Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.
"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Takut
Di meja makan yang sedang sibuk dengan makanannya masing-masing dan hanya terdapat tiga orang saja, yaitu Bundanya Erga, Linsi, dan Erga sendiri. Theresia tidak turun sejak tadi, bahkan saat dipanggil Erga pun gadis itu tidak membalasnya. Mungkin lelah. Jika tidak, Theresia mungkin tidak ingin makan malam.
"Orang tua kamu kemana, Lin? Kok belum datang? Biasanya emang terlambat?" tanya Bunda.
"Nggak tahu," jawab Linsi dengan menaikkan bahunya.
"There juga kemana? Katanya kamu panggil, Ga, kemana dia?"
"Di kamarnya, mungkin kecapekan," jawab Erga.
"Ohh.."
Di sisi lain, Theresia menangis sesenggukan dengan menatap layar ponselnya yang menampilkan komentar-komentar buruk mengenai dirinya yang telah diumbar oleh Linsi. Postingan itu memang sudah dihapus, namun masih ada bekasnya dan tangkapan layar dari beberapa orang.
Jadi ini alasan Bhaskar ngomong kayak gitu tadi siang?
Gadis itu meletakkan ponselnya ke kasur dan menghampiri balkon dengan mengusap air matanya. Menikmati udara dingin dengan hujan gerimis di luar sana. Hatinya terdapat banyak goresan dan tusukan benda tajam. Bukan hanya itu, pikirannya pun ikut terbebani.
Berusaha mengangkat dirinya agar tidak terjatuh terlalu dalam pikiran serta beban yang memberatkannya, namun takdir selalu berusaha menjatuhkan dirinya dengan segala cara. Ia tidak tahu akan sampai kapan ini akan berlalu dan mencapai titik yang lebih cerah layaknya kebahagiaan yang Theresia inginkan sejak dulu.
Tiba-tiba suara ketukan pintu dari belakang membuat lamunan gadis itu buyar.
"Masuk," kata Theresia.
Erga memasuki kamar Theresia dengan melihat keadaan kamar gadis itu yang rapi, berbeda dengan kamar Linsi yang berantakan. Tatapan Erga jatuh pada seorang gadis yang berada di balkon dengan mendongakkan kepalanya.
"Kenapa, Re? Lo nggak apa-apa?" tanya Erga yang menatap Theresia dari samping.
"Apa gua berhenti aja ya, Ga? Gua udah berusaha buat lebih unggul dan ngalahin dia, tapi dia hancurin diri gua dengan satu postingan." Theresia menatap Erga dengan tatapan mata berkaca-kaca.
"Gua nggak tahu, Re. Tapi lo hebat, lo kuat, bahkan kalau gua berada di posisi lo itu nggak memungkinkan gua bisa sekuat lo."
"Jadi? Gua harus melanjutkan takdir gua yang penuh tusukan dan tangkai berduri tanpa ujung? Gua capek, Ga." Setelah membaca komentar-komentar buruk di media sosial, Theresia benar-benar down hingga sekarang.
"Ya, udah. Bunuh diri aja." Theresia dan Erga langsung berbalik saat ada seseorang yang menyahut ucapan Theresia.
Siapa lagi jika bukan Linsi. Gadis itu bersandar pada pintu dengan bersedekap dada serta tatapan tidak suka yang terarah ke Theresia. "Dengan begitu nggak ada beban di diri lo, dan beban gua juga hilang."
"Kenapa lo jadiin There beban kalau dia nggak berbuat hal yang membebani diri lo sendiri? Dia cuman berusaha untuk dihargai, bukan kayak lo yang bergelayut manja dan dapat apa yang lo inginkan. Bahkan saat There mencapai titik yang dia inginkan, kalian juga tetap nggak menghargai dia. Lo tahu nggak? There yang diibaratkan berlian malah kalian jadikan sampah yang tidak bernilai." Erga berbicara dengan menahan amarahnya serta suara yang dia tekan. Ia tidak ingin jika Bundanya mendengar apa yang ia katakan.
Linsi terdiam dan kebingungan dengan ucapan Erga yang ada benarnya. Theresia tidak bersalah, jika diukir dalam masa lalu asal-usul gadis itu. Yang salah adalah mamanya yang ceroboh lalu melahirkan seorang anak yang seharusnya tidak bersalah.
"K-karena dia mengambil apa yang gua inginkan," kata Linsi.
"Apa? Karena cowok yang deket sama There dan nggak mau sama lo? Lo egois, Lin. Bahkan cowok itu juga tahu mana yang baik dan nggak baik. There baru aja ngerasain rasa diperhatikan sama seseorang, sedangkan elo yang selalu diperhatikan nyokap lo yang nggak merhatiin There langsung merebut kebahagiaan dia yang timbul dari sikap sederhana dari cowok itu." Erga menunjuk Theresia yang tiba-tiba terdiam.
"Udah, Ga. Semuanya udah terlanjur terjadi dan mau sekeras apa pun lo bilangin ke dia, semuanya juga akan tetap sama," ucap Theresia.
"Tapi, Re, lo juga seharusnya melawan dan jangan mau diperbudak lalu dimainkan," balas Erga.
"Pada dasarnya, gua emang nggak seberharga Linsi yang benar-benar terlahir dari Mama dan papa. Bukan kayak gua yang berasal dari benih orang kotor." Theresia menatap Erga dan Linsi berganti. "Mending sekarang kalian keluar, gua mau sendiri."
Laki-laki itu meremas tangannya dan melenggang pergi dengan menarik tangan Linsi agar tidak menggangu Theresia, ia juga menutup pintu kamar gadis itu sebelum benar-benar pergi keluar.
Rasa takut yang menyelimuti tubuh Theresia, batin yang tertekan dengan takdir yang terus-menerus menghujani dirinya beserta tusukan tajam dari luar yang kasat mata.
Tatapan mata yang setiap hari melihat dirinya seakan-akan pisau yang menyayat dadanya sehingga terasa sesak. Lantas, di mana dokter yang akan menyembuhkannya? Yang sakit adalah batinnya, bukan tubuhnya. Akan tetapi, batin yang tersakiti juga berimbas pada tubuh sang pemiliknya.
Theresia lelah. Lelahnya tidak bermulai dari sekarang, bahkan sejak kecil ia terus mendapatkan penekanan. Pikirannya terasa berat, batinnya tersiksa, dadanya sesak, tubuhnya letih. Dan bahkan rasa sakit yang terus ia rasakan tidak kunjung-kunjung usai juga hingga saat ini.
Sementara itu di kediaman rumah Bhaskar, laki-laki itu menatap ponselnya yang menampilkan nomor Theresia. Ia ingin mendengar suara gadis itu dan mendengar kabarnya. Entah kenapa dadanya ikut sesak saat melihat komentar-komentar murid-murid yang masih ramai diperbincangkan di media sosial.
Ia tidak menyangka saudara dari Theresia sendiri yang melakukan hal ini. Theresia yang tidak melakukan kesalahan harus menerima segala aib yang benar-benar terumbar.
"Maaf, Re," lirih Bhaskar.
Laki-laki itu membuka sebuah gambaran seorang gadis yang digambar oleh dirinya saat di tepi pantai dengan wajah kesal gadis itu. Ia ingin mengulang kejadian itu, kejadian saat dirinya yang semakin dekat dengan Theresia.
"Kenapa, Den?" tanya Bibi yang menatap Bhaskar.
"Kayaknya aku jatuh cinta, Bi. Jatuh cinta pada orang yang berbeda, karena aku nggak menyamakan dia sama orang di masa laluku lagi," jawab Bhaskar.
"Neng There?" tebak Bibi.
Bhaskar tersenyum mendengar tebakan Bibi yang tepat sekali. Bahkan pikirannya sekarang kacau karena nama gadis itu. "Iya."
"Diungkapin dong, Den. Keburu diambil seseorang, neng There itu ceweknya cantik dan baik, pasti ada yang suka juga."
Ucapan Bibi membuat Bhaskar memikirkan laki-laki yang membantu Theresia di UKS dan saat pulang yang memberikan gadis itu tumpangan.
"Mungkin ucapan Bibi benar, tapi aku takut ngungkapin perasaan aku. Karena orang yang aku cintai selalu menghilang setelahnya. Lebih baik dipendam," balas Bhaskar dengan mata sayu.
"Rasa takut yang menyelimuti akan terbuka dengan rasa keberanian, tapi untuk membukanya harus membutuhkan rasa percaya diri agar tidak trauma dari pengalaman sebelumnya. Mungkin itu sudah takdirnya, Den. Apa salahnya mengungkapkan perasaan?"
"Tapi aku penakut dalam hal itu, Bi. Mungkin aku cuman bisa menunjukkan perhatian sederhana aku ke dia tanpa kata-kata pengungkapan."
"Selain aksi perhatian, cewek juga suka dengan kata-kata manis, Den. Walaupun tidak terbalaskan, tapi cewek sering terpikirkan dengan seseorang yang sering mengucapkan kata-kata manis," ucap Bibi.
"Makasih atas sarannya, Bi, aku mau ke atas dulu."
Bhaskar melenggang pergi menaiki tangga, sementara Bibi juga ikut memikirkan pilihan majikannya yang selalu memendam perasaannya dengan ketakutan yang mendalam.
Delapan tahun yang lalu, Leta dan Bhaskar bermain ayunan di taman dengan seorang gadis yang sedang berayun pelan karena tangan sebelahnya sedang memegangi es krim.
Saat es krimnya tersisa sedikit, Leta sengaja mencoleknya ke pipi Bhaskar karena laki-laki itu sejak tadi hanya diam sembari menundukkan kepalanya. Bukannya kesal, Bhaskar hanya menatap wajah yang tersenyum usil kepadanya dengan tersenyum tipis.
"Kok nggak marah?" tanya Leta.
"Nggak apa-apa, kalau itu yang buat kamu senang."
Justru Leta yang sekarang memasang wajah cemberut. "Tapi aku maunya kamu kesal dan kejar aku buat balas dendam."
Tanpa aba-aba, Bhaskar langsung menarik tangan Leta. "Kalau gini nggak usah dikejar, karena kamu udah ada di genggaman aku."
Gadis itu langsung terkejut dengan tangan Bhaskar yang menggenggam tangannya. "Kamu tahu? Tiba-tiba jantung aku deg-degan kayak abis lari."
Bhaskar menahan tawanya mendengar ucapan Leta yang sangat jujur kepada. "Ta, aku suka sama kamu."
"Leta!" panggil seorang wanita yang sedang berada di sisi taman menatapnya.
"Mama!" balas Leta yang langsung melepaskan genggaman Bhaskar dan berlari ke arah Mamanya.
"Ayo pulang, udah sore," kata Mama Leta yang diangguki putrinya.
Saat Leta dan Mamanya akan berbalik, Leta menatap Bhaskar sejenak dan tersenyum ke arah Bhaskar yang diam menatap kepergiannya. Ia juga mengucapkan sesuatu tanpa suara, namun Bhaskar paham akan hal itu.
Sontak Bhaskar membulatkan matanya. Leta mengucapkan bahwa ia menyukai Bhaskar juga, tetapi tanpa suara, melainkan dengan gerak bibir yang bisa laki-laki itu tebak.
"Makasih," balas Bhaskar.
Di malam harinya, Bhaskar terduduk lemas di depan rumah Leta di sisi jalanan. Ia melihat kedua orangtuanya Leta duduk di tengah jalanan dengan cahaya lampu dari mobil pick up di sebelahnya yang menyoroti.
...••••...
...Bersambung....