Gita seorang istri yang tidak begitu di anggap keberadaanya oleh sang suami, tapi karena cinta membutakan Gita, hingga akhir di saat ulang tahun pernikahan yang ke satu tahun Gita yang ingin memberikan kejutan pada sang suami justru ia yang terkejut karena.
tanpa sengaja Gita melihat perselingkuhan sang suami dengan ibu kandungnya sendiri. hari itu ia mendapatkan kado penghianat ganda.
karena shock Gita pergi keluar dan mengalami kecelakaan, disaat itulah ia di nyatakan meninggal tapi tiba tiba tetak jantungnya kembali.
tapi itu bukan Gita yang dulu karena tubuh Gita sudah di masuki oleh seorang ratu penguasa jaman kuno yang mati karena penghianat. dan kini berada di tubuh Gita.
ingin tau kelanjutannya yuk mulai baca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 12
Keira berdiri di balkon apartemennya, menatap kota yang diterangi cahaya senja. Angin sore menyapu rambutnya perlahan saat suara notifikasi ponsel mengganggu lamunannya.
Pesan dari Rafael.
“Aku di dekat area proyek Riverside. Bisa temui aku di sana, jam delapan?”
Keira mengetik singkat,
“Datang. Tapi jangan bawa siapa pun.”
Area proyek Riverside malam itu tampak sepi. Hanya ada beberapa petugas keamanan berjaga. Di ujung gedung setengah jadi, Rafael berdiri menunggu. Ia mengenakan jaket hitam dengan wajah serius yang jarang ia tunjukkan.
Keira tiba tak lama kemudian. Langkahnya tenang, tatapannya waspada.
“Kau tahu sesuatu tentang Arven?” tanya Keira langsung.
Rafael mengangguk.
“Arven adalah bagian dari jaringan informan internasional. Tapi itu hanya setengah kebenaran. Dia juga anak dari salah satu mantan petinggi yang kini jadi buronan dunia bawah tanah.”
“Kau pikir dia berbahaya?” tanya Keira.
Rafael menatap Keira tajam.
“Justru dia sedang menghindari pihak-pihak berbahaya. Dan dia butuh perlindungan—darinya... dan darimu.”
Keira mengerutkan dahi. “Apa maksudmu?”
Rafael menghela napas. “Orang-orang itu mungkin mencurigaimu karena kedekatanmu dengan Arven. Apalagi setelah kasus anak dari bos Aristo mencuat diam-diam ke jaringan mereka. Mereka mengawasi.”
“Tapi mereka tidak tahu siapa aku,” sahut Keira datar.
“Belum,” jawab Rafael. “Dan itu yang harus kita jaga. Jangan sampai identitasmu terbongkar, Keira.”
Keesokan harinya di kantor, Keira menjalankan hari seperti biasa. Ia melakukan presentasi desain interior untuk cabang perusahaan Ares di luar negeri. Saat lunch meeting dengan timnya, tak ada yang curiga bahwa semalam ia baru mendiskusikan urusan yang bisa mengubah peta kekuasaan.
Namun pikirannya terus melayang pada satu hal—pertemuan berikutnya dengan Arven.
Malam itu, ia kembali bertemu Arven di sebuah kedai teh tua di sudut kota. Kali ini, Keira datang lebih siap, dan lebih waspada.
“Aku tahu siapa yang menyembunyikan anak itu,” kata Arven perlahan. “Tapi tempatnya hanya bisa kau temukan... dengan kekuatanmu.”
Keira menatap Arven, matanya berubah dingin.
“Jangan bicara sembarangan. Kau tak tahu apa-apa tentang aku.”
Arven tersenyum tipis.
“Aku tidak perlu tahu siapa kau. Tapi kau... bukan orang biasa, Keira. Dan aku tahu itu bukan cuma firasat.”
Dengan ketegangan meningkat, karena Arven mulai menunjukkan bahwa ia memiliki sedikit petunjuk tentang identitas Keira. Tapi kekuatan Keira masih tetap tersembunyi dari semua pihak, bahkan Rafael belum tahu secara pasti apa batas kekuatan itu.
Keira duduk di ruang kerjanya, cahaya lampu meja memantul lembut di layar laptop. Di hadapannya terpampang rancangan arsitektur modern sebuah bangunan besar yang diberi nama sederhana namun bermakna: "Aurum Medika".
Bangunan ini bukan sekadar proyek. Ini adalah mimpinya—dan hadiah untuk seorang sahabat yang setia.
“Rumah sakit ini akan jadi milikmu, Amanda,” gumam Keira dengan senyum kecil.
Sudah beberapa bulan Keira diam-diam mengurus semua keperluan pembangunan rumah sakit: pembelian lahan, legalitas, arsitektur, hingga rekrutmen awal tim medis. Ia bahkan bekerjasama dengan Rafael untuk urusan izin dan koneksi pemerintahan.
Satu hal yang Amanda tak tahu: ia akan diangkat menjadi direktur utama sekaligus pemilik bersama rumah sakit tersebut.
Flashback: Sebulan Lalu
“Kenapa kau bertanya soal rumah sakit ideal, Keira?” tanya Amanda sambil menyeruput kopi.
“Cuma penasaran. Kalau kamu jadi kepala rumah sakit, kamu ingin seperti apa?” balas Keira, seolah acuh.
Amanda menjawab panjang lebar, tentang ruang bersalin humanis, ICU anak yang hangat, dan klinik gratis untuk masyarakat tidak mampu.
Keira mencatat semuanya dalam hati.
Sekarang
Keira menutup laptop dan menghubungi Rafael.
“Kita mulai penggalian minggu depan. Bangunan bisa jadi dalam lima bulan. Tapi aku mau buat acara simbolik bulan depan—peletakan batu pertama dan pengumuman resmi.”
“Amanda tahu?” tanya Rafael.
“Belum. Ini kejutan,” jawab Keira sambil tersenyum penuh arti.
Malamnya, di Café Langganan
Amanda duduk berhadapan dengan Keira sambil membolak-balik presentasi proyek desain perhiasan yang dikira akan dibahas.
“Kamu menyuruhku datang hanya untuk membahas desain liontin berlian?”
Keira tertawa.
“Bukan cuma itu. Tapi belum sekarang. Kamu percaya padaku, kan?”
Amanda mendesah, tapi tersenyum.
“Aku percaya kamu sedang menyimpan sesuatu.”
“Kamu akan tahu dalam waktu dekat,” ucap Keira sambil mengangkat gelas mocktail mereka.
Tiga Hari Kemudian
Keira berdiri di lahan kosong yang dikelilingi pagar seng putih dan bendera proyek. Plakat kecil bertuliskan:
"Proyek Rumah Sakit Aurum Medika — Untuk Kehidupan yang Lebih Baik"
Ia memandang langit, lalu berbisik,
“Ini untuk sahabatku yang menyelamatkan banyak nyawa, bahkan saat dia sendiri terluka.”
...----------------...
Proyek rumah sakit Aurum Medika hampir rampung. Bangunan megah berlantai empat itu berdiri di sudut kota yang tenang namun strategis. Tidak ada acara besar. Tidak ada wartawan. Bahkan tak ada spanduk yang mengumumkan pembangunan. Semua dijalankan dengan sangat tenang—sesuai permintaan Keira.
Pagi itu, hanya ada satu mobil hitam yang berhenti di halaman depan rumah sakit. Keira turun, mengenakan kemeja putih polos dan celana bahan. Rambutnya digelung rapi.
Amanda berdiri terpaku di depan bangunan itu.
“Keira... tempat ini... untuk siapa?” bisiknya.
Keira hanya tersenyum. “Untukmu.”
> “Maksudmu?” Amanda melirik ke arah papan nama kecil yang belum terpasang.
Keira menghela napas, kemudian menyodorkan satu map.
“Rumah sakit ini bernama Aurum Medika. Dokumen di dalam map ini menyatakan kamu sebagai kepala medis tetap. Dan... sebagai pemilik.”
Amanda langsung menggeleng.
“Tidak. Aku—aku tidak bisa menerima ini. Rumah sakit? Kenapa tidak bilang dari awal?”
Keira menatap sahabatnya lembut.
“Karena aku ingin melihat reaksimu apa adanya. Aku tahu kamu akan menolak kalau kuberi di awal. Tapi, Amanda… kamu sudah mengorbankan banyak hal untuk pasien-pasienmu. Ini caraku membalas semua itu.”
Amanda masih terdiam, dadanya sesak.
“Aku ingin memimpin, menyentuh pasien secara langsung. Tapi kalau soal kepemilikan... aku tidak bisa. Aku akan bekerja keras, Keira. Aku akan menghidupkan tempat ini, tapi... tetap kau yang harus memilikinya.”
Keira tak menanggapi dengan kata-kata, hanya merangkul Amanda erat.
Beberapa Jam Kemudian
Di lantai atas bangunan rumah sakit, Keira berdiri di balkon. Rafael muncul dari sisi kanan, membawa dua cangkir kopi hangat.
“Dia menolak jadi pemilik?” tanya Rafael.
Keira mengangguk. “Tapi dia bersedia menjadi jantung rumah sakit ini.”
"Dan dunia belum tahu siapa pemiliknya?”
Keira menatap ke kejauhan, senyum tipis terlukis di wajahnya.
“Belum saatnya. Tapi saat waktu itu datang… biar mereka semua—yang pernah menginjakku—tahu bahwa aku bukan hanya bertahan. Aku bangkit, dan menyembuhkan dunia dengan caraku.”
Rafael menatapnya diam-diam.
“Kau selalu mengejutkanku.”
Keira menyesap kopinya.
“Karena aku bukan lagi perempuan yang mereka anggap lemah. Aku bukan hanya Keira. Aku adalah seseorang yang akan berdiri bahkan saat dunia mencoba menjatuhkan.”
Bersambung
sukses terus thor. . karya mu aku suka👍👍👍👍semangat😇😇💪💪💪