malas dan tidak ingin bekerja. Kedua orang tua Gunawan dan Wandi saja sampai merasa capek memberitahukan keduanya.
"Emang kamu goblokk! Kita jangan nyari cewek di kampung ini, kita nyari cewek di kampung sebelah. Belum ada yang tau tentang kebobrokan hidup kita berdua ini."
Setidaknya walaupun belum bisa menikah karena tidak ada yang mau menerima pemuda pengangguran seperti mereka, setidaknya mereka bisa memiliki kekasih untuk penyaluran hasratt mereka yang sangat menggebu.
"Kamu benar," ujar Wandi yang merasa sangat setuju dengan usulan dari Gunawan itu.
"Nanti malam kita pergi ke kampung sebelah, sekarang kita mancing dulu aja."
Padahal waktu sudah sangat sore, langit yang cerah juga sudah berubah warna menjadi Jingga. Namun, keduanya masih betah di sungai untuk memancing. Mereka berharap akan mendapatkan banyak ikan.
Selain untuk dimakan dengan keluarganya, keduanya berharap bisa menjual ikan yang mereka dapatkan agar bisa mendapatkan uang. Siapa tahu bisa untuk bekal mereka mengencani perempuan yang ada di kampung sebelah.
"Aku balik duluan ah, ember aku udah penuh."
Waktu maghrib sebentar lagi tiba, Wandi yang melihat ember miliknya sudah penuh dengan ikan memutuskan untuk pulang saja.
"Aku bentar lagi ah, dua kali mancing lagi juga penuh tuh ember."
"Sekarang aja yuk? Biar bisa jual ikannya terus mandi dan pergi ke kampung sebelah, biar bisa langsung dapat cewek."
"Sampean bawel tenan, udah pulang aja dulu sana. Jual ikan punya sampean, aku dikit lagi nyusul."
"Iya deh, janga lama. Nanti gak jadi dapet cewek bahenol," ujar Wandi mengingatkan.
"Beres," jawab Gunawan sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Wandi akhirnya pulang terlebih dahulu, sedangkan Gunawan nampak asik memancing. Hingga tak lama kemudian dia mendapatkan ikan yang besar.
"Yes! Bisa pulang, langsung jual aja ikannya. Biar dapet duit banyak. Buat deketin cewek, nyari anak kecil aja yang masih bau kencur. Dirayu dikit pasti nurut, bisa diajak enak-enak."
Gunawan tersenyum-senyum, lalu dia memutuskan untuk pulang. Namun, ternyata jalan yang biasa dia lalui tertimbun longsor. Gunawan tidak bisa melewati jalan itu.
"Loh! Tadi berangkat jalan ini belum longsor, kok sekarang longsor ya?''
Gunawan berpikir dengan keras, hingga akhirnya dia memutuskan untuk pulang dengan jalan memutar. Jalan yang melalui taman dan juga melewati gudang.
"Duh! Kok mati lampu sih?"
Gunawan merasakan jalannya kesulitan, karena tidak ada pencahayaan. Dia juga lupa membawa senter, hingga saat melewati gudang terbengkalai Gunawan melihat ada cahaya dari dalam gudang itu.
Bukan cahaya yang berasal dari lampu, tetapi seperti ada orang yang sedang membuat api unggun di sana.
"Apa mampir ke sana dulu kali ya? Setelah lampu nyala baru pulang, kan' lumayan kalau aku ke sana dulu. Bisa bakar ikan juga," ujar Gunawan.
Gunawan berpikir kalau di dalam gudang itu ada orang, dengan cepat dia masuk ke sana. Namun, setelah masuk ternyata tidak ada orang sama sekali. Hanya ada api unggun yang menyala.
"Kok ada api unggun tapi nggak ada orang? Bagaimana kalau misalkan kebakaran?"
Gunawan awalnya merasa khawatir, tetapi lama-kelamaan dia merasa masa bodoh. Yang terpenting saat ini dia tidak berada dalam kegelapan, dia mendekat ke arah api unggun, lalu menghangatkan kedua telapak tangannya.
"Dingin banget hawanya, anginnya udah kaya es. Padahal ada api unggun," ujar Gunawan.
Gunawan tiba-tiba saja merasa diterpa hujan salju, karena badannya terasa dingin sekali. Terlebih lagi dengan pundaknya, terasa berat dan sangat dingin.
"Aih! Kenapa makin dingin? Kenapa dinginnya hanya di pundak saja?"
Gunawan meraba pundaknya, tetapi anehnya dia merasa ada tangan yang saat ini sedang menyentuh pundaknya. Dengan cepat dia menolehkan wajahnya ke arah belakang.
"Si---- siapa kamu?!" teriak Gunawan karena dia melihat sosok wanita berpenampilan lusuh yang sedang berdiri di belakangnya dengan kedua tangannya yang bersandar pada kedua pundaknya.
***
Kisah Bulan Mak Othor hapus, karena ternyata Mak Othor sedang banyak kesibukan di dunia nyata. Kalau misalkan bulan depan di up ulang, apa ada yang mau baca?
ternyata begitu ceritanya... dasar laki-laki...
jahat pula...
kalo ada udaku geplek pala abg syahdan 🤣
syahdan ini udah termakan omongan ibunya.. kasihan juga sih.. nggak tau apa-apa, malah dimanfaatkan ibunya..