NovelToon NovelToon
Pengkhianat Yang Ditendang Ke Dunia Modern

Pengkhianat Yang Ditendang Ke Dunia Modern

Status: tamat
Genre:Romantis / Transmigrasi / Permainan Kematian / Tamat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Carolline Fenita

Di sudut kota Surabaya, Caroline terbangun dari koma tanpa ingatan. Jiwanya yang tenang dan analitis merasa asing dalam tubuhnya, dan ia terkejut saat mengetahui bahwa ia adalah istri dari Pratama, seorang pengusaha farmasi yang tidak ia kenal.

Pernikahannya berlangsung lima tahun, hanya itu yang diketahui. Pram ingin memperbaiki semuanya. Hanya saja Caroline merasa ia hanyalah "aset" dalam pernikahan ini. Ia menuntut kebenaran, terlebih saat tahu dirinya adalah seorang bangsawan yang dihukum mati di kehidupan sebelumnya, sebuah bayangan yang menghantuinya

Apakah mereka akan maju bersama atau justru menyerah dengan keadaan?

p.s : setiap nama judul adalah lagu yang mendukung suasana bab

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Carolline Fenita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Qiuji-Fingertip Smile

Saat ia kecil dahulu, pernikahan sangatlah menakutkan di matanya. Ibarat air susu yang ditumpahkan ke atas tanah, tidak dapat kembali ke mangkuk dan tidak bernilai lagi, itulah nilai perempuan di masanya. Mereka akan berlomba-lomba untuk memancarkan kelebihannya di usia matang dan ditukarkan dengan mahar. Setelah itu, mereka masuk ke dalam keluarga suaminya dan tidak dapat kembali lagi ke rumahnya. Jauh lebih menakutkan lagi karena mereka tidak tahu siapa yang akan dinikahkan dengannya.

Saat ia berusia delapan tahun, pikirannya jauh jelas karena di kediaman dimana ia berada pun sudah diisi empat atau lima selir dengan satu istri utama. Yang menawan dan cekatan tidak cukup, dia juga harus licik dan waspada agar posisinya tidak direbut orang lain. Namun mereka juga harus tahu bahwa seiring menuanya mereka, posisinya tidak akan bertahan kecuali ia melahirkan anak lelaki pertama atau satu-satunya.

Dia pernah melihat ibunya berlutut di depan altar leluhur, menerima hukuman tidak adil. Adik lelaki tirinya yang berbuat salah dan jatuh sakit, namun justru ibunya yang dituduh membuatnya berakhir seperti itu.

Aku benci karena dilahirkan sebagai perempuan.

Saat ia memasuki usia menikah, ia merasakan hal yang sama. Hanya tiga bulan bertahan sebelum suaminya menikahi selir baru. Memang tiada cinta di antara keduanya, namun Caroline tahu akan satu hal. Hatinya sakit. Ia merasa bahwa air kotor baru saja disiramkan ke tubuhnya. Ia sakit karena merasa terhina.

Maka ketika ia membuka matanya kembali dan melihat wajah asing namun juga akrab di hadapannya, ia berpikir jauh banyak. Tiga bulan di masanya, ia melihat pasangannya melangkah dalam lentera merah bersama gadis yang lebih muda. Namun lima tahun disini, ia merasa tenang dan damai karena disini tidak ada apapun yang rentan melengserkan posisinya.

Apakah dunia berubah sejauh itu, atau memang pria ini adalah satu banding sepuluh dari pria yang setia? Dimana di masanya pun ada segelintir yang memutuskan memiliki satu istri utama saja, malangnya ia yang tidak mendapatkannya.

Bulu mata lelaki itu bergetar dan lengannya otomatis mengelus punggung Caroline. Kemudian lengan itu menegang karena matanya terbuka dan menyadari bahwa istrinya tengah memandanginya intens.

”Pagi, Lin,” bukanya dengan suara khas baru bangun tidur.

Caroline mengangguk dan bangkit, “Hari ini ke kantor lagi?”

Pratama menggeleng, “Pabrik. Hari ini aku ada janji temu terkait pemeriksaan berkala barang yang diproduksi tim tenaga kerja.” Dia duduk di atas kasur dan menggulir smartphone beberapa saat sebelum masuk ke kamar mandi. Samar-samar suara air dan gesekan terdengar dari dalam sana.

Caroline menguap kecil sembari membuka lemari dan mengeluarkan setelan pakaian yang terlihat enak dipandang dan rapi. Meletakkannya di atas kasur sebelum mencari dasi yang tepat untuk diikatkan. Ia menilai bahwa pakaian disini juga berbeda jauh, lebih sederhana tanpa lapisan pakaian. Mungkin karena sudah ditemukan penghangat ruangan dan cuaca di luar lebih panas daripada masanya.

Siapapun yang masih menggenakan hanfu dan sejenisnya dalam udara sepanas itu, percayalah bahwa kulitnya akan terpanggang dan badannya bau oleh keringat.

Pintu berderit dan aroma harum menyebar. Tubuhnya berbalik dan ia tidak menoleh ke belakang, namun ada kaca kecil yang membongkar tubuh liat suaminya. Wajah Caroline sedikit terdistorsi dan jemarinya menegang. Matanya difokuskan ke lipatan dasi dan telinganya mendengar gesekan pakaian.

Perlu diakui, walaupun pernah menikah dulunya dan melihat sekujur tubuh telanjang pria, itu sudah begitu lama karena ia turun status selang delapan bulan menikah. Kulitnya tidak setebal itu.

“Dasi itu, tolong ikatkan padaku.”

Caroline berbalik dan berjalan tenang, dia mengalunkan kain panjang dan melipatnya. Tanpa disuruh, tangannya bergerak mudah seperti ada memori sebelumnya untuk mengikat dasi.

Kekehan terdengar, “Pupilmu bergetar dan jarimu dingin sekali. Apakah istriku sedang gugup?”

“Tidak,” bantah Caroline. Menampik pertanyaan bernada pernyataan dari Pratama. Di saat bersamaan, dia menarik ketat dasinya hingga membentuk segitiga rapi. Sejujurnya ia ingin sekali mengatakan bahwa dulu, yang mengurus hal ini ada pelayan khususnya tetapi hal itu tidak akan berguna karena ia akan mengucapkan bahasa aneh lagi. Maka Caroline mundur.

Tetapi Pratama mengulurkan lengannya, dengan hati-hati menahan postur istrinya. Dia menatap mata kebingungan perempuannya dan tersenyum tipis. Kemudian menunduk dan memberikan kecupan di dahi Caroline. “Ciuman perpisahan.”

“Perpisahan?” tanya Caroline.

“Biasanya aku akan mencium dahimu sebelum pergi bekerja, kemarin tidak kulakukan. Takutnya kau malah terkejut setengah mati karena tradisi kecil ini.”

Terdengar masuk akal, namun juga tidak meyakinkan.

Caroline mengangguk paham. “Kamu juga tidak terbiasa sarapan pagi, benar bukan?” tanyanya.

Pratama menjawabnya, “Ya, namun aku tidak akan menolak sarapan buatan istriku.”

Caroline meringis. “Aku akan membakar satu dapurmu jika memasak lagi.”

Lelaki itu tertawa. “Oh? Dulu memang ada insiden ledakan tapi tidak sampai kebakaran. Asal jangan memasang gas sendiri, minta bantuan ke Pak Jackie.” Dia beranjak keluar dan membuka kamarnya, akan tetapi terhenti saat Caroline menarik lengan bajunya.

“Ada apa, Lin?”

“Itu, apakah aku memiliki kerjaan atau kegiatan?” Caroline mencuri kesempatan. Tidak ingin membiarkan dirinya tertinggal dan berkelana di dalam rumah. Ia sudah puas berkeliling kemarin. Memang masih banyak yang asing di matanya, namun ia juga sedikit penasaran dengan dunia pemilik asli dan suaminya.

Apa pekerjaan yang ia lakoni? Apa yang suaminya akan lakukan di tempat yang disebut dengan pabrik?

Apa saja kegiatan yang dilakukan manusia masa kini? Apakah mereka masih memerlukan kereta emas atau berjalan kaki untuk kemana-mana? Apa saja yang ada di luar sana?

Semua pertanyaannya hanya terucap dalam tujuh kata di atas.

Pratama berbicara, “Biasanya kamu akan pergi pada hari Sabtu atau Rabu sebagai sukarelawan panitia. Kadang meminjam supir untuk membawamu ke perpustakaan pusat kota. Tapi semenjak kondisimu drop… kegiatanmu terhenti.” Dia berhenti sejenak dan berinisiatif, “Atau kamu ingin bersamaku ke pabrik?”

Melihat dunia suaminya bekerja, menggiurkan sekali.

“Tidak masalah, Pram?” tanya Caroline, memastikan bahwa ia tidak memberati lelaki di depannya.

Ia justru melihat ekspresi penuh semangat dari Pram, seperti anak harimau yang memamerkan taring emasnya ke induknya. “Ya, lagipula sekarang masih pukul enam pagi. Seharusnya pabrik baru dibuka pukul delapan. Bersiaplah dahulu selagi aku memanaskan kendaraan di depan.”

Memikirkannya sejenak dan menilai bahwa hal tersebut menguntungkannya, Caroline menurut dan berbalik ke kamar mandi. Membersihkan diri dan menggenakan kemeja biru yang senada dengan sang suami serta celana berwarna hitam. Saat akan keluar, Caroline melihat benda pipih miliknya dan memutuskan untuk membawanya bersama.

Saat berjalan melalui meja makan, ia melihat satu pesan kecil. Dia membacanya dan menyadari bahwa sang adik juga akan bersama mereka. Tujuan berbeda tetapi searah, yaitu apartemen Natasya.

Katanya, tugasnya untuk merawat kakak ipar sudah selesai sehingga ia ingin pulang ke apartemen. Menghabiskan sisa liburannya disana.

Di luar rumah, ia melihat punggung Pratama membelakanginya. Ia berdiri menyandar di sebelah kereta serba tertutup. Tebakannya, ini hampir sama dengan transportasi yang dinaiki bangsawan. Bedanya, ini tidak ada hewan yang menarik di depan. Sedikit memicu penasaran perempuan itu akan bagaimana kereta hitam putih itu bergerak nantinya.

Seolah merasakan keberadaan orang lain, Pratama berbalik dan melambai kecil. Memberikan gestur agar dia segera mendekat padanya. Ia juga membukakan pintu dan mempersilahkan Caroline masuk. Kembali lagi, Caroline merasakan telinganya menangkap suara bising dan getaran dari kereta.

“Masuklah ke dalam mobil. Aku sudah memanaskannya.”

Mobil? Namanya ini rupanya. Caroline mencatat istilah itu dalam benaknya sembari duduk di kursi empuk berwarna kelabu. Matanya berkeliaran memandangi isi dalam mobil dan berhenti saat Pratama masuk dari arah berlawanan dan mengemudikan mobilnya.

“Biasanya ke kantor dan tempat lain, kamu mengemudi sendiri?” Caroline memecah keheningan setelah menghabiskan dua menit dengan bunyi pendingin mobil dan music radio.

Pratama menjelaskannya panjang lebar, “Benar. Aku selalu mengemudi sendiri, anggap untuk menekan pengeluaran gaji untuk asistenku. Kamu biasanya diantar supir karena belum memiliki surat keterangan mengemudi.”

Natasya yang duduk di belakang tidak mengucapkan apapun, memainkan candy crush dengan suara bising yang keluar dari benda pipihnya.

“Surat ijin mengemudi?” tanya kembali Caroline.

“En. Dulu aku pernah mengusulkan tes mengendarai namun kamu justru menabrakkan mobil ke manapun sebanyak sebelas kali dengan mentor berbeda.”

Caroline sedikit merutuk. Separah itu, ia sedikit mengasihani mobil yang digunakan untuk belajar. Menabrak apapun… tunggu! Ia tidak menabrak manusia kan?

“..Kamu menggilas hamster tetangga kita.”

Natasya menahan tawanya mati-matian sedari belakang saat kakaknya menyebutkan “menabrakkan.” Kakak iparnya benar-benar menabrak hewan peliharaan tetangganya hingga menyatu dengan aspal lalu menangisinya siang malam.

Caroline tercengang. Rasanya ia salah mengangkat topik.

“Jika ingin belajar lagi, aku bisa meluangkan waktu untukmu.”

Oke, dia tidak salah mengangkat topik. Tawaran yang menarik.

1
Cherlys_lyn
Hai hai haiii, moga moga karyaku bisa menghibur kalian sekalian yaa. Kalau ada kritik, saran, atau komentar kecil boleh diketik nihh. Selamat membaca ya readerss 🥰🥰
Anyelir
kak, mampir yuk ke ceritaku juga
Cherlys_lyn: okeee
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!