Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.
Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.
Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?
Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.
Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi Tak Biasa
Qi Zeyan memukul meja kerjanya berharap rasa sakit di buku jarinya berhasil meredam perasaan apapun yang sedang dia rasakan saat ini.
"Kau marah pada Han Lin atau Wen Yuer?"
"Marah? Ya, kau benar, ini adalah perasaan marah. Aku marah karena Wen Yuer memasuki area pribadiku dan tidak memberitahuku alasannya tapi memberitahu Han Lin." Qi Zeyan terperangah, kemudian memukul meja lagi.
Han Zichen mengatupkan bibirnya menahan tawa melihat Zeyan sedang memberikan validasi palsu pada dirinya sendiri.
"Kau yakin itu bukan karena cemburu?"
Zeyan mengangkat kepala tajam. "Kau pikir aku pria yang akan cemburu hanya karena seorang perempuan?"
Han Zichen mengedikkan bahunya.
BRAKK!
Meja kembali dipukulnya.
"Dia dikirim untukku dan aku tidak suka berbagi sesuatu yang seharusnya menjadi milikku. Aku bahkan memberinya kelonggaran untuk tidak perlu melayaniku."
Zichen menahan senyum. "Jadi, ini adalah urusan ranjangmu?"
"Han Zichen."
Han Zichen segera mengatupkan bibirnya tapi tetap menahan senyum. Dia terlalu mengenal Qi Zeyan. Meski orang lain melihatnya sebagai sosok yang kejam dan tak berperasaan, di kepalanya hanya ada taktik militer tapi tak pernah memiliki pengalaman tentang wanita diluar aktifitas fisik.
Zeyan terdiam memikirkan ucapan Zichen. Ya, mungkin tubuhnya membutuhkan sentuhan.
Ia membalikkan tubuh, nadanya berubah datar.
"Kirim pesan ke Madam Jin. Minta padanya untuk mengirim satu wanita yang paling berpengalaman."
...
Wen Yuer melamun di dalam kamarnya, menatap langit malam, namun bulan sepenuhnya tertutup awan malam itu.
"Sikapnya benar-benar membingungkan."
"Dia tidak menanyakan apapun malam sebelumnya, dan karena itu aku merasa lega. Tapi tadi..."
Wen Yuer memejamkan mata. Sekejap, ia bisa membayangkan lagi suara langkah berat pria itu, napasnya yang dalam, dan pandangan gelap yang membuat jantungnya melompat tak tentu arah.
"Aku bisa merasakan kekejamannya, tapi dia tidak pernah menyentuhku lebih dari seharusnya." Wen Yuer menggigit bibirnya.
Sebelumnya Wen Yuer pikir dia mungkin beruntung, tetapi kemudian dia berpikir kalau itu karena Qi Zeyan masih memiliki sedikit moral atau Qi Zeyan hanya tidak menyukainya.
Tapi kenapa tatapannya tadi mengusiknya? Dia hanya akan mengabaikannya jika dia tidak menyukainya, tapi...
"Apa yang kau pikirkan Wen Yuer, bahwa dia mungkin menyukaimu?" Wen Yuer bicara pada dirinya sendiri sambil menggeleng pelan.
"Haaah, sepertinya aku mulai gila. Anggota lingkaran besi yang sepertinya tidak menyukaiku, belum lagi sosok wanita itu, dan sekarang Qi Zeyan?"
Badai dalam kepalanya kini bertambah dan itu adalah Qi Zeyan.
...
Seorang wanita cantik dari rumah bordil masuk ke ruangan. Gaunnya merah menyala, bibirnya diwarnai tipis. Langkahnya genit dan percaya diri.
Zeyan duduk di sofa hanya dengan pakaian dalam tipis yang terbuka sedikit di bagian dadanya dan gelas anggur yang masih utuh di tangannya.
Wanita itu mendekat perlahan, duduk di sisi Zeyan dan meletakkan jemarinya di dada pria itu.
"Kau terlihat tegang malam ini, Tuan... Mau aku bantu melupakan sesuatu?"
Zeyan diam.
Wanita itu perlahan mencium kulit leher Zeyan. Aroma parfum wanita itu begitu menyengat dan sebelum-sebelumnya itu tak pernah menjadi masalah. Tapi kini, Zeyan mengernyit tak suka.
Wangi itu menusuk hidungnya, terlalu menyengat dan terlalu dibuat-buat seolah memang dimaksudkan untuk menarik pria.
Wen Yuer tidak seperti itu, aroma Yuer yang menempel di memorinya justru sebaliknya—lembut, ringan, dan menenangkan. Bukan wangi yang menusuk, tetapi berhasil menyusup diam-diam ke dalam kesadaran dan menetap lama, bahkan setelah orangnya pergi.
Dia teringat malam sebelumnya, saat jarak mereka begitu dekat. Dia bahkan melihat sedikit bagian atas tubuhnya yang terus dia ingat-ingat di kepalanya.
Sialan kau, Wen Yuer
Zeyan menghela napas perlahan, seperti menahan sesuatu yang mendesak naik dari dadanya. Tangannya terangkat, menahan lengan wanita itu sebelum bisa bergerak lebih jauh.
"Aku sudah pernah bilang tidak ada ciuman," ujarnya pelan, tapi tajam.
Wanita itu terdiam, terkejut tapi tidak berani membantah. Tangannya masih menggantung di udara, kebingungan.
Zeyan menunduk sedikit, tapi bukan untuk mendekat. Justru untuk memalingkan wajahnya.
"Aku tidak butuh ini malam ini," lanjutnya, suaranya menurun, nyaris hampa.
Padahal niat awalnya adalah untuk memastikan bahwa yang ia rasakan bukan sesuatu yang salah. Bahwa ini hanya kebutuhan sesaat. Tetapi yang dirasakannya lebih dari pada itu.
Tubuhnya mungkin bersama wanita lain, tapi pikiran dan lebih dari itu. Nalurinya hanya tertuju pada satu nama.
Wen Yuer.
Qi Zeyan meneguk habis anggurnya.
"Sial."
...
Embun pagi belum sepenuhnya mengering saat ketukan terdengar di pintu kamar Wen Yuer.
Yuer baru saja bangun tidur saat seorang pelayan masuk dengan kepala tertunduk.
"Nona, Tuan Qi meminta agar nona bersiap... "
Yuer mengerutkan alis. "Bersiap untuk?"
"Maaf saya tidak tahu, Nona. Tuan Qi hanya memberi perintah agar nona berpakaian rapi."
Yuer diam sesaat kemudian mengangguk.
Satu jam kemudian pintu kamar terbuka kembali, tapi kali ini bukan pelayan melainkan Qi Zeyan.
Ia berdiri tegak, mengenakan jubah luar berwarna hitam kebiruan yang menjuntai dengan potongan militer tegas. Mata hitamnya memindai Yuer dengan cepat.
"Apa semua wanita selalu seperti ini?"
Wen Yuer bangkit perlahan dari kursi di depan cermin. "Seperti ini?"
"Menghabiskan banyak waktu untuk bersiap."
Nada bicaranya tampak biasa seolah mereka tidak perang emosional semalam. Tapi Wen Yuer merasa lega karena sepanjang waktu dia memikirkan apa yang harus dia katakan pada Zeyan.
Gadis itu mengangguk. "Kurasa begitu,"
Zeyan berbalik, melangkah keluar dan berkata. "Kalau begitu ikuti aku."
Di belakangnya Yuer mencoba mengimbangi langkah pria itu.
"Kita mau kemana?"
"Ikut saja. Anggap ini bagian dari hukumanmu."
...
Pasar kecil dan gang berbatu menjadi latar pemandangan pagi itu. Qi Zeyan dan Yuer berjalan tidak terlalu dekat, tapi cukup untuk menarik perhatian.
Para warga menunduk dengan hormat saat melihat Zeyan lewat, tetapi banyak mata juga menoleh ke arah Yuer—wanita asing yang berjalan di samping Pemimpin mereka.
Saat ia pergi bersama Mingyue mereka menatap karena mungkin bisa mengenali Mingyue dan menganggap Yuer hanya sebagai teman Mingyue, tetapi kali ini berbeda.
Dia berjalan di sisi Zeyan dan itu mengundang bisikan mereka. Tentu saja kabar bahwa seorang wanita yang merupakan putri jenderal kekaisaran telah dikirim untuk Qi Zeyan sudah tersebar tetapi ini adalah pertama kalinya dia menunjukkan diri sebagai 'wanita itu' di hadapan publik, bersama Zeyan.
Entah karena dia melamun atau karena dia gugup sampai Yuer tak menyadari ada lubang kecil di jalan batu di depannya.
"Ah—!"
Tubuhnya kehilangan keseimbangan ke sisi kirinya.
Tapi sebelum dia sempat jatuh, tangan Qi Zeyan sudah melingkar kuat di pinggangnya. Gerakan itu cepat dan tepat. Yuer tersentak, tapi tak bisa bersuara. Nafasnya tertahan.
Dada Zeyan hanya sejengkal darinya. Wajah pria itu terlampau dekat, dan lengannya masih menahan tubuhnya.
Tatapan mereka bertemu tajam dan lembut di saat yang bersamaan.
Hening.
Suara pasar mendadak menghilang dari telinga Yuer.
Udara di antara mereka jadi berat. Mata Yuer membelalak, tapi tak bisa berpaling. Jantungnya berdetak tak keruan.
Lalu Zeyan menunduk sedikit. Bibirnya nyaris menyentuh telinganya. Suaranya rendah, dalam, dan menggetarkan.
"Berhenti melamun, Wen Yuer. Kalau kau jatuh, aku tidak berjanji akan menangkapmu lagi."
Yuer membeku.
Zeyan perlahan menjauhkan wajahnya, tapi tangannya masih bertengger di pinggangnya, seolah enggan melepaskan.
Yuer baru bisa mengembuskan napasnya saat ia mundur setengah langkah, wajahnya memanas tanpa bisa dia kontrol.
Zeyan menatapnya untuk beberapa saat lagi lalu kembali berjalan seolah tak terjadi apa-apa.
Dan Yuer?
Dia baru sadar langkahnya semakin cepat, entah karena malu atau ingin menghindar dari sesuatu yang bahkan belum bisa dia simpulkan.
susunan kata nya bagus