NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12. Rasa menjadi yang kedua. (Bisa dinikmati, tidak pernah diakui)

Mobil melaju menembus pagi yang masih diselimuti kabut tipis.

Kinanti duduk di kursi belakang, tubuhnya sedikit meringkuk, tangan meremas sandaran jok depan. Nafasnya berat dan sesekali terdengar erangan tertahan. Perutnya yang membuncit seperti bola hampir pecah itu bergerak-gerak pelan, tanda bayi di dalamnya mulai memberi kode.

Di sebelahnya, David duduk nyaris tak berkedip. Wajahnya pucat, matanya menyapu jalanan dengan cemas seolah berharap rumah sakit itu segera muncul di tikungan terdekat. Tangan kirinya menggenggam jemari Kinanti erat, sementara tangan kanan terus menyeka keringat dingin di dahinya sendiri.

“Bentar lagi, Sayang. Tahan sebentar lagi, ya. Kita hampir sampai,” ucap David, mencoba terdengar tenang padahal hatinya nyaris runtuh oleh ketegangan.

Kinanti hanya mengangguk, bibirnya tertarik dalam senyum lemah yang hampir tak terbentuk. “Dia… pengen cepet keluar kayaknya… Mas.” bisiknya pelan.

Di kursi depan, duduk seorang gadis muda dengan wajah penuh tanda tanya.

Naura menggigit bibir, matanya tak henti melirik kaca spion tengah, memperhatikan dua sosok di belakang. Tapi yang menjadi fokusnya bukan Kinanti yang sedang mengejan, melainkan David yang tampak begitu… khawatir.

Wajah itu tak pernah segelisah ini saat bersama dirinya. Memperlihatkan cinta yang begitu besar.

“Naura, kau pegangin tas Mbak Kinan itu ya. Di dalam ada buku kontrol dan dokumen rumah sakit,” suara Kang Diman menyadarkannya dari lamunan.

Naura mengangguk, mengambil tas yang dimaksud dan meletakkannya di pangkuan. Tangannya menggenggam resleting tas erat, tapi pikirannya tidak bisa keluar dari caranya David menatap Kinanti. Ada sesuatu yang menusuk. Cemburu? Mungkin. Tapi lebih dari itu, seperti ditampar kenyataan bahwa dirinya hanyalah… pengalih sementara.

Kang Diman, lelaki paruh baya dengan wajah bersahaja itu, menekan pedal gas lebih dalam saat melihat jalan mulai lengang. Mobil menyalip beberapa kendaraan dengan hati-hati.

“Sebentar lagi sampai, Bu! Tahan ya!” teriak Kang Diman dari balik kemudi.

Kinanti menggertakkan giginya. Air matanya mengalir karena rasa nyeri yang mulai menggulung dari perut ke pinggang. David semakin panik, ia memencet bel rumah sakit dari layar ponsel sambil menggenggam tangan istrinya lebih erat.

"Sudah nelpon rumah sakit?!" tanya Naura cepat.

David mengangguk cepat, tanpa menoleh ke arah Naura. "Sudah. Mereka siap di IGD."

Naura mendengus pelan, menelan kembali kecemburuan yang mengganjal. Kenapa dia berharap diperlakukan seperti itu juga?

**

Lima menit kemudian, rumah sakit besar dengan lampu darurat yang menyala terlihat di depan mata. Kang Diman menepi cepat, dan beberapa petugas medis dengan seragam putih berlari ke arah mobil begitu pintu belakang dibuka.

"Kontraksi sudah berapa menit sekali?" tanya salah satu bidan pada David.

"Kurang dari lima menit," jawab David tergesa.

Dengan cekatan, Kinanti dipindahkan ke ranjang dorong dan dibawa masuk ke ruang bersalin. David nyaris tak mau lepas dari sisi Kinanti, tetapi seorang perawat menahannya di depan pintu.

“Maaf, Pak. Tunggu di luar dulu. Kami akan segera memberi kabar,” ucap perawat dengan ramah tapi tegas.

David mengangguk pasrah, langkahnya berat saat perlahan menjauh dari pintu ruang bersalin. Ia berdiri di depan pintu, seolah enggan bergerak satu langkah pun dari tempat itu. Tangannya mengepal, dadanya sesak oleh kekhawatiran.

Naura berdiri beberapa meter di belakang, memperhatikan punggung David yang kini membeku. Ia ingin menghampiri, menghibur, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi hatinya sendiri masih remuk. Ia merasa tidak punya hak.

“Mas Davit…” panggilnya pelan.

David tidak menoleh, tetap berdiri tegap menatap di kaca pengintai. Naura tahu, lelaki itu bahkan mungkin lupa dia ikut di dalam mobil. Hingga saat ini dia memilih mengacuhkan dirinya.

“Kalau kamu bisa bahagia sama dia… kenapa pernah datang padaku?” bisik Naura, tidak untuk didengar siapa-siapa, hanya untuk hatinya yang sedang retak. Naura lupa kalau yang kedatangan David padanya hanya berperan sebagai kakak ipar, tapi dirinya sendiri yang memulai terus menggoda David.

Kang Diman menghampiri Naura dan menepuk bahunya pelan. “Udah, Nduk. Kita doain aja semoga selamat Mbak Kinanti dan bayinya.”

Naura mengangguk, lalu memilih duduk di kursi ruang tunggu yang dingin. Suara langkah dokter, suara pintu ruang operasi, semua seperti gema asing di telinganya. Ia memejamkan mata, sibuk dengan perasaan yang kebat kebut tak menentu.

**

Beberapa jam berlalu. Matahari sudah tinggi. Dan akhirnya, pintu ruang bersalin terbuka. Seorang perawat muncul dengan senyum lebar di wajahnya.

“Selamat, Pak David. Bayinya perempuan. Ibu dan bayi sehat.”

David sontak bangkit, matanya membelalak. “Perempuan?”

“Iya. Cantik sekali,” jawab perawat sambil memperlihatkan foto dari ponselnya.

David tertawa kecil, lalu mengusap wajahnya. Harapan untuk punya anak laki-laki seketika sirna. Tapi rasa syukur dan kebahagiaan justru jauh lebih besar.

David berjalan cepat ke sisi ranjang saat Kinanti dibawa keluar, wajah pucat wanita itu tersenyum lemah.

“Kita punya putri, Sayang,” bisik David, mengecup keningnya.

Kinanti mengangguk, matanya berkaca-kaca. “Namanya… terserah kamu.”

David mengangguk, lalu menatap wajah Kinanti dengan penuh cinta. "Aku nggak nyesel punya kamu dan putri kita. Kamu kuat banget… Aku bangga."

"Aku melahirkan lewat jalan normal Mas, Alhamdulillah. Baru tiba tadi sudah pembukaan delapan."

"Alhamdulillah, Bebe, ini karena kamu rajin olahraga, dan karena kamu selalu baik, jadi Allah kasih kemudahan.

"Iya Mas. Ini juga berkat kamu yang selalu sabar mendampingi aku."

Naura berdiri di kejauhan, menyaksikan adegan itu dalam diam, entah kenapa ulu hatinya terasa begitu nyeri setiap kali melihat David bahagia.

"Neng kamu nggak pulang, di rumah Mbak Kinanti kosong, nggak ada orang."

“Aku bisa pulang sendiri, Mang. Makasih ya.”

Naura melangkah perlahan ke luar rumah sakit, menyusuri koridor sepi dengan hati yang berat. Rasanya seperti baru saja dikalahkan dalam pertandingan yang sejak awal memang tak pernah ia menangkan.

Langit di luar mulai cerah, matahari bersinar malu-malu di sela awan. Tapi hati Naura tetap mendung. Ia tahu, kisah ini bukan kisahnya. Dan kadang, menerima bahwa kita hanya bagian kecil dari kisah bahagia orang lain adalah bentuk paling dalam dari keikhlasan.

**

Sementara itu, di dalam kamar rawat rumah sakit, David masih memandangi bayi kecil yang terbungkus selimut merah muda. Matanya hangat, dan hatinya mengembang oleh cinta yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

“Terima kasih ya, Beib,” gumamnya.

Kinanti mengangguk pelan. “Aku cuma pengen jadi istri dan ibu yang baik.”

“Kamu lebih dari baik,” jawab David, lalu meraih tangan Kinanti dan menggenggamnya erat.

Bayi mungil itu menangis kecil untuk yang ke-dua kalinya, membuat mereka tertawa bersamaan.

"Sepertinya anak kita mulai haus Mas."

"Iya Beib, kalau menangis mirip sekali denganku ternyata."

"Kamu pikir aku selingkuh, dia ini anak kamu." Kinanti gemas pada David lalu mencubit kecil pinggang David hingga membuat david terkikik geli.

Naura yang baru datang dari taman memalingkan wajahnya dan urung masuk, dia memilih duduk di depan menjadi pendengar dua orang tengah berbahagia di dalam bangsal itu.

1
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!